Senin, 03 Januari 2022

KANG HUDAS TERUSIK JIWA KERELAWANANNYA

Kang Hudas, salah seorang relawan yang turut “berjibaku” di lokasi bencana Semeru, terusik dengan salah satu materi rapat koordinasi, Satgas Masa Transisi Darurat Bencana awan panas guguran Gunung Semeru, yang bertempat di Aula Makodim 0821 Lumajang, sabtu (25/12/2021).

Rapat yang dipimpin Dandim 0812 Lumajang, sekaligus sebagai Dansatgas, salah satu diantaranya membahas tentang keberadaan relawan yang turut berjasa memperingan tugas-tugas pemerintah daerah Kabupaten Lumajang dalam melayani penyintas.

Salah satu bahasan yang mengusik Kang Hudas itu berbunyi, “Untuk relawan yang kita butuhkan saat ini adalah dapur umum dan relokasi, jadi untuk relawan yang saat ini berada di wilayah Kecamatan Candipuro dan sekitarnya, untuk ditertibkan secara pelan pelan dan humanis, karena apabila mereka masih berada disini akan menghambat kinerja kita di lapangan”.

Lho kenapa harus ditertibkan?. Benarkah keberadaan relawan menghambat kinerja?. Sementara relawan yang datang dari berbagai daerah itu benar-benar menyumbangkan tenaganya, waktunya serta membawa berbagai bantuan dari donator untuk dibagikan langsung ke warga terpapar yang sangat membutuhkan.

Sependek informasi yang didapat, tidak ada relawan yang datang ke lokasi hanya selfi sana sini. Apalagi sekedar mencari kesempatan untuk mendapatkan rejeki. Sungguh keji tuduhan itu. Tidak salah jika Kang Hudas tersinggung dan menuliskan ketidak senangannya di laman facebooknya.

Menanggapi postingannya Kang Huda, Deena Ali Umar berkomentar, “Karepe kan wes kon ngalih pelan-pelan yang relawan selain dapur umum dan relokasi. Tapi perasaan para relawan wes podo mudun deh. Kecuali relawan golek-golek”.

Rupanya komentar Deena Ali Umar itu menggelitik Isti Anna, seorang relawan yang masih sibuk di lokasi. Dia bilang, “Maaf rekan-rekan, saya masih di posko semula. Walau yang saya jarak dekat (Jember, Surabaya, Malang). Mereka bukan relawan golek-golek”. Ujarnya, mungkin dengan sedikit tersinggung diarani golek-golek.

“Bisa di cek langsung apa yang mereka lakukan di sana. Selain membantu warga untuk memindah barang-barang karena rumahnya sudah tidak layak huni. Juga ngopeni yang harus kontrak rumah karena luka bakar belum sembuh. Intinya, masih banyak yang bisa dilakukan di sana, dan bukan relawan golek-golek” imbuhnya lagi.

Jangan-jangan pejabat yang berkata begitu karena tidak tahu atau salah menerjemahkan info yang diterima tentang kiprah relawan di lapangan. Jangan-jangan desk relawan yang diaktifkan BNPB juga dianggap mubazir. Tidak ada salahnya jika BNPB mengadakan sosialisasi Perka nomor 17 tahun 2011. 

Mungkin perlu ada koordinasi dan komunikasi antar aktor yang harmonis. Agar saling memahami dan menghargai peran masing-masing di lapangan. Sehingga tidak muncul istilah ‘menertibkan pelan-pelan dan humanis’.

Mungkin pula, perlu adanya penjelasan, apa yang dimaksud dengan menertibkan relawan itu. Sementara, menurut Isti Anna, masih banyak pekerjaan yang dikerjakan oleh relawan, tanpa sepengetahuan pejabat pemda Lumajang. Ya, sebuah pernyataan yang perlu diklarifikasi agar tidak menimbulkan luka di hati para relawan yang turut “berjibaku” di lokasi, seperti Kang Hudas ini.

Sementara, info yang didapat dari Alfin, yang setia menjaga pos bersama (Posma) di Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, dan belum pulang sama sekali sejak Semeru berulah, mengatakan bahwa masih banyak yang bisa dikerjakan oleh relawan dan tidak mungkin orang pemda mau mengerjakan. Seperti membersihkan jalan, membantu membersihkan rumah dan distribusi logistik, serta banyak lagi yang lainnya.

Jika relawan ditertibkan, jelas nasib para penyintas akan semakin memelas, karena belum banyak yang bisa “move on” dari deritanya, sehingga di masa transisi ini perlu kiranya didampingi dalam upaya pemulihan pasca bencana. Jelas yang bisa melakukan ini adalah relawan, yang langsung bekerja tanpa menunggu turunnya surat perintah dari atasan.

“Prasane relawan isone ngrepoti ta?. Ngono yo ngono ning ojo ngono”. Tulis Azeline, sahabat Kang Hudas yang lain, mengungkapkan kejengkelannya.

“huahahahahaha biasane yang nulis lagi bingung cari celah buat isi kantong. Soale kan bencana itu dananya tidak terhingga,” Komentar Kang Hudas, menyiratkan ketidak sukaannya dengan istilah relawan perlu ditertibkan pelan-pelan dan humanis.

Sungguh, komentar Kang Hudas itu tidak benar. Karena emosi maka komentarnya keras, tajam dan pating pecothot.sebuah pembelajaran yang berharga akan pentingnya tabayyun agar tidak terjadi kesalah pahaman, Salam Tangguh. [eBas/SeninWage-03012022]

4 komentar:

  1. seharusnya ada relawan yang mewakili untuk terlibat dalam rapat yg digelar dansatgas, sehingga mereka para pejabat tahu faham dan ngert apa saja yg dilakukan relawan di lokasi bencana.
    kemudian memfungsikan keberadaan Agen Bencana dan TRC yang dibentuk resmi oleh BPBD untuk selalu bersama relawan berkoordