Senin, 06 Mei 2024

KETIKA MAK CIK BERSULANG KOMENTAR TENTANG SINGKATAN LC DALAM 1355 KATA

 Sungguh saya tidak mengerti jika penamaan Jamaah LC (Lorong eduCation) ditafsirkan oleh mereka yang sebenarnya paham tapi pura-pura bego. Sehingga banyak mengundang komentar yang melebar dengan segala argumentasinya. Bahkan ada juga usulan agar Jamaah LC diubah menjadi Jamaah LE. Sebuah pemikiran yang konservatif akan singkatan. Padahal sekarang ini jamannya berfikir kreatif dan adaptif. Ya, akhirnya kriwikan dadi grojogan.

 Sebenarnya saya malas menanggapi pertanyaan orang yang sebenarnya tergolong “educated” tapi pura-pura nggobloki dengan teknik “hit and run” (setelah bertanya kemudian menghilang, hanya ngintip berbagai komentar sambil cengar cengir puas pancingannya mengena, seperti watak sengkuni).

 Ya, tampaknya hembusan nakal itu memang disengaja karena merasa tidak mampu berbuat sesuatu seperti anggota Jamaah LC, yang tidak pernah membahas tentang apa itu kesetaraan gender, karena memang bukan bidangnya. Karena bidang garap Jamaah LC itu adalah sosialisasi dan edukasi untuk peningkatan kapasitas relawan dalam upaya pengurangan risiko bencana.

 Lucunya, hanya Sengkuni dan Mak Cik yang "galau" dengan singkatan LC. Sementara yang lain, diantaranya pejabat BNPB, juga BPBD dan beberapa dosen yang pernah mampir ke basecamp LC tidak merasa "jengah" dengan LC beserta orang-orangnya. Mau bilang aneh takut dianggap puritan. Terus gimana dong ?.

 Rupanya si Sengkuni mendapat teman yang memiliki kepedulian di bidang kesetaraan gender. Sehingga mudah mengasosiasikan singkatan LC ke upaya pelecehan konsep gender. Padahal sudah dikasih paham bahwa penamaan LC itu ada sejarahnya bagi kami (bukan kamu).

 Begitu juga pamakaian istilah Jamaah. Itu hanya biar tampil beda. Karena kami mengartikan Jamaah itu kata lain dari komunitas. (sekali lagi ini menurut kami orang kampung, bukan kamu yang orang kampus). Ya, semua ini adalah proses kreatif kami. Jadi, kalau tidak setuju, silahkan kamu berlalu. Kami tak akan goyah oleh tuturanmu.

 Mengawali kementarnya, Mak Cik bilang, Mohon ijin Senior, sebagai usulan untuk singkatan Jamaah Lorong Education sebaiknya Jamaah LE. Janganlah terus menerus mengiring opini public ke LC sebagai Ladies Companion, yang seakan-akan ada suatu “brand market” dari Lorong Education pada penekanan intimidasi pada kata "Ladies" disini.

 Kemudian, komentar pun berlanjut dengan nukilan kalimat dari satrawan LEKRA, Pramoedya Ananta Toer, yang mengatakan bahwa, Tanpa wanita takkan ada bangsa manusia. Tanpa bangsa manusia takkan ada yang memuji kebesaran-Mu. Semua puji-pujian untuk-Mu dimungkinkan hanya oleh titik darah, keringat dan erang kesakitan wanita yang sobek bagian badannya karena melahirkan kehidupan.

 Waduh komentar yang semakin melebar yang tidak pernah terpikirkan oleh anggota Jamaah LC. Termasuk tagar Kesetaraan GEDSI dan Resilience for all, serta “brand market”. sungguh, semua istilah asing itu tak pernah menjadi bahan obrolan anggota Jamaah LC, sambil wedangan. Walaupun konon, Kesetaraan GEDSI itu bagian daripada Implementasi SDG 2030

  “Senior harus dapat bersikap bijak seiringan dengan bertambahnya usia, kalau disingkat pun Lorong Education itu Kan singkatan nya menjadi L E,  yang mana huruf L untuk Lorong dan huruf E untuk Education. Terus kenapa selalu brand market nya Lorong Education digiring ke LC, Ladies Companion kemudian yang disalahkan Para Ladies,” Komentarnya lagi.

 Benar, Lorong Education itu seharusnya disingkat LE. Itu mah singkatan konvensional banget. Sementara kami menggunakan singkatan LC itu karena ada sejarahnya. Sementara yang menggiring ke ladies companion itu adalah mereka yang tidak tahu. Atau mereka yang tidak suka dengan Jamaah LC yang menjadi media jagongan relawan dari berbagai komunitas tanpa memandang status sosial.

 Nyatanya, setelah mereka tahu artinya LC, mereka menjadi paham dan mengakui bahwa kami sangat kreatif dalam membuat singkatan yang menarik. Sementara Mak Cik dan Sengkuni malah sebaliknya, menyalahkan kami yang menggunakan singkatan LC.

 Alfin, salah seorang anggota Jamaah LC, tetiba mak bedunduk berkomentar, Maaf, kami tidak ada maksud untuk menggiring opini kearah situ, apalagi intimidasi seperti yang anda pikirkan. Banyak singkatan yang sama, namun memiliki arti yang berbeda, kami memberikan nama LC itu tidak serta Merta atau sekedar iseng, ada cerita dan alasan tertentu dibalik itu.

 “Yang saya herankan kenapa anda selalu mempermasalahkan hal-hal kecil, dan tidak hanya di grup ini tapi di grup lainnya. Jadi Kalau anda berpikir bahwa kami menggiring opini ke hal yang negatif atau ada intimidasi berarti cara berpikir anda yang perlu diubah,” Kata Alfin, mungkin sambil mecucu karena kehabisan rokok.

 Rupanya pancingan si Sengkuni ini menarik Cak Jie untuk berkomentar dengan nada menghibur Alfin. “Wis Ngalir ae, dadi Banyu Mili dengan Manfaat untuk mengaliri bagi yang membutuhkan sesuai jargon selalu bergerak memberi manfaat.

 “Well, beda pendapat itu hal yang biasa. Bila Kakak bisa geram kenapa saya juga tidak boleh geram, saat kami Ladies selalu dipermasalahkan saat berita tentang Lorong Education dikaitkan dengan LC,  Ladies Companion,” Kata Mak Cik.

 Rupanya, sebagai aktivis gender, Mak Cik masih risau dengan istilah LC, yang olehnya diartikan sebagai Ladies Companion. Padahal, seluruh anggota Jamaah LC, tidak pernah membahas tentang LC yang dimaksud Mak Cik, apalagi gender dalam ber-jagongan-ria.

 “Tapi kenapa anda selalu protes terkait nama/singkatan dari komunitas kami, yang sama sekali tidak pernah mengaitkan Lorong eduCation dgn Ladies Companion. Sungguh itu hanya pikiran anda saja yang belum tahu dapurnya LC, yang berpusat di wilayah Kelurahan Keputih, Surabaya Timur,” Balas Alfin

 Dalam kesempatan itu, Mak Cik juga memberikan ulasan panjang lebar tentang Perempuan dan daya tarik seksualnya menjadi objek dalam beberapa tayangan di televisi, seolah mereka tampil hanya untuk memanjakan mata penonton yang kebanyakan memang menyasar laki-laki.

 “Begitu pun di era media baru, banyak konten yang mengomodifikasi perempuan dan tubuhnya di media sosial. Yang aneh, tidak sedikit perempuan yang justru mengomodifikasi tubuhnya sendiri melalui konten di media sosial maupun di layanan berbayar,” Katanya.

 Ulasan yang mengutip dari hasil kajiannya Barbara L. Frederickson dan Tomi-Ann Roberts, itu pun rasanya tidak ada relevansinya dengan keberadaan Jamaah LC. Karena sesungguhnyalah dalam setiap pemberitaan tentang kegiatan Jamaah LC, maupun opini tentang tingkah polahnya, tidak pernah membahas, apalagi menyudutkan keberadaan profesi Ladies Companion.

 Jika hasil kajian itu menyatakan bahwa ada kesengajaan menggunakan daya tarik seksual wanita, sebagai konten untuk menarik minat warganet laki-laki (konsumen). Nyatanya memang begitu, terus kita mau apa, mau protes ?. Protes kepada siapa ?. sebagai “orang terdidik”, alangkah eloknya jika kajian ilmiah itu dibalas dengan kajian ilmiah pula. Bukan sekedar lempar batu sembunyi tangan.

 Rupanya Mak Cik benar-benar gagal paham dengan penggunaan singkatan LC. Mak Cik yang kaya pengalaman itu menganggap bahwa LC itu pasti singkatannya Ladies Companion. Karena mindset nya sudah seperti itu jadinya ya sulit untuk dipahamkan bahwa Jamaah LC itu jauh berbeda dengan anggapannya.

 Jare Kartolo, “angel wis angel,…angel temen tuturane,”. Kata Brori Marantika, buah semangka berdaun sirih, aku begini engkau begitu sama saja, sementara nDarboy bilang, aku kiri, kowe kanan, wis bedo dalan.

 Rurid Rudianto salah satu fasilitator GEDSI tergelitik juga untuk berkomentar. Menurutnya, kesetaraan gender bukan untuk dijadikan bahan perdebatan apalagi dengan keyakinan masing-masing. Gender itu untuk membangun dialog saling memahami.

 “Maaf lho pendapat saya ini bukan bermaksud menggurui mas Alfin dan Mak Cik.  Ngapunten lho,” Ucapnya dengan sopan untuk menjaga suasana pertukaran komentar tetap kondusif.

 Benar kata pemilik Kedai Kopi Potrojoyo Kepanjen, bahwa masalah beda pemaknaan LC itu "ora iso dibanding-bandingne, yo mesti salah dan akhirnya berbantah"

 Adapun jika ditanyakan “Brand market” yang dibawa Jamaah LC itu apa ?. tentu mereka bingung karena merasa tidak punya itu, dan sudah di jlentrehkan di tulisan yang berjudul Jamaah LC bukan Jamaah Biasa. Jika membacanya dengan hati pasti paham. Namun jika cara bacanya dengan esmosi pasti akan gagal paham.

 Namun Ning Dilla, anggota baru Jamaah LC mencoba menjelaskan, sesuai pemahamannya, bahwa Lorong eduCation (LC) disini membawa brand market yang berfokus pada pemberdayaan dan kolaborasi komunitas dalam upaya penanggulangan bencana, berbasis pada kebutuhan lokal.

 Sebagai mahasiswa MMB Unair Surabaya, Dia menganggap LC memberikan platform untuk pembelajaran, diskusi, dan aksi bersama tanpa batasan struktur organisasi. Melalui kegiatan sosialisasi dan edukasi, LC mempromosikan kesadaran akan resiko bencana serta pemahaman akan langkah-langkah konkret yang dapat diambil oleh individu dan komunitas untuk mengurangi dampaknya.

 Apakah seperti itu yang dimaksudkan dengan “Brand market” itu, tentu saya tidak tahu. Apakah anggota Jamaah yang lain setuju, saya pun juga tidak tahu. Semoga ke depan penyebutan LC tidak akan mengundang polemik yang berkepanjangan. Biarkanlah kami berjalan diatas jalan kami sendiri tanpa pernah mengganggu perjalananmu.

 Begitu juga denganmu, berjalanlah sesuai jalan yang kamu mau tanpa harus mengganggu jalannya orang lain yang punya cara sendiri dalam menikmatinya. Buanglah prasangkamu, karena tidak akan menggoyahkan imanku untuk tetap menggunakan singkatan LC yang sangat bermakna bagi kami, anggota Jamaah Lorong eduCation. Wallahu a’lam bishowab. [eBas-SelasaWage-07052024]

Selasa, 23 April 2024

AKU PERNAH IKUT MERAMAIKAN RAKORNAS PB

    Akhir bulan April, 2024, BNPB punya dua agenda nasional dalam rangka upaya menanamkan budaya sadar bencana, sekaligus membangun ketangguhan masyarakat menghadapi bencana.

    Agenda itu adalah peringatan hari kesiapsiagaan bencana yang jatuh pada tanggal 26 April 2024, dan perhelatan rapat koordinasi nasional (rakornas) penanggulangan bencana. Rakornas tahun ini diselenggarakan di Kota Bandung tanggal 23 - 24 April 2024.

    Peserta rakornas adalah BNPB, seluruh BPBD Provinsi dan Kabupaten/Kota, Lembaga/Kantor terkait, serta lembaga donor. Baik dalam negeri maupun luar negeri yang terkait dengan kebencanaan, serta komunitas/relawan yang diundang.

    Sebenarnya, BNPB memberi kesempatan kepada siapa saja untuk datang meramaikan rakornas, tentunya dengan biaya akomodasi dan transportasi ditanggung sendiri. Termasuk untuk membeli aneka souvenir yang ditawarkan oleh pedagang dadakan yang pandai mencari peluang.

    Aku dan kawan-kawanku juga berminat untuk datang ke Kota Kembang memeriahkan rakornas sekalian jalan-jalan ke Cihampelas mencari perlengkapan “outdoor activity” yang berkelas. Namun dikarenakan tidak memiliki sangu yang cukup, impian itu pun harus dikubur.

    Dulu, entah tahun berapa, aku dan teman-teman relawan dari berbagai komunitas, BPBD Jawa Timur pernah memfasilitasi dua bus untuk meramaikan rakornas di Jawa barat. Namanya gratisan, ya semua peserta yang berkesempatan ikut serta sangat bergembira. Apalagi konsumsinya juga melimpah, menjadi semangat tersendiri bagi kami.

    Sebelum pelepasan di halaman BPBD, kami semua di absen untuk menentukan bus mana kami berada, sekaligus mendapat pembagian kaos oren kebanggaan relawan penanggulangan bencana. Kami diwanti-wanti, agar selama di lokasi rakornas dapat menjaga nama baik Jawa Timur, dengan mengikuti segala agenda panitia.

    Sungguh, setiba di lokasi, kami tak henti-hentinya bergantian berswa foto dengan berbagai gaya, untuk mengabadikan peristiwa langka yang begitu indah untuk dikenang dan dijadikan bahan jagongan.

    Yang lebih menyenangkan lagi adalah, saat di lokasi semua diberi kaos gratis bertuliskan BNPB lengkap dengan logonya. Serta roti untuk dinikmati sambil menyimak acara rakornas. Saking banyaknya roti, teman-teman berinisiatif memasukkan beberapa box roti ke dalam bus untuk dibawa pulang.

    Disela-sela acara, kami pun tidak lupa berburu souvenir yang dijual di sekitar lokasi rakornas. Mulai kaos, jaket, rompi, topi, pulpen, emblem, jam tangan dan baju lapangan yang “eye catching”. Semuanya ada logo BNPB nya. Selain itu juga dijual aneka daster, baju batik dan batu akik, serta aneka jajanan khas Jawa barat.

    Sekarang, di tahun politik ini, BNPB kembali menggelar acara rutinnya berupa rakornas PB, aku dan relawan yang senasib tidak lagi dapat merepat ke lokasi. Cukup mengikuti lewat zoom meeting saja, sambil ngopi, mengenakan kaos oren bertuliskan rakornas yang aku beli di lokasi rakornas dulu, entah tahun berapa. [eBas/SelasaKliwon-23042024]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  

 

    

 

 

 

 

 

RAKORNAS PB SEBAGAI AJANG PEMBELAJARAN PB

 Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana atau Rakornas PB kembali digelar oleh BNPB, dengan mengambil tempat di Kota Bandung, tangga; 23 - 24 April 2024. Tema yang diusung dalam rakornas kali ini adalah “Pengembangan Teknologi dan Inovasi dalam Penanggulangan Bencana”.

 Dengan tema ini diharapkan akan, a). Meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam penanggulangan bencana b). Membantu dalam pengambilan keputusan yang tepat, dan  c). Meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, penanggulangan bencana menjadi lebih responsif dan adaptif.

 Tema ini juga diharapkan dapat memberdayaan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam upaya mitigasi dan membangun kesiapsisgaan secara mandiri untuk menciptakan masyarakat tangguh bencana.

 Dalam sidang yang membahas tema penguatan inovasi daerah dalam tata kelola pra bencana dan pemanfaatan teknologi tepat guna dalam penguatan tata kelola pengurangan risiko bencana. Peserta dari BPBD Kabupaten Magelang, bercerita tentang upaya inovasi yang telah dilakukan dan berdampak pada masyarakat.

 Diantaranya pembentukan program Destana Plus, kerja sama dengan relawan dalam pembuatan alat peringatan dini (early warning System) dipasang di daerah yang memiliki potensi bencana, mendata keberadaan komunitas relawan untuk memudahkan koordinasi dan mobilisasi ketika terjadi bencana. Serta terbentuknya “sister village” secara mandiri untuk memudahkan pengungsian.

 BPBD Kabupaten Magelang juga berhasil mendorong masyarakat memanfaatkan dana Desa untuk kegiatan kebencanaan. Termasuk memanfaatkan aktor lokal untuk diajak bersama dalam upaya pengrangan risiko bencana, maupun penanggulangan bencana, dengan membentuk Relawan Desa.

 Diceritakan pula oleh Cicik, nama panggilan peserta dari BPBD Kabupaten Magelang yang menjadi nara sumber, bahwa jika terjadi bencana, BPBD Magelang hanya  sebagai koordinator saja. Semua dijalankan oleh Dinas terkait. Seperti Dinsos dengan DU nya, Binamarga/PU dengan alat beratnya, dan lainnya.

 Semua bisa terjadi dengan apik itu karena pimpinannya rajin dan pandai membangun koordinasi dengan berbagai pihak. Disamping itu adanya regulasi dan kebijakan pemerintah daerah yang “Pro Bencana” dan dipegang erat bersama para pihak. Seandainya semua daerah bisa seperti Pemda Magelang, pasti menarik,  

 Yang jelas, Magelang memang memiliki ancaman bencana yang nyata dan sewaktu-waktu akan datang menyapa. untuk itulah mau tidak mau Magelang harus membangun ketangguhannya menghadapi Wedus gembel dan batuknya Gunung Merapi. 

