Sabtu, 19 September 2020

WARUNG KOPI TEMPAT CARI INSPIRASI

Di Surabaya ini, yang namanya warung kopi (warkop) bak jamur dimusim hujan. Pelanggannya beraneka macam latar belakang, seperti mahasiswa, ojek, pensiunan, pekerja informal, pencari kerja dan pemuda, termasuk relawan. Mereka meluangkan waktunya di warkop sekedar ngobrol, melepas penat terhadap aktivitas yang dijalaninya setiap hari. 

Tidak sedikit mereka cangkruk di warkop untuk janjian mencari peluang bisnis. Bahkan sekarang banyak pelajar yang memanfaatkan wifi gratisan yang disediakan warkop untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh berbasis koneksi internet, akibat pandemi covid-19.

Dimana-mana di seluruh sudut Kota ada warkop dengan berbagai variannya. Ada warkop ala kadarnya berupa gerobak dorong  (bahkan menggunakan sepeda genjot),  yang bisa segera kabur jika ada satpol PP yang rajin melakukan obrakan.

Ada juga warkop yang menempati bangunan permanen. Baik di tepi jalan utama (yang cenderung harganya sedikit mahal), maupun yang bercokol di perkampungan dengan harga relatif murah sesuai kocek pelanggannya.

Salah satu warkop kelas rakyat yang ada di perkampungan adalah ‘Lorong Café’, milik Cak Alfin, seorang aktivis yang sering terlibat dalam programnya BNPB dan BPBD. Warkop yang dilengkapi wifi itu berada di Jalan Dukuh Kupang XXVI, Kecamatan Dukuh Pakis, Surabaya.

Tempatnya sederhana, di seberangnya juga ada warkop, yang dijual hampir sama jenisnya. Menu utamanya adalah kopi dan gorengan, tapi mereka tidak pernah bersaing dalam menjemput rejeki-NYA. Masing-masing punya pelanggan tetap.

Salah satu pelanggannya adalah beberapa relawan yang aktif dibidang kemanusiaan. Ya, mereka sering cangkruk disitu. Biasalah, ngopi bareng adalah kegiatan rutin, sambil berbagi informasi diantara mereka, juga sambil guyon menghibur diri, melupakan sejenak “hiruk pikuknya kehidupan”, agar tidak terkapar karena pandemi.

Seperti halnya selera ngopi, ada yang suka kopi sasetan, juga ada yang senang racikan yang langsung di aduk oleh Cak Alfin. Begitu juga dengan topik pembicaraannya pun tidak pernah ditentukan. Apa saja yang menarik pasti menjadi obrolan yang berpanjang-panjang tanpa batas, tanpa simpulan karena memang tidak ada yang perlu disimpulkan.

Ya, di warkop “Lorong Café”, menjadi tempat yang nyaman bagi relawan untuk cangkrukan sambil ngobrol tentang apa saja. Termasuk tentang isue terbaru, seperti pencegahan covid-19, ancaman denda bagi yang tidak memakai masker, dan pembagian sembako bagi masyarakat yang ekonominya terpapar pandemi.

Semuanya menjadi bahan obrolan yang menarik sesuai tingkat pemahaman masing-masing. Termasuk pengalaman yang dialami sebelum cangkruk di “Lorong Cafe” juga menarik untuk diceritakan sambil menikmati gorengan. Tentu tetap mematuhi protokol kesehatan.

Ngobrol disini mengutamakan kesetaraan. Di warkop, semua sama kedudukannya tanpa mempermasalahkan status sosial. Semua bebas berekspresi dengan cerita yang dipunyai. Masalah salah dan benar, tidak begitu penting. Asalkan yang dibahas bisa mengundang tawa semuanya.

Semua dinikmati dengan santuy dan dikembalikan kepada individu masing-masing. Yang jelas, dari obrolan itu pasti ada yang dapat diambil hikmahnya. Namun bisa juga semua yang diobrolkan itu berlalu begitu saja. Semuanya sah-sah saja, bahkan ngutang pun dibolehkan berdasarkan kepercayaan.

Yang jelas, ngobrol di warkopnya Cak Alfin itu “ngangeni” bagi siapa saja yang pernah mampir ngincipi jajanannya. Apalagi si pemilik warkop ini tidak pelit terhadap ilmu dan informasi yang dimiliki. Selalu saja membuka diri untuk berbagi. Apalagi jika hanya ngobrol ngalor ngidul, Cak Alfin ini jagonya.

Sebagai tempat ngobrol yang nyaman, tidak menutup kemungkinan “Lorong Cafe” bisa menjadi wahana meningkatkan wawasan sekaligus menginisiasi peserta ngobrol untuk membuat aksi nyata yang disepakati dan disinergikan dengan berbagai komunitas. Menjadi aksi bersama untuk kemaslahatan sesama, sekaligus memperluas jejaring kemitraan.

Atau, semua hasil obrolan informal di warkopnya Cak Alfin itu dikomunikasikan dan dikoordinasikan dengan pengurus SRPB Jawa Timur untuk dijadikan program bersama. Yang penting harus ada komitmen bersama sambil menikmati kopi racikan yang diseduh langsung oleh si pemilik “Lorong Cafe”. Salam Tangguh, Bersatu Bersinergi untuk Peduli. [eBas/nDleming SabtuPon-19092020]

 

 

 

 

   

 

 

2 komentar:

  1. sungguh elok jika kebiasaan ngopi itu tidak sekedar nyruput kopi trus ngobrol dan pulang. tapi hendaknya ngopi juga diartikan sebagai NGObrol PIntar. bicara apa saja, ngrasani apa saja dengan penuh rasa tanggung jawab berdasarkan data dan fakta jauh dari unsur SARA dan informasinya berguna untuk meningkatkan wawasan.
    yups....
    sambil ngopi juga tidak diharamkan untuk menggagas aksi kemanusiaan demi kebermanfaatan bagi sesama

    tetap sehat tetap bersemangat taat protokolkesehatan

    ayooooo ngopi.....

    BalasHapus
  2. Setuju pakde,,
    Belajar gak harus di tempat yang mewah, menambah ilmu dan wawasan pun gak harus formal,, di warkop pun jadi, yang penting outputnya dari obrolan itu,..

    BalasHapus