Sabtu, 21 Agustus 2021

SPAB ITU PENTING TAPI BUKAN PRIORITAS

“Bagi saya kurang menarik. Materi dan topik bahasan kurang mengena dengan judul. Terlebih tidak ada nara sumber yang berkaitan langsung dengan program, seperti kementerian pendidikan dan seknas SPAB. Harap menjadi perhatian untuk pelaksanaan kedepannya, terimakasih,” Kata Roni Nasution, mengomentari webinar dengan judul “Save School Model sebagai Pendekatan Dalam Pendampingan Satuan Pendidikan Aman Bencana, lewat grup PRBBK, yang dibuat dalam rangka persiapan KNPRBBK..

Memang, Kegiatan yang diselenggarakan oleh FK Universitas Brawijaya, Malang ini, mengundang pakar di bidang yang ada hubungannya dengan bencana, tanpa melibatkan pejabat dinas pendidikan. padahal, program SPAB itu ada ‘dicengkeramannya’ pejabat dinas pendidikan, yang punya wewenang untuk mengijinkan pelaksanaan SPAB diselenggarakan di sekolah.

Mungkin, panitia sudah berusaha mendatangkan pihak dinas pendidikan, namun tidak ada yang bersedia. Ya, dapat dimaklumi konsep SPAB ini memang belum familier di kalangan pejabat dinas pendidikan, sehingga perlu dimaklumi jika SPAB belum banyak dilaksanakan. Jika pun sudah dilaksanakan, biasanya hanya sekedar seremonial untuk memuaskan pejabat.

Untungnya ada mBah Dharmo, pegiat kebencanaan yang fasih ‘menjlentrehkan’  konsep SPAB dengan lumayan jelas sehingga peserta webinar yang digelar hari sabtu (21/08/2021), benar-benar puas.

Dalam paparannya, Sekjen Forum PRB Jawa timur itu mengatakan akan pentingnya SPAB sebagai salah satu bentuk dari pemenuhan hak setiap anak di Indonesia untuk memperoleh kehidupan yang aman dari bencana selama menempuh pendidikan di sekolah.

Adapun tujuan dari SPAB diantaranya adalah, meningkatkan kemampuan sumber daya di satuan pendidikan dalam menanggulangi dan mengurangi risiko bencana, memberikan perlindungan dan keselamatan kepada peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan dari dampak bencana di satuan pendidikan, dan membangun kemandirian satuan pendidikan dalam menjalankan program SPAB.

Sementara itu, kegiatan yang dapat dilakukan sekolah dalam rangka membudayakan semangat SPAB, antara lain, membentuk tim siaga bencana di sekolah, peningkatan kapasitas bagi warga sekolah, simulasi bencana secara berkala, dan integrasi PRB ke dalam materi pelajaran dan kegiatan ekstra kurikuler.

Apa yang dijelaskan panjang lebar oleh mBah Dharmo itu sudah dikemas apik dalam kitab suci SPAB yang terbagi dalam tiga pilar, terbitan Kementerian Pendidikan dan UNICEF. Yaitu, Pilar satu, tentang Fasilitas Sekolah Aman, Pilar dua, tentang manajemen Bencana di Sekolah, dan Pilar tiga, tentang Pendidikan Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana.

Agar kegalauan Roni Nasution di atas terobati, tidak ada salahnya jika Forum PRB merangkul dinas pendidikan sebagai salah satu unsur pentahelix, duduk bersama membahas bagaimana cara mengimplementasikan konsep SPAB di seluruh sekolah. Tentu, yang bisa ‘memaksa’ dinas pendidikan untuk bersemuka dengan anggota Forum PRB adalah BPBD. Hal ini sekaligus memastikan benar-benar telah terjadi sinergi antara BPBD dengan OPD yang ada di daerahnya.

Artinya sinergi pentahelix yang sering digaungkan lewat berbagai seremonial belum terinternalisasikan ke dalam masing-masing OPD. Mereka masih terbelenggu oleh egosektoral dalam menjalankan program dan pelaporan anggarannya. Hal inilah (mungkin) yang menyulitkan untuk berbagi anggaran dalam program PRB dan PB. wallahu a’lam bishowab. [eBas/malemminggu ndleming dewe]

2 komentar:

  1. kata kunci program SPAB bisa berjalan di sekolah2 adalah adanya ijin dari pejabat dinas pendidikan. sekolah, dalam hal ini guru hanya bisa siap melaksanakan perintah kepala sekolah.
    sementara jika ada sekolah (negri) yg berani menyelenggarakan program SPAB, pasti itu karena kepala sekolahnya yang berani dan punya nyali untuk memahamkan ke pejabat atasnya ttg pentingnya SPAB.
    sementara kalao sekolah swasta itu tergantung dari yayasan dan kepala sekolah.
    guru hanyalah pion yang siap digerakkan sesuai kebijakan

    itulah kenyataannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sdh ada SE Kemendikbud tahun 2019 tentang SPAB dan pendanaannya tapi penguatan regulasi tersebut di tingkat daerah masih belum ada sehingga pihak sekolah juga belum berani untuk melaksanakan

      Hapus