Rabu, 15 April 2020

DISKUSI ONLINE PERAN ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL DALAM PENANGANAN COVID-19


Sesungguhnyalah, peran masyarakat sipil (selanjutnya disebut komunitas) dalam upaya mencegah berkembangnya virus yang datang dari Wuhan itu, sudah dilakukan.

Mereka melakukan dengan caranya sendiri. Ada yang  urunan diantara mereka, ada pula yang disokong oleh donatur. Bahkan ada yang didukung oleh anggaran lembaga tertentu. Bentuk kegiatannya, antara lain penyemprotan disinfektan ke fasilitas umum, pembuatan bilik semprotan, membagikan masker dan hand sanitizer kepada masyarakat.

Pemerintah pun tidak tinggal diam. Presiden langsung menunjuk kepala BNPB menjadi ketua gugus tugas percepatan penanganan covid-19, dengan membentuk posko nasional. Konon, posko diisi oleh berbagai elemen kementerian/lembaga. Disusul berdirinya posko di tingkat provinsi, kabupaten/kota, bahkan sampai kecamatan dan desa/kelurahan (teorinya sih begitu, tapi belum semua begitu).

Pertanyaannya kemudian, bagaimana hubungan antara gugus tugas dengan komunitas relawan (OMS/LSM) yang secara mandiri telah berbuat mandiri melakukan kegiatan penanganan covid-19. Karena di lapangan, koordinasi dan komunikasi antar elemen pentahelix ini belumlah tampak.

Ketidak jelasan inilah yang oleh Pujiono centre dijadikan bahan diskusi online yang diadakan selasa (14/4), untuk menampung kegelisahan aktivis OMS/LSM, juga komunitas relawan terhadap keberadaan gugus tugas yang kurang komunikatif dalam aktivitasnya.

Oleh Pujiono centre, permasalahan di atas dikemas dalam tema “Struktur dan mekanisme koordinasi serta tindakan kongkrit seperti apa yang perludilaksanakan oleh gugus tugas nasional, daerah dan di desa untuk mengoptimalkan kerja sama dengan OMS/LSM dalam rangka pelaksanaan pembatasan sosial beskala besar.

Banyak sekali yang bertanya, apakah keberadaan posko OMS/LSM yang akan diaktifkan itu, tidak bertabrakan kepentingan dengan posko Gugus tugas ?. Kemudian, OMS/LSM yang bagaimana yang terlibat/dilibatkan dalam posko ?. entah siapa yang bisa/berhak menjawab. 

“Ingat lho ya, keberadaan posko itu tidak hanya memikirkan masalah covid-19 saja. seperti jumlah ODP, jumlah PDP, positif, sembuh dan meninggal saja. tapi yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana mengatasi dampak ikutan yang ditimbulkan covid-19. Seperti masalah sosial ekonomi yang bisa memicu kerusuhan sosial,” Kata seorang peserta yang merasa kelurahan/desa belum banyak yang mendirikan posko sesuai harapan dari buku Desa Tangguh Covid-19, dan Protokol Relawan Desa Lawan Covid-19.

Artinya, Dampak pandemi covid-19 bagi kehidupan sosial ekonomi rakyat kecil perlu dipikirkan oleh posko. Termasuk mereka yang baru kena PHK, belum pernah terima bantuan apa-apa, dan belum mendapatkan kartu pra kerja. Posko juga berupaya memotivasi sekaligus memperkuat solidaritas antar elemen pentahelix untuk mengatasi masalah sosial ekonomi yang jika tidak segera diantisipasi bisa memunculkan kerawanan yang tidak diinginkan.

Untuk itulah, mereka yang diamanahi mengendalikan Posko Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 harus segera mengajak rapat seluruh elemen pentahelix, termasuk OMS/LSM dan komunitas relawan untk berbagi peran dalam upaya memutus rantai penyebaran wabah dari Wuhan ini.

Dengan demikian bisa dihindari praktek yang egosentris, memanfaatkan dana bantuan untuk mensejahterakan sanak saudara dan kolega perangkat desa sendiri, karena ketidak terbukaan data yang diperlukan. termasuk menghindari terjadinya kongkalikong antara oknum dengan OMS/LSM yang telah menjadi kroninya (koncoisme).

Kemudian, yang tidak kalah penting adalah segera dikeluarkannya surat resmi sebagai payung hukum untuk OMS/LSM dan komunitas relawan yang professional agar ‘dilibatkan’ dalam pengawasan pembagian paket bantuan. Serta disertakan pula dalam melakukan sosialisasi sadar bencana covid-19 yang massif, dengan menggunakan bahasa setempat sehingga mudah dipahami. termasuk menggerakkan kegiatan yang sudah ada di kampong. Seperti yasinan, tahlilan, majlis taklim, PKK, dan dasa wisma agar tumbuh kesadarannya akan bencana covid-19.

“Masalahnya kemudian, bagaimana bisa melakukan sosialisasi kepada masyarakat, sementara ada larangan untuk berkumpul terkait dengan social distancing,” Tanya seorang aktivis LSM yang tidak menyebutkan jadi dirinya.

Diakhir diskusi online, dikatakan pula bahwa Posko gugus tugas penanganan covid-19 belum berjalan optimal karena ketidak tahuan personil yang dilibatkan tupoksinya. Termasuk pejabat daerah juga banyak yang belum bertindak karena takut berlawanan dengan kebijakan yang ada.

Padahal, pihak kementerian desa sdh membuat instruksi kepada desa untuk bersiap dalam karantina lokal dengan menggunakan dana desa melalui program desa tangguh Covid-19 serta diharapkan membuat program lumbung pangan untuk membantu masyarakat desa yang tidak mampu.

Demikian beberapa catatan dari diskusi online yang sempat tercatat karena suara dari zoom application yang digunakan sering putus nyambung tergantung dari signal internet. Juga ketersediaan paket datanya.

Semoga poin-poin ini bisa dijadikan pembelajaran bagi semua elemen pentahelix dalam melakukan kerja-kerja kemanusiaan. bahwa yang namanya egosentris bisa menghambat terjadinya koordinasi dalam membangun sinergitas.  wallahu a’lam bishowab.[eBas/KamisPahing-16042020]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar