Rabu, 23 Agustus 2023

ANTARA CAMPION DAN KLEPON

Dalam kesempatan bersemuka dengan relawan pegiat pengurangan risiko bencana, yang tergabung dalama forum pengurangan risiko bencana (F-PRB) Jatim, Guru besar Universitas Pertahanan, Profesor Doktor Syamsul Maarif, mengatakan bahwa “Kalian semua adalah Champions. Kita semua adalah Champions”.

Semua peserta sepakat dan berbangga dengan ucapan prof, begitu sapaan pensiunan perwira tinggi TNI AD ini. Ya, semangat champion memang benar-benar nyata terlihat dalam gelaran jambore kemanusiaan yang diselenggarakan F-PRB Jawa Timur yang ke-2 tahun 2023 di coban putri, tlekung, junrejo, kota batu, Jumat - Minggu, 18 - 20 Agustus 2023.

Seluruh anggota F-PRB di seluruh Jatim tumplek blek meramaikan destinasi wisata yang tergolong baru di Kota Batu. Kata Sudarmanto, Sekjen F-PRB Jatim, Jambore ini diantaranya bertujuan sebagai wahana bertemunya para pegiat kebencanaan untuk bertukar pengalaman, menambah relasi, menambah kapasitas tentang kebencanaan, serta menumbuhkan semangat pengurangan risiko bencana.

Begitu juga dengan F-PRB Kota Batu. Sebagai tuan rumah yang baik, semua potensi relawan lokal keluar semua, bergotong royong menyiapkan lokasi yang masih “perawan”. Utamanya sarana MCK, dibangun di beberapa titik untuk memfasilitasi ratusan peserta membuang hajatnya, agar tidak mengotori sungai yang sangat dibutuhkan masyarakat sekitar.

Semak dan rumput liar dibabat rata untuk mendirikan tenda peserta agar nyaman. Begitu juga pemasangan colokan listrik untuk memudahkan peserta menyalakan lampu, membuat kopi dan “nyetrum” selulernya. Sungguh layak mereka, para relawan lokal Kota Batu yang dikoordinir oleh F-PRB Kota Batu dan BPBD Kota Batu, berbangga dengan sebutan campion.

Sebagai panitia lokal, relawan Kota Batu terlibat mengamankan lokasi Jambore, termasuk mengatur parkir mobil dan motor peserta dan tamu. Tidak lupa tenda untuk tamu vip juga didirikan dengan segala fasilitasnya yang layak untuk menghormati tamu.

Ini penting, karena menyangkut gengsi daerah, maka seluruh komponen OPD terkait dikerahkan di beberapa titik, demi kelancaran acara dua tahunan ini. Sehingga wajarlah jika diantara relawan lokal ada yang bilang “Kita adalah campion” (tulisan campionnya sesuai yang ditulis oleh relawan lokal dalam postingannya di grup whatsapp). 

Saking bangganya dengan kata campion, dalam postingan berikutnya, dia berkata bahwa, lainnya klepon. Jelas maksudnya guyon, namun konotasinya merendahkan pihak lain yang bukan “kita” dengan kata klepon. Dengan kata lain, mereka adalah relawan campion, sedang yang lain adalah relawan klepon. Ya, pasca Jambore F-PRB Jatim di tahun politik ini muncul istilah baru dalam dunia kerelawanan. yaitu campion dan klepon.

Entah kriteria apa yang digunakan sehingga muncul kata “Kita adalah campion, lainnya klepon”. Padahal jargon yang sering didengungkan adalah, “Saling menguatkan, bukan meninggalkan”. Jangan-jangan jargon idealistik itu juga sudah berubah menjadi bukan saling menguatkan tapi saling cari peluang untuk memanfaatkan.

Jika pembaca jeli, tentu apa yang dikatakan Prof syamsul dengan dia, tidaklah sama. Prof menyebut dengan kata “Kita semua”, artinya semua relawan yang bergiat di kebencanaan. Baik yang berkesempatan ikut Jambore maupun yang berhalangan hadir, adalah Champion. Ingat lho, mayoritas yang hadir itu dibayari, bukan mbayar sendiri.

Sementara Dia, dalam postingannya, mengatakan “Kita adalah campion”, yang mengandung arti, hanya kita yang campion, sementara yang lain, termasuk mereka dan kamu dianggap liyan, bukan campion. Jadi, siapa yang layak bergelar relawan campion dan siapa yang pantas disebut relawan klepon, Dia lah yang harus menjelaskan.

Konsekwensi dari ke dua golongan relawan yang berbeda ini (stratifikasi), adalah tugas, fungsi dan kapasitasnya, juga berlainan. Begitu juga hak dan tanggungjawabnya.

Padahal, konon ada yang bilang bahwa yang membedakan relawan itu diantaranya adalah pengalaman, jam terbang, dan kapasitas. Bukan campion dan klepon.

Sementara, informasi dari sopirnya, prof Syamsul yang lahir di Desa Gurah, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri itu suka sekali dengan jajanan tradisional yang bernama klepon. dan sesungguhnyalah, yang makan klepon itu adalah semua orang, tanpa memandang status sosial. Salam Waras. [eBas/KamisLegi dini hari-23082023]

 

 

 

 

 

2 komentar:

  1. semoga kawan2 relawan yang dinilai sebagai relawan klepon tetap sabar, tabah dan legowo dengan sebutan yang merendahkan itu. biarkan saja yang arogan, tetap lakukan yang terbaik sesuai kapasitas untuk kebermanfaatan sesama. sekecil apapun kebaikan itu tidak pernah luput dari pantauan Tuhan.

    BalasHapus
  2. klepon itu jajanan tradisional disuka semua orang waras tanpa mengenal status sosial.
    Ya tua muda cowo cewe besar kecil kaya miskin.
    Jadi kalo ada yg menganggap klepon sbg simbol wong bodo gak punya kapasitas, itu hanyalah karena ketidak tahuan (sedang khilaf)

    BalasHapus