Minggu, 19 April 2020

CANGKRUK’AN SEBAGAI PROSES PEMBELAJARAN


Entahlah, kebiasaan cangkruk’an itu siapa yang memulai dan sejak kapan ada di Negara kita ini. Tampaknya  cangkruk’an itu kebiasaan yang turun temurun. Diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Begitu seterusnya. Mungkin yang berbeda adalah gayanya. Karena sesungguhnyalah gaya itu mengikuti perubahan jaman, yang dipengaruhi oleh ragam komunikasi yang semakin canggih.

Dalam Ilmu sosial dikatakan bahwa manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan sesamanya untuk berbagi rasa, bertukar pikiran dan kehendak, baik secara langsung maupun tidak langsung, salah satu media untuk berinteraksi adalah cangkruk’an.

Cangkruk’an sangat menyenangkan karena di sana terjadi perbincangan yang setara, dan peningkatan relasi persahabatan. Cangkrukan merupakan ruang publik yang dapat dimanfaatkan sebagai wahana komunikasi, tempat bersosialisasi,  tukar informasi, dan juga sebagai tempat hiburan rohani yang murah meriah.

Tempatnya bisa di mana saja yang penting nyaman dan cocok untuk mengobrol bersama-sama dalam waktu tertentu. Pada saat cangkruk, materi obrolan bisa apa saja, dari satu topik pembicaraan ke topik pembicaraan lainnya, mulai dari berita politik, bencana alam, sampai gossip tentang relawan lain atau tentang kehidupan artis yang kawin cerai dan selingkuh, yang dianggap sebagai obat awet muda.

Dengan kata lain, kebiasaan cangkruk bagi penggemarnya, sangat dinantikan karena di sana ada pertukaran ilmu, wawasan, pengetahuan, informasi-informasi penting bagi kemajuan hidup, dan berbagai hal yang bersifat positif dan konstruktif bagi kehidupan bersama. Ya, semua orang pasti suka cangkruk. Termasuk komunitas relawan.

Cangkruk’an, bagi komunitas relawan tanpaknya sudah merupakan hal yang ‘wajib’ dilakukan disamping pertemuan yang diagendakan dalam kaitannya dengan program. Seperti diketahui bahwa seseorang bergabung ke dalam sebuah komunitas itu biasanya untuk mewujudkan kebutuhannya dalam konteks sosial sebagai anggota komunitas.

Lewat cangkruk’an. Komunitas membantu seseorang dalam memenuhi sejumlah kebutuhannya, seperti kebutuhan untuk belajar bergaul, belajar berkomunikasi, bersahabat, dan beaktualisasi diri, Mungkin juga untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. karena motivasi seseorang itu beragam.

Ya, cangkruk’an sebagai sebuah pertemuan informal yang kental dengan suasana persahabatan, sangat mungkin menjadi media pembelajaran secara informal diantara mereka. Khususnya masalah kerelawanan dan kerja-kerja kemanusiaan yang menjadi kepeduliannya.

Disana, mereka saling bertukar pengalaman dan berbagi informasi, sambil nyruput kopi. Yang lebih berpengalaman membagikan pengalamannya dengan gaya tutur yang khas. Sementara, yang kaya informasi mengimbaskan informasinya agar diketahui. Siapa tahu, dari situ muncul kegiatan kreatif. Sehingga cangkruk’an bermakna sebagai wahana saling menginspirasi sesama relawan untuk merancang sebuah kegiatan bersama.

Ya, biasanya, dalam cangkruk’an itu, yang dianggap kaya pengalaman selalu menjadi pusat perhatian. Semua yang hadir menyimak apa yang dikatakan dan semua yang diceritakan. Inilah proses pembelajaran informal dalam upaya pewarisan nilai-nilai hidup sebagai seorang relawan kemanusiaan serta pengalaman dan informasi yang bisa dijadikan pedoman oleh relawan generasi baru.

Melihat strategisnya kegiatan cangkruk’an, maka pengurus SRPB JATIM selalu memanfaatkan moment ini untuk menebar pesan moral dan etika bermasyarakat. Siapa tahu bisa dimanfaatkan oleh relawan milenial yang akan menggantikan peran relawan kolonial yang mau tidak mau, karena faktor umur, harus mundur memberi kesempatan kepada lainnya tampil di atas panggung kehidupan sesuai jamannya. Wallahu a’lam bishowab. Salam Tangguh, Salam Kemanusiaan. [eBas/MingguKliwon-19042020]











Tidak ada komentar:

Posting Komentar