Senin, 13 April 2020

TIM SRPB JATIM DIKUNJUNGI GURU BESAR UNHAN


Seperti biasa, sesuai kesepakatan antara dosen Disain Produk ITS dengan SRPB JATIM, hari ini, senin (13/4), mereka tampak bersemangat merakit face shield sebanyak-banyaknya untuk dibagikan ke paramedis yang menangani korban covid-19. Sesuai prosedur, mereka datang langsung masuk bilik semprot disinfektan, kemudian cuci tangan menggunakan hand sanitizer. Baru masuk ruangan untuk menyiapkan bahan-bahan yang akan di rakit. Begitulah protapnya.

Hari ini, merupakan hari yang ke 14 perakitan Face Shield sebagai salah satu Alat Pelindung Diri (APD) yang sangat dibutuhkan paramedis.  Konon, alat ini berguna untuk melindungi wajah dari droplet (cipratan saluran nafas, seperti air liur, batuk dan bersin). Yang jelas APD ini sangat dibutuhkan oleh mereka yang menjadi garda terdepan penanganan covid-19.

Tempatnya masih sama, di Gedung Disain Produk, Kampus ITS. Hanya personilnya yang ganti sesuai kesempatan dan kesibukannya. Artinya, kalau tidak sibuk ya dipersilahkan membantu merakit face shield. Namun person in charge (penanggungjawab kegiatan) tetap sama, Dwi Rossantiana, salah satu pengurus SRPB dari Navshot, Surabaya. Begitu juga konsumsi yang tersedia, semua hasil donasi dari para relawan yang baik hati. Inilah salah satu bentuk gotong royong yang ditampilkan oleh SRPB JATIM.

Hanya saja, kegiatan kali ini ada yang berbeda, sekaligus menggembirakan bagi relawan yang sedang piket. Karena, ditengah kesibukan merakit face shield, tiba-tiba muncul seorang tamu yang cukup familier dengan aktivis SRPB JATIM. Ya, Prof. Dr. Syamsul Maarif, M.Si, selaku Penasihat Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI), sekaligus Dewan Pembina Pusat Penelitian dan Pelatihan Indonesia Tangguh (PUSPPITA), berkenan nyambangi relawan yang mendharma bhaktikan tenaganya untuk membantu pengadaan APD.

Pak Prof, begitu panggilan akrabnya, dengan antusias melihat relawan merakit mika yang telah dipotong sesuai dengan ukuran dan peruntukannya. Sesekali bertanya dan memberi arahan. Tentu diselingi dengan guyon khasnya. Sehingga suasana siang itu sangat menyenangkan.

Kehadiran mantan Komandan Balayon Sikatan 507/BS era tahun 1990 ini didampingi Kepala Produksi, Djoko Kuswanto, membuat semangat relawan bertambah. Seakan ingin menunjukkan bahwa sekecil apapun, relawan juga ikut berpartisipasi dalam upaya menangani wabah covid-19 yang semakin membahayakan. Ya, karena hanya itu yang bisa disumbangkan. Lain dengan mereka yang berpunya, pasti bentuk sumbangannya pun akan berbeda. Jadi janganlah dibandingkan, apalagi dibenturkan.  

Menurut guru besar Universitas Pertahanan (UNHAN) ini, dalam menghadapi bencana, termasuk pandemi covid-19 ini, peran akademisi dan relawan sangat dibutuhkan dan harus berlanjut sesuai dengan sinergi pentahelix. Tinggal bagaimana melibatkan unsur media massa, dunia usaha, dan pemerintah. Inilah yang harus dibicarakan bersama. Mungkin, lebih tepatnya, tugas BPBD yang punya kekuatan untuk itu.

“upaya memutus mata rantai penyebaran covid-19 harus dilakukan dan melibatkan semua elemen pentahelix. Dari tingkat pusat sampai yang paling bawah. Kemudian, yang lebih penting lagi adalah terciptanya jalur koordinasi dan komunikasi yang baik, agar terjadi kesepahaman disitu” Kata Syamsul, yang juga menjadi dosen sosiologi di Universitas Negeri Jember.

Sebelum meninggalkan lokasi, Guru besar Unhan, yang juga pemilik Joglo Kadiren (Joka), menyempatkan diri melihat ruang 101, sebagai pusat data dan informasi terkait face shield. Kemudian juga melihat tempat pengumpulan hasil perakitan yang selanjutnya akan dibersihkan dengan cairan disinfektan dan diberi penyinaran ultra violet. Setelah itu dikemas dalam kardus yang steril, dan siap didistribusikan.

Dari kunjungan itu, Pak Prof mengusulkan agar tempat perakitan dicarikan yang lebih luas agar sirkulasi udaranya lancar dan nyaman. Memang, selama ini tempat perakitan memakai ruang kelas yang terbatas, sehingga tampak sumpek. Antara bahan yang akan dirakit, hasil rakitan dan konsumsi menjadi satu. Usulannya baik, tapi kalau tempatnya tidak ada ya bagaimana lagi, seperti kata pepatah, ‘Tiada rotan, akarpun jadi’. [dari hasil reportase Ocha/selasa-14042020]





Tidak ada komentar:

Posting Komentar