Senin, 30 Maret 2020

CELOTEH PANJANG BANG TEZAR


Ceritanya tuh saya hanya mengkoleksi aneka komentar dari kawan-kawan yang punya gagasan hebat di grup WhatsApp, seperti dari Yeka Kusumajaya, Huda Obis Camp, Azelin dan Dian Harmuningsih, serta komentar lain yang tidak mungkin saya tulis satu-satu. Karena semuanya mempunyai keunikannya masing-masing,

Misalnya, Yeka Kusumajaya bilang bahwa “Saya hanya ingin berpendapat bahwa Corona ini penanganannya tidak seperti bencana pada umumnya. Misalnya longsor atau erupsi gunung api. Penanganannya harus lebih spesifik dan hati-hati kalau melibatkan relawan yang pengetahuan dan kemampuannya belum banyak,”

Yeka yang alumni Unisma, juga mengatakan, seberapa besar support pemerintah terkait Corona terhadap relawan yang dilibatkan dalam penanganan Corona. Adakah jaminan dan ketersediaan APD untuk teman-teman di lapangan. Sehingga bisa bekerja secara maksimal tanpa rasa kawatir.

Sedangkan Huda Obis Camp, mengajak relawan untuk waspada terhadap Corona. Dalam postingannya dia menganjurkan relawan untuk ‘tiarap dulu’,  konsentrasi pada kesehatan diri dan keluarga. Pemerintah beserta aparatnya sudah turun tangan melakukan pencegahan, penyelamatan dan rehabilitasi. Mohon utamakan keselamatan diri dan keluarga.

Saya pikir sayang jika komentar yang hebat itu berlalu begitu saja, karena buah pikir yang hebat itu pasti banyak manfaatnya untuk pembelajaran kita ke depannya. Bisa juga untuk bahan evaluasi diri, untuk bersama belajar berorganisasi. 

Untuk itulah, dari pada hilang ketumpuk komentar dan postingan yang lain, saya coba merangkai dengan ilmu ‘Othak Athik Gathuk’ yang hanya memerlukan ketekunan untuk menyambung kalimat menjadi narasi yang bisa dipahami (bisa juga dipaido). Jadilah postingan dengan kemasan baru, tapi intinya sama.

Ternyata Tezar, seorang relawan lawas Kota Malang berkenan mengomentari narasi ini dengan panjang lebar, sesuai pengalaman dan harapannya.

“Wah keren pak Dhe,  iki Luar biasa...jooos Bahasa langitan lek jare Cak Apan,” Katanya mengawali komentarnya dengan dialek malangan yang kental.

Masih menurut pria berkaca mata ini, Narasi tersebut Kalo dilihat dari atas emang kayak gitu pak Dhe. Pol bener gak ngecap,  Tapi kondisi di lapangan adoh tekan kono pak Dhe. Jauh panggang dari api. Kami yang kata mas Yeka relawan nekad, sudah koordinasi dan bahkan laporan kepada BPBD setempat dan siap diajak kerja bareng. Tapi nyatane di senggol ae ora. Ada juga yang selalu diajak BPBD, tapi itu lebih karena kedekatan dengan beberapa person aja, sedangkan yang gak kesenggol blas yo lumayan banyak. Cobak sekali-kali pean dulino nang Malang, cek ne weruh dewe.

“Tapi sekali lagi. Kita nekad tapi gak bodoh lek jare arek-arek. Mereka selalu melakukan mitigasi dulu daerah yang akan kita bantu. Lengkapi APD, Siapkan bahan dan logistik, terus jalan,” Kata shohibnya ning Chica bersemangat menelanjangi realita lapangan.

Terkait dengan sifat kenekatan relawan, Sam Yeka, Mbak Dian, dan Gus Yoyok Al-mBangilan, mengingatkan agar tetap hati-hati, jangan memaksakan diri dan lengkapi dengan alat perlindungan diri sebelum ikut beroperasi. Namun sebaiknya, sesuai anjuran pemerintah, berdiam diri saja di rumah, menikmati social distancing dan physical distancing untuk memutus mata rantai covid19.

“Benar sekali, masalah tenaga, dana, dan sarpras. Sungguh, Lek gak ada dana  kami diam. Tapi lek gak due, kita berusaha untuk mendapatkannya, entah bagaimana caranya, yang penting berusaha bersama-sama. Itu semua karena wis kadung kepanggil nuraninya berbuat sesuatu untuk sesama, seperti kata kak Dian, Koordinator SRPB,” Sambungnya.

Panggilan jiwa yang tidak bisa di bendung lagi. Ngenteni ajakan mereka yo sue. Mumpung onok donatur sing gelem berpartisipasi, yo jalan membantu sesama. Ya disitulah daya tarik terjun langsung di lapangan sangat besar, tampak heroiknya yang kadang diwarnai dengan sikap nekat. Baru akan menjadi masalah ketika relawan model cul-culan ini mengalami hal-hal yang tidak diinginkan.  Disinilah perlu adanya acara duduk bareng antar relawan, kemudian pihak BPBD memberikan pembinaan dalam rangka memahamkan Perka BNPB nomor 17 tahun 2011.

Dalam komentar yang lain, Tezar mengatakan bahwa keberadaan relawan itu bisa dikategorikan ke dalam tiga mazhab. pertama  Relawan bentukan pemerintah yang dibina instansi tertentu dengan peraturan tersendiri sebagai payung hukumnya.  Sehingga cara kerjanya sudah jelas tertuang dalam tupoksi dan semua kegiatan selalu berbekal surat perintah dan anggarannya. Jadi wis jelas onok sing dijagakno. Sing penting budal mesti bayaran.

