Senin, 23 Maret 2020

AKU TELAH DI REMOVE OLEH SANG PROFESOR


Hari ini, selasa wage (24/3) aku telah di remove dari grup MTI, sebuah grup whatsApp yang berisi berbagai orang pinter dibidangnya. Aku dikeluarkan karena dianggap nakal memposting berita hoax. Gak tanggung-tanggung yang meremove itu bukan orang sembarangan, bukan sekedar admin grup, dia seorang pakar tapi bukan guru besar. Dosen ITS yang dilabeli masyarakat sebagai ahli gempa. Banyak masyarakat bahkan pejabat menaruh hormat karena prediksinya selalu tepat dan hasil penelitiannya akurat. Ya, wabah corona tidak hanya membawa kematian para penderitanya. Gegara corona pula telah memakan korban anggota grup di remove, agar perilakunya tidak menular ke anggota yang lain.

Sungguh dikeluarkan dari grupnya orang cerdik pandai ini sangat menyakitkan dan menjadikan petaka tersendiri. Karena tertutuplah salah satu sumber informasi terkini tentang berbagai hal. Mulai dari issue gempa Surabaya yang sempat mencemaskan warga, tentang peninggalan sejarah yang dihubungkan dengan ilmu kebencanaan masa lalu, sampai masalah wabah corona yang saat ini sedang hangat dibahas oleh semua orang.

Ya semua orang, saat ini telah menjadi pengamat dan komentator masalah corona. Berbagai teori, dugaan, pendapat, harapan, saran, usulan tentang penanganan corona dilontarkan seolah-olah paling benar sendiri. Bahkan apa yang telah dilakukan oleh pemerintah pun dianggap kurang benar secara teori. Dianggap tidak melalui kajian teori, seperti penelitian yang dilakukan dosen.

Ya, seharusnya begini, hendaknya begitu sesuai mazhab kampusnya. (lain kampus memang sering kali berbeda mazhab). Seakan mereka lupa bahwa teori itu seringkali bertabrakan dengan kebijakan. Apalagi jika sudah diwarnai kepentingan politik. Maka suara pakar yang lebih top pun sering kali dikalahkan. Dalam beberapa kasus, suara pakar pun bisa berseberangan. Karena yang satu dibayar dan lainnya tidak. Ini nyata dan bukan hoax. Yang menganggap ini hoax berarti koplax.

Dengan dikeluarkannya diriku dari grupnya sang professor ITS yang bertepatan dengan suasana hari raya nyepi ini, mungkin cara Tuhan menampar agar aku berkaca diri, memperbaiki diri untuk tidak nakal lagi. Kalau bergaul dengan “orang kampus” ya harus berdasarkan data,  didukung teori dari berbagai referensi, agar tidak mampus sebelum oleh admin dihapus. Orang jawa bilang, aku ketiban awu anget, konangan nyebar hoax, sementara anggota lain yang pernah melakukan tidak konangan, aman-aman saja. Hahahahasem.

Sungguh sebagai pakarnya pakar yang merangkap admin, tentu dia tidak suka dengan berita hoax menghiasi grup. Sehingga ketika ada anggota grup yang berani menyebar hoax, maka sebagai pendiri grup MTI langsung bertindak tegas. Remove dari grup, tanpa ada diskusi panjang dengan para admin lainnya. karena admin lainnya juga takut di remove jika berani berseberangan paham dengan sang professor. Ya, sesama admin memang harus saling menjaga dan membela.

Saranku kepada anggota grup MTI yang konon dilahirkan di Taman Bungkul beberapa tahun yang lalu, jangan seenak udel berkomentar atawa posting di grup ini. Ini bukan grup biasa, tapi grup luar biasa yang berisi para akademisi, praktisi dan birokrat yang kritis sesuai kaidah ilmiah. temanku bilang, jika adminnya suka meremove itu tanda grupnya menuju pseudo democacy. 

Ingat hampir seluruh adminnya sangat tawaduk kepada sang professor. Jika kalian nakal, maka nasibmu akan seperti nasibmu, di remove oleh sang dosen pakar yang sangat “menikmati” dipanggil pak profesor dari para koleganya, termasuk anggota grup, padahal sungguh dia masih doktor (kata tetanggaku yang juga dosen ITS). Terimakasih prof atas ketegasan meremove diriku, Doaku, semoga Tuhan memberi kesempatan kepada prof menjadi prosesor sungguhan yang bijaksana. Wallahu a’lam. [eBas/angrem di rumah kena giliran BDR]
    

1 komentar: