Di Surabaya ini, yang namanya warung kopi (warkop) bak jamur dimusim hujan. Pelanggannya beraneka macam latar belakang, seperti mahasiswa, ojek, pensiunan, pekerja informal, pencari kerja dan pemuda, termasuk relawan. Mereka meluangkan waktunya di warkop sekedar ngobrol, melepas penat terhadap aktivitas yang dijalaninya setiap hari.
Tidak sedikit mereka cangkruk di
warkop untuk janjian mencari peluang bisnis. Bahkan sekarang banyak pelajar
yang memanfaatkan wifi gratisan yang disediakan warkop untuk mengikuti
pembelajaran jarak jauh berbasis koneksi internet, akibat pandemi covid-19.
Dimana-mana di seluruh sudut Kota
ada warkop dengan berbagai variannya. Ada warkop ala kadarnya berupa gerobak
dorong (bahkan menggunakan sepeda
genjot), yang bisa segera kabur jika ada
satpol PP yang rajin melakukan obrakan.
Ada juga warkop yang menempati
bangunan permanen. Baik di tepi jalan utama (yang cenderung harganya sedikit
mahal), maupun yang bercokol di perkampungan dengan harga relatif murah sesuai
kocek pelanggannya.
Salah satu warkop kelas rakyat
yang ada di perkampungan adalah ‘Lorong Café’, milik Cak Alfin, seorang aktivis
yang sering terlibat dalam programnya BNPB dan BPBD. Warkop yang dilengkapi
wifi itu berada di Jalan Dukuh Kupang XXVI, Kecamatan Dukuh Pakis, Surabaya.
Tempatnya
sederhana, di seberangnya juga ada warkop, yang dijual hampir sama jenisnya.
Menu utamanya adalah kopi dan gorengan, tapi mereka tidak pernah bersaing dalam
menjemput rejeki-NYA. Masing-masing punya pelanggan tetap.
Salah satu pelanggannya adalah
beberapa relawan yang aktif dibidang kemanusiaan. Ya, mereka sering cangkruk
disitu. Biasalah, ngopi bareng adalah kegiatan rutin, sambil berbagi informasi
diantara mereka, juga sambil guyon menghibur diri, melupakan sejenak “hiruk
pikuknya kehidupan”, agar tidak terkapar karena pandemi.
Seperti halnya selera ngopi, ada
yang suka kopi sasetan, juga ada yang senang racikan yang langsung di aduk oleh
Cak Alfin. Begitu juga dengan topik pembicaraannya pun tidak pernah ditentukan.
Apa saja yang menarik pasti menjadi obrolan yang berpanjang-panjang tanpa
batas, tanpa simpulan karena memang tidak ada yang perlu disimpulkan.
Ya, di warkop “Lorong Café”,
menjadi tempat yang nyaman bagi relawan untuk cangkrukan sambil ngobrol tentang
apa saja. Termasuk tentang isue terbaru, seperti pencegahan covid-19, ancaman
denda bagi yang tidak memakai masker, dan pembagian sembako bagi masyarakat
yang ekonominya terpapar pandemi.
Semuanya menjadi bahan obrolan
yang menarik sesuai tingkat pemahaman masing-masing. Termasuk pengalaman yang
dialami sebelum cangkruk di “Lorong Cafe” juga menarik untuk diceritakan sambil
menikmati gorengan. Tentu tetap mematuhi protokol kesehatan.
Ngobrol disini mengutamakan
kesetaraan. Di warkop, semua sama kedudukannya tanpa mempermasalahkan status
sosial. Semua bebas berekspresi dengan cerita yang dipunyai. Masalah salah dan benar,
tidak begitu penting. Asalkan yang dibahas bisa mengundang tawa semuanya.
Semua dinikmati dengan santuy dan
dikembalikan kepada individu masing-masing. Yang jelas, dari obrolan itu pasti
ada yang dapat diambil hikmahnya. Namun bisa juga semua yang diobrolkan itu berlalu
begitu saja. Semuanya sah-sah saja, bahkan ngutang pun dibolehkan berdasarkan
kepercayaan.
Yang jelas, ngobrol di warkopnya
Cak Alfin itu “ngangeni” bagi siapa saja yang pernah mampir ngincipi
jajanannya. Apalagi si pemilik warkop ini tidak pelit terhadap ilmu dan
informasi yang dimiliki. Selalu saja membuka diri untuk berbagi. Apalagi jika
hanya ngobrol ngalor ngidul, Cak Alfin ini jagonya.
Sebagai tempat ngobrol yang
nyaman, tidak menutup kemungkinan “Lorong Cafe” bisa menjadi wahana
meningkatkan wawasan sekaligus menginisiasi peserta ngobrol untuk membuat aksi
nyata yang disepakati dan disinergikan dengan berbagai komunitas. Menjadi aksi
bersama untuk kemaslahatan sesama, sekaligus memperluas jejaring kemitraan.
Atau, semua hasil obrolan
informal di warkopnya Cak Alfin itu dikomunikasikan dan dikoordinasikan dengan
pengurus SRPB Jawa Timur untuk dijadikan program bersama. Yang penting harus
ada komitmen bersama sambil menikmati kopi racikan yang diseduh langsung oleh
si pemilik “Lorong Cafe”. Salam Tangguh, Bersatu Bersinergi untuk Peduli. [eBas/nDleming
SabtuPon-19092020]
sungguh elok jika kebiasaan ngopi itu tidak sekedar nyruput kopi trus ngobrol dan pulang. tapi hendaknya ngopi juga diartikan sebagai NGObrol PIntar. bicara apa saja, ngrasani apa saja dengan penuh rasa tanggung jawab berdasarkan data dan fakta jauh dari unsur SARA dan informasinya berguna untuk meningkatkan wawasan.
BalasHapusyups....
sambil ngopi juga tidak diharamkan untuk menggagas aksi kemanusiaan demi kebermanfaatan bagi sesama
tetap sehat tetap bersemangat taat protokolkesehatan
ayooooo ngopi.....
Setuju pakde,,
BalasHapusBelajar gak harus di tempat yang mewah, menambah ilmu dan wawasan pun gak harus formal,, di warkop pun jadi, yang penting outputnya dari obrolan itu,..