 “Magelang memang keren. Kami pernah baksos sunatan masal dan bagi sembako disana, mendapat support dari BPBD, Damkar, IOF, dan lainnya. Termasuk relawan lokal langsung hadir dan membantu mobilisasi peserta sunatan,” Kata Dereck, dari Community Of Rapid Response Emergency (CORRE), dalam komentarnya di grup whatsapp.

 Sungguh, semua BPBD pasti punya inovasi yang dikembangkan dan teknologi yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan programnya. Hanya saja, dalam kesempatan Rakornas tahun ini, BPBD Kabupaten Magelang berkesempatan memamerkan “kelakuannya”. termasuk BPBD Kabupaten Sidoarjo, saat tanya jawab, sempat pamer indahnya kerjasama dengan kampus UNITOMO dalam rangka pelaksanaan KKN Tematik.

 Semoga cerita dari sidang yang membahas tema penguatan inovasi daerah dalam tata kelola pra bencana, dapat mengilhami peserta Rakor FPRB Jawa Timur tahun 2024 di Hotel Savana, Kota Malang, untuk dituangkan ke dalam program kerja masing-masing bidang, yang akan disepakati untuk dijalankan selama kepengurusan masa bakti 2023 - 2026. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/SelasaKliwon-23042024] 

 

 

  

Minggu, 21 April 2024

PERINGATAN HARI BUMI 22 APRIL 2024 DAN PERAN KITA APA

    Bumi hanya satu. Apa yang sudah kita lakukan untuk menjaganya. Untuk tidak membuatnya sakit. Untuk tidak membuatnya luka. Kita semua bisa berperan sesuai kemampuan kita.  Menjaga tetap hijau agar oksigen terjaga. Tetap menjaga tanah dari plastik agar tidak sesak bumi ini dalam bernafas. Menjaga air agar semua tidak kehausan . Dan masih banyak lagi yang dapat dilakukan. Peran kita, Aksi kita, dan bentuk bakti kita sangat dinantikan untuk generasi mendatang,”

    Narasi yang penuh makna di atas, adalah cuplikan dari narasi panjang yang diposting oleh pakdhe Kopros di grup whatsapp, dalam rangka memperingati hari bumi (earth day).

    Melalui narasi di atas, aktivis kebencanaan ini mengingatkan kepada kita semua untuk lebih peduli kepada upaya pelestarian lingkungan alam. Ajakan berbuat sesuatu untuk mengurangi dampak pesatnya pembangunan yang cenderung mengeksploitasi alam untuk kepentingan kehidupan manusia, dengan mengabaikan pelestarian lingkungan alam.

    Sesungguhnyalah, banyak komunitas sosial kemanusiaan yang telah peduli terhadap upaya pelestarian alam dengan berbagai gaya dan caranya sendiri. Mereka telah berbuat nyata melalui gerakannya. Ada gerakan bersih sampah, Gerakan bersih sungai, gerakan menanam pohon, gerakan peduli mangrove, dan banyak lagi yang lainnya.

    Gerakan itu ada yang murni swadaya mandiri antar komunitas. Ada pula yang cerdik menggaet dana corporate social responsibility (CSR). juga ada berkolaborasi dengan lembaga pemerintah untuk melakukan penghijauan di lereng gunung dan bukit yang gundul. Tujuannya satu, menghijaukan lingkungan alam dengan berbagai tanaman. Baik itu tanaman buah maupun tanaman produktif.

    Sungguh, masalah lingkungan memang pelik dan berkelindan dengan berbagai permasalahan politik, sosial, dan ekonomi. Sehingga penanganannyapun hendaknya dilakukan secara multi sektoral dan melibatkan berbagai pihak. Khususnya masyarakat yang dekat dengan lokasi “kegiatan”.  

    Ya, mereka memang harus dilibatkan dalam program agar mereka merasa “melu handarbeni”. tanpa itu, ribuan pohon yang ditanampun akan meranggas mati karena “lingkungan” yang tidak peduli. Apalagi jika program ini diproyekkan, jelas alam pun akan tidak ramah lagi. Ujungnya, aneka bencana pun rawan terjadi.

    Selamat memperingati hari bumi 2024. ayo bersama berbuat sesuatu agar bumi tidak semakin di penuhi sampah yang sulit terurai secara alami. Cara paling mudah dan murah melenyapkan sampah adalah dengan dibakar., namun dapat menimbulkan kebakaran dan polusi.

    Mari kita diskusikan bersama enaknya kita berbuat apa untuk memeriahkan hari bumi ini. Apa hanya diam saja, jagongan  di warkop sambil ngopi ?. Mungkin Pakdhe Kopros punya solusi cerdas untuk dibagi disini agar dapat menginspirasi untuk membuat aksi memperingati hari bumi tahun ini. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/SeninWage-22042024]

  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jumat, 19 April 2024

BINGKISAN LEBARAN DARI MBAK AVIE

 Kemarin, hari kamis kliwon (18/04/2024} pengurus F-PRB Jawa Timur, diundang mbah Darmo, jagongan sekalian rapat terbatas di rumahnya mbak Avie, di Udanawu, Kabupaten Blitar. Rumahnya mbak Avie lumayan besar, sangat representatif untuk jagongan, karena dapat menampung puluhan orang.

 Saya berangkat dari Surabaya bersama Alfin, Aris, dan Bambang, nunut mobilnya Ki Rebo Joko Utomo, yang di supiri oleh Unyil Tajuddin. Menuju rumah mbak Avie, kami ber enam dituntun oleh google map. Jalannya mbrasak-mbrasak dari Desa ke Desa, sehingga cepat sampai di lokasi jagongan.

 Jam 11.27 waktu Kecamatan Udanawu, mobil kami memasuki halaman parkir di samping rumah mbak Avie. Di lokasi sudah ada beberapa pengurus yang datangnya tepat waktu. Diantaranya, mbah Darmo, mbak Sifa, dan Abah Rosid.

 Mbak Avie tidak ikut menyambut dikarenakan kesibukannya melayani pejabat dari koramil dan Polsek setempat, dimana pada hari yang sama ada acara rapat koordinasi. Itu tidak pentingn dan tidak mengurangi makna jagongan. Kami memaklumi, bahwa sebagai pengurus TLCI chapter Surabaya, mbak Avie memang super sibuk. Untungnya suami mbak Avie sangat “welcome” kepada kami semua.

 Sesekali mbak Avie mendatangi kami dan mempersilahkan menikmati kudapan yang tersedia. Ada jajan geplak Jokja, Jelly manis, kurma, ampyang, ceriping pisang, dan masih banyak lagi yang lainnya. Termasuk cekeremes, yaitu kerupuk yang terbuat dari singkong, rasanya gurih kemriyuk.

 Gak nyangka mbak Avie yang pergaulannya sudah dalam tataran internasional, masih berkenan menyajikan cekeremes yang sudah sangat langka keberadaannya, dan kurang terkenal, tidak diminati lidah milenial, mungkin karena namanya yang ndesani. Padahal rasanya enak.

 Mau minta, sungkan, mau tanya belinya dimana, kok ya malu. Akhirnya ya ngaplo, hanya dapat bercerita bahwa di Udanawu sempat makan cekeremes. Kalau tidak salah, saya terakhir makan cekeremes itu tahun 90-an saat ikut program SP3 (sarjana penggerak pembangunan di pedesaan). dimana, saat itu saya ditempatkan di Desa Tawangrejo, Kecamatan Binangun, Kabupaten Blitar.

 Dalam suasana mendung, acara jagongan langsung dipandegani mbah Darmo. Sedang yang didapuk sebagai notulen, adalah Alfin, bukan sekretaris. Pada intinya persiapan rakor sudah matang seratus persen. Termasuk pendataan peserta oleh pengurus yang membidanginya.

 Tinggal koordinasi untuk memastian ketercukupan kuota peserta. Ini penting, mengingat semua peserta rakor mendapat fasilitas dari BPBD Provinsi Jatim yang harus dipertanggung jawabkan.

 Ya, semua personil sudah tahu apa yang harus dikerjakan,  agar rakor yang diselenggarakan di Hotel Savana, Kota Malang sukses menghasilkan program unggulan yang disepakati bersama untuk di tindak lanjuti, sesuai arahan mbah Darmo.

 Sesekali mbak Avie nimbrung memberi masukan dan berbagi cerita tentang aktivitas sosial kemanusiaan yang dijalaninya selama ini. Tidak lupa  mbak Avie juga memanjakan para penggemar kopi dengan menyediakan kopi gingseng tanpa gula.

 Hujan gerimis turun. Sambil menunggu penutupan, peserta berinisiatif menghabiskan makanan yang masih banyak. Diantaranya, opor ayam, dan bakso yang ada tetelennya. Sayang lodeh manisah dan pecel tumpang khas mBlitaran itu, tidak ikut memeriahkan rapat persiapan menuju rakor tanggal 26-27 April 2024 di Kota Malang.

 Begitu juga dengan rengginang, kripik gadung dan opak gapit sebagai jajan primadona lebaran, tidak tampak di meja. Namun semua itu tergantikan oleh bingkisan yang diberikan mbak Avie saat pulang, sebagai oleh-oleh untuk yang di rumah.

 Terimakasih mbak Avie, semoga semua hidangan yang tersaji menjadikan ladang pahala bagi keluarga mbak Avie. Mohon maaf jika apa yang tersaji ludes tanpa sisa karena semua istimewa sesuai dengan selera para peserta.

 Sore itu langit Udanawu tertutup mendung. Ada gerimis tipis mengiringi peserta jagongan berpamitan. Kami pulang lewat jalur Blitar, agar berkesempatan mampir di Kedai Potrojoyo Kepanjen, ngincipi kopi robusta natural, yang ditanam di lereng Gunung Kawi bagian Desa Jambuwer, Kabupaten Malang.

 Begitu juga dengan yang lain, mencari jalannya sendiri menuju rumahnya masing-masing. Teriring harapan agar mbak Avie tidak bosan untuk memfasilitasi pengurus forum jagongan membahas program. Tempatnya tidak harus di Udanawu, bisa di Mojokerto atau di daerah gunung Bromo. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/JumatLegi-19042024]

 

    

 

 

      

 

Kamis, 04 April 2024

FORMALITAS PEDULI FORMALITAS BERBAGI

 Pada bulan suci Ramadhan, umat Islam disarankan untuk meningkatkan jumlah ibadah dan menunjukkan kebaikan kepada sesama dengan berbagai bentuk, sesuai kemampuan. Rupanya, saran di atas sudah menjadi agenda tahunan bagi semua komunitas yang bergerak di berbagai bidang.

 Salah satunya adalah forum bersama lintas komunitas (FORMALITAS), yang mewadahi berbagai komunitas kepecinta alaman, sosial kemanusiaan dan lingkungan. setiap tahun di bulan ramadhan, mereka selalu menggelar Takjil on the road, Sahur on the road, berbagi bingkisan buat yatim piatu dan dhuafa. Bahkan juga menerima dan menyalurkan zakat. 

 Konon, berbagi takjil adalah amalan yang memiliki keutamaan tinggi dan bentuk kepedulian terhadap sesama, sesuai nilai-nilai gotong royong yang dianut bangsa Indonesia. Nabi Muhammad SAW, mengajarkan umatnya untuk selalu memperhatikan dan membantu mereka yang kurang beruntung. 

 Hal ini sejalan dengan Hadist yang cukup populer, yang mengatakan bahwa, "Barangsiapa yang pada bulan itu mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu kebaikan, nilainya seperti orang yang melakukan perbuatan yang diwajibkan pada bulan lainnya. Dan, barang siapa yang melakukan suatu kewajiban pada bulan itu, nilainya sama dengan 70 kali lipat dari kewajiban yang dilakukannya pada bulan lainnya. Keutamaan sedekah adalah sedekah pada bulan Ramadhan." (H.R. Bukhari-Muslim)

 Acara berbagi takjil dengan segala variasinya yang menjadi agenda FORMALITAS itu, merupakan ladang ibadah yang mudah dikerjakan dalam suasana meriah, dan dikerjakan secara bergotong royong. Siapa membawa apa, dengan siapa membantu apa, masing-masing sudah mengerti perannya.

 Semua dilakukan sesuai ajaran yang mengatakan, Barang siapa memberi makanan kepada orang yang sedang berpuasa, akan mendapat pahala yang berlipat ganda. Inilah yang mendorong berbagai komunitas melakukannya dengan bersemangat untuk berlomba menggapai pahala ramadhan, yang sudah memasuki sepuluh hari terakhir.

 Semoga semangat gotong royong untuk berbagi kepada sesamanya lewat kegiatan berbagi takjil, dapat menginspirasi tumbuhnya rasa kepedulian yang lebih luas lagi. Termasuk peduli terhadap upaya pelestarian alam yang semakin rusak, yang kemudian melahirkan potensi bencana yang tidak terduga.

 Oleh karena masalah bencana itu merupakan urusan bersama, maka sudah waktunyalah masing-masing komunitas membuka diri untuk berkolaborasi dalam upaya pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim, melalui kegiatan pelestarian lingkungan alam, yang merupakan agenda rutin dari komunitas yang tergabung dalam FORMALITAS.

 Semoga pula, rasa peduli terhadap sesama yang telah diwujudkan dalam program berbagi takjil, dapat dilanjutkan dengan kegiatan sejenis di kemudian hari, dengan tetap melakukan koordinasi agar tidak terjadi miskomunikasi. Salam Tangguh, Salam Lestari. [eBas/KamisLegi-04042024]

 

 

 

 

 

 

 

Rabu, 03 April 2024

DI BALIK CERITA RELAWAN DI PULAU BAWEAN

 Alhamdulillah gempa yang menggoyang Pulau Bawean sudah reda. Relawan dari berbagai komunitas yang ikut sibuk respon darurat, sudah mulai balik kanan, menyudahi misi kemanusiaannya. Namun masih ada beberapa relawan yang nekat tinggal disana untuk beberapa waktu, sesuai kebijakan lembaga yang menaunginya.