Ke dua, Relawan yang tergabung dalam organisasi gede. Ini juga jelas program dan tugasnya, sesuai visi misi organisasi. Sehingga ketika terjadi bencana, bisa langsung bergerak tanpa menunggu proses administrasi yang ribet, karena semuanya sudah ditanggung manajemen.

Golongan ini kadang ada yang egonya tinggi gak mau direcoki, gak mau diajak kerja bareng dan tidak mau diajak berkolaborasi membangun sinergi, karena sudah merasa kaya, punya segalanya dan keminter, walau memang ada yang pinter beneran.

Yang ke tiga, masih kata Tezar dengan dialek malangan, Iki sing angel. Relawan nekat pol gak duwe opo-opo tapi pengen bergerak berbuat sesuatu untuk kebermanfaatan sesama. Rodok ngeyel tapi muni relawan yang bergerak sendiri dengan modal mandiri atau ada donatur yang mendukung.

Golongan ini biasanya malas berkoordinasi dan sulit dipantau pergerakannya. Prinsipnya segera menolong apa yang perlu ditolong dengan penuh semangat suka cita untuk kemudian balik kanan, pulang tanpa perlu laporan. Itulah kepuasannya. Mereka kurang peduli dengan aturan administrasi, sehingga sering terkesan tidak terurus dan gak ngurusi terhadap aturan-aturan yang ditentukan.

Namun demikian, mereka ini juga relawan yang bekerja sukarela membantu upaya penanggulangan bencana, menolong sesama. Kebanggaan mereka adalah ketika upaya yang dilakukan berhasil. Itu saja tanpa tendensi lainnya, semua atas nama ikhlas dan tulus untuk kemanusiaan. kondisi yang demikian Ternyata banyak dimanfaatkan oleh oknum tertentu.

“Jangan kaget, aktivitas kerelawanan itu penuh cerita. Seperti adanya relawan yang hanya sekedar nyari-nyari dan cari muka mencari kesempatan dan keuntungan pribadi, pahamlah pokok e. Masio senior yo ono sing koyo ngono. Nggedabrus thok memberi harapan palsu nang mereka yang dianggap yunior.” Katanya.

Sungguh, sebuah pengalaman yang sangat berharga untuk pembelajaran. Perlu kiranya ada pihak yang bisa menggelar sebuah pertemuan untuk membedah apa yang diceritakan Cak Tezar agar ke depan, dunia relawan benar-benar dapat membersamai BPBD dalam menjalankan misi kemanusiaan tanpa ada upaya ‘menyelingkuhi’ ketulusan niat relawan dalam kerja-kerja kemanusiaan.

“Menggerakkan relawan sebenernya simple lho Pak Dhe. Cukup onok fasilitas transportasi dan logistik wae wis lebih dari cukup menyemangati mereka dalam melakukan kerja-kerja kemanusiaan. Yang penting ada dialog yang terbuka, agar tiada dusta diantara kita.” Kata pria ganteng yang kini memelihara jenggot dan kumis, mirip Iwan Fals.

Berharap segala celotehan Cak Tezar ini bisa menginspirasi kita semua bahwa relawan itu unik dan kaya warna, penuh cerita yang tidak pernah ada selesainya. Karena cerita itu akan selalu berbeda dari masa ke masa dan dari daerah yang satu dengan daerah lainnya. hal ini terjadi karena ada kepentingan yang melatari dari kegiatan kerelawanan itu sendiri. Makanya jorgon yang bilang bahwa relawan itu berhasil tidak dipuji, gagal dimaki dan sakit salah sendiri, tampaknya benar adanya. Wallahu a’lam. [eBas/menjalani BDR-Covid19/senin kliwon-30032020]

1 komentar:

  1. Kawan-kawan yang saya banggakan,
    Setelah memyimak dengan seksama tausyiah dari Abah Huda Obis dan Ustat Yeka Palu, serta petuah dari pemilik Joglo Kadiren tadi siang, bisa saya simpulkan bahwa:

    1. Partisipasi kawan2 dalam giat Berantas Corona di berbagai daerah , sangat membanggakan dan perlu dilaporkan kepada Dan Satgas Siaga Corona Kab/Kota, termasuk BPBD setempat.

    2. Diharapkan kawan2 yang berkesempatan melakukan aksi nyata nyemprot fasum/fasos di daerahnya harus dalam kondisi sehat jiwa raga dan melengkapi diri dengan APD (baik milik sendiri atau yang disediakan posko setempat).

    3. Semua gerakan kawan2 harus sepengetahuan Dan Satgas Kab/Kota, BPBD, dan Dinkes (sukur2 semua OPD yang terlibat dalam Satgas) agar mereka tahu kemuidan mau bergerak bersama dan memfasilitasi (membersamai) gerakan kawan2. Karena merekalah sejatinya garda terdepan yang menangani wabah Corona ini. Bukan relawan. karena relawan itu sifatnya membantu. Bukan pemain utama.

    4. Ikuti semua ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah agar tidak dinilai jalan sendiri dan terhindar dari upaya pemanfaatan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

    5. Jangan memaksakan diri untuk terjun ke lapangan jika kondisi (tenaga, dana, sarpras) tidak mendukung, mengingat Corona ini bukan bencana biasa.

    Hal ini penting agar tidak terjadi tumpang tindih dan adanya transparansi Gerakan Siaga Corona dari semua OPD yang terlibat. Karena kondisi yang serba darurat ini, memungkinkan Dan Satgas setempat menggunakan dana siap pakai (dana on call) untuk kegiatan operasional.
    Mari kita siapkan diri untuk kegiatan2 pra bencana melalui edukasi langsung maupun tidak langsung tentang upaya pengurangan risiko bencana.
    Tetap berkomunikasi tukar informasi melalui online (daring) terkait dengan masalah potensi bencana alam di daerah kawan2.

    BalasHapus