Rabu, 22 April 2020

ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL MENCOBA BERJEJARING MENANGANI COVID-19 (YANG SEMPAT TERCATAT DARI SEMINAR ONLINE)


“Tampaknya organisasi masyarakat sipil (OMS) belum dianggap penting oleh para pengelola gugus tugas percepatan penanganan covid-19, bahkan juga pemerintah setempat. Sehingga masih enggan mengajak OMS/LSM untuk bersama-sama duduk bersama mencari solusi penanganan covid-19 beserta dampak ikutannya,” Kata seorang peserta seminar web ke enam (webinar 6), dengan tema OMS/LSM dan kerjasama multisektoral dalam konteks pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Bahkan, menurut peserta lain dari daerah Sumatera, ada kesan penanganan covid-19 akan dikerjakan sendiri oleh pemerintah. Oleh karena itu, tambahnya, perlu segera diambil langkah untuk mengorganisasikan seluruh OMS secara mandiri untuk bergerak melakukan kegiatan penanganan covid-19. Termasuk di dalamnya menyiapkan sumber daya manusia, sarana prasarana, dan dana penungkang operasional.

Untuk itulah kawan-kawan yang dekat dengan Kementerian terkait hendaknya bisa mendorong agar OMS bisa masuk sebagai pendamping bersama gugus tugas melaksanakan penanganan covid-19 secara terpadu melibatkan semua elemen masyarakat (istilah BNPB adalah pentahelix). Khususnya penanganan saat PSBB.

Kegiatan yang diselenggarakan hari selasa (21/4) secara online itu merupakan kegiatan yang rutin dilakukan untuk membulatkan gagasan agar bisa segera beraksi. Dari daftar kehadiran, tampaknya mereka merupakan anggota OMS/LSM yang telah punya nama dan kiprahnya pun sudah dikenal khalayak (baik secara nasional, regional,maupun lokal).

Pertanyaan yang diajukan untuk bahan seminar ini adalah, langkah apa yang diperlukan untuk mendorong koordinasi OMS/LSM dengan gugus tugas dari pusat dan daerah.
Pertanyaan ini sebagai upaya memperlancar jalinan koordinasi dan komunikasi diantara ke duanya. Paling tidak, diharapan agar orang-orang yang berada di dalam gugus tugas itu mau berkoordinasi dengan OMS/LSM yang membantu pemikiran dan pendampingan dalam melaksanakan tugasnya, serta berkomunikasi dengan komunitas relawan yang telah membantu di lapangan selama ini.

Dengan kata lain, banyak dari peserta seminar webinar ini berharap agar mereka yang terlibat dalam gugus tugas rajin mengajak berkomunikasi mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan penanganan covid-19 yang kemungkinan akan terbagi dalam klaster (tentunya melihat perkembangan wabah dari Wuhan ini). Termasuk berkoordinasi untuk meningkatkan kapasitas dan keterlibatan OMS/LSM dan komunitas relawan dalam pembahasan kebijakan. Sehingga penanganan kepada warga yang terdampak PSBB akan lebih efektif  serta dapat mencegah timbulnya ‘gesekan’ di masyarakat.

Di dalam kegiatan yang difasilitasi oleh OXFAM, sebuah organisasi nirlaba yang berfokus pada pembangunan penanggulangan bencana dan advokasi, tercetus ajakan untuk segera mengidentifikasi organisasi yang mau diajak bergabung dan berjejaring, dengan mempertimbangkan factor SDM, sarpras, dan dana pendukung. Serta mengidentifikasi keberadaan organisasi perangkat daerah yang dilibatkan dalam gugus tugas percepatan penanganan covid-19.

Diakhir seminar, perbincangan yang sempat tercatat adalah adanya sangkaan bahwa penyerapan anggaran penanganan covid masih rendah, sehingga perlu peran OMS/LSM dalam membantu menggunakan anggaran untuk kegiatan pembantuan program penanganan covid-19. Disamping itu juga perlu melibatkan pekerja pendamping dana desa dalam jejaring OMS/LSM.

Entah apa maksudnya, yang jelas perlunya dibangun hubungan kelembagaan antara OMS/LSM dengan instansi pemerintah. Buka sekedar hubungan individual dan insidental saja. karena, sering kali terjadi hubungan individual itu berakhir ketika kepala instansi berganti, sehingga harus membangun hubungan dari nol lagi.

Kemudian yang menarik lagi adalah , adanya permintaan lewat sudat agar BNPB mengeluarkan perintah agar gugus tugas covid-19 berkoordinasi dengan OMS/LSM, dan OPD (serta komunitas relawan ?) setempat agar penanganan covid-19 terasakan progresnya. Sehingga masyarakat yang terdampak akibat pelaksanaan PSBB tidak bergejolak yang berujung kerusuhan sosial.

Sungguh seminar yang dikomandani oleh Pujiono centre ini menjadi wawasan baru bagi komunitas relawan yang berkutat pada bidang kemanusiaan secara mandiri tanpa harus tergantung pada bantuan pihak lain, sehingga kerjanya pun semampunya tanpa target yang ditetapkan secara professional.

Semoga semakin banyak komunitas relawan yang mengikuti seminar semacam ini dalam rangka membuka cakrawala baru bahwa kerja-kerja kemanusiaan itu senyatanya bisa dijadikan mata pencaharian yang menjanjikan. Kita tunggu seminar berikutnya, jangan lupa siapkan secangkir kopi, sebelum mengikutinya. Salam Tangguh, tetap menginspirasi untuk peduli. [eBas/RabuPon-22042020]




1 komentar:

  1. apakah OMS dan LSM itu berbeda ? bedanya dimana ?

    sementara komunitas relawan itu kira2 lebih cenderung masuk kategori OMS atau LSM ya ?

    mungkin, yang jelas persamaan dari OMS, LSM dan Komunitas Relawan itu adalah bekerja pada akar rumput memberikan advokasi dan pertolongan/bantuan atas nama kemanusiaan

    BalasHapus