 Yang jelas aksi respon darurat yang dilakukan sudah selesai sesuai dengan tujuan masing-masing komunitas. Semua bantuan untuk penyintas sudah diberikan kepada yang berhak, begitu juga dengan program layanan dapur umum dan distribusi logistik, juga telah tuntas dilakukan. Bahkan relawan yang ditugaskan BPBD Provinsi Jawa Timur juga telah menyelesaikan assessment fasilitas umum yang terdampak gempa Tuban.

 Sementara yang sudah balik kanan, idealnya saat ini sedang dalam masa recovery. Sejenak istirahat melepas penat, menata jiwa, raga, dan dana, sebelum tugas-tugas kemanusiaan memanggil kembali.

 Kembali cangkruk’an, berkumpul dengan sesama relawan. Sambil ngopi berbagi cerita selama berada di lokasi bencana. Tentu ceritanya akan berbeda antara relawan yang satu dengan lainnya. Sesuai sudut pandang masing-masing, yang tidak mungkin sama.

 Semua cerita indah itu hendaknya dijadikan bahan evaluasi untuk dijadikan bahan pembelajaran di kemudian hari. Misalnya, adanya cerita tentang koordinasi dengan para pihak yang sulit terkait dengan keposkoan (mungkin maksudnya SKPDB).

 Padahal, konon SKPDB ada, tapi tidak berjalan sesuai tupoksinya. Ini mungkin karena yang masuk dalam SKPDB bukan orang yang membidangi, asal tunjuk aja, terkadang karena faktor kedekatan atao unsur politik, sehingga mengakibatkan amburadulnya penanganan darurat bencana.

 Fungsi komando terkadang tidak berjalan. Bisa jadi karena ada kepentingan terselubung atau tekanan dari pejabat tertentu, bisa juga hanya sekedar formalitas saja untuk mencairkan dana TD/BTT, wallohu a’lam,” Katanya sambil nyruput kopi jahe pamekasan.

 Ada juga oknum yang main serobot, mengklaim bahwa dialah yang menata shelter di beberapa titik. Padahal yang mengerjakan itu pihak lain. Entah apa maksudnya. Mungkin karena ketidak tahuan atau merasa berkuasa.

 Sementara ada relawan yang melihat ketidak adilan. Dimana rumah yang rusak tidak mendapat bantuan, sementara yang tidak begitu rusak malah sering mendapat bantuan dari berbagai pihak.

 “Konon, keberadaan SK Tanggap Darurat juga tidak jelas siapa yang memegang. Termasuk adanya posko logistik dan posko koordinasi yang dibagi di dua titik,” Kata relawan yang lain dengan ekspresi wajah tidak paham.

 Sayangnya praktek ini tidak dilaporkan dengan disertai bukti otentik. Jangan-jangan relawan tidak tahu harus lapor kemana. Padahal, jika tidak salah ingat, materi manajemen keposkoan (SKPDB) sudah pernah dijadikan materi diklat yang diikuti oleh para pihak.

 Namun entah kenapa, setiap terjadi bencana, selalu saja ada kendala dalam pelaksanaannya. Termasuk penggunaan kata Trauma Healing yang sudah diganti dengan istilah Layanan Dukungan Psikososial. Tapi entah kenapa banyak pihak, masih setia menggunakan kata Trauma Healing.

Sementara itu, terkait dengan keberadaan Desk Relawan, dikatakan bahwa semua lembaga/organisasi/instansi ataupun individu saat ikut respon darurat, dalam SOP nya harus laporan dulu ke posko, untuk diketahui dan terdata jumlah personilnya, logistik yang dibawanya, dan kapasitas yang dimiliki, serta data pendukung lain. 

 “Ini penting. Agar posko nantinya  bisa memobilisasi sesuai dengan kebutuhan di lapangan, untuk menghindari kesenjangan yang ada dan penumpukan relawan di satu titik. Inilah tujuan Desk Relawan itu,” Ujarnya menambahkan.

 Namun fakta di lapangan, tidak berjalan sesuai yang diharapkan, karena kurangnya SDM baik dari pemerintah maupun unsur masyarakat, masih tingginya ego sektoral dari masing-masing pihak, dan juga kurangnya pemahaman terkait tupoksi dari Desk Relawan itu sendiri. Termasuk tindak lanjutnya.

 Begitulah sepenggal cerita relawan yang berkesempatan ikut respon bencana gempa Tuban di Pulau Bawean. Tentu, masing-masing relawan punya kesan sendiri yang akan menarik jika diceritakan sebagai pengalaman yang indah. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/Selasa-03042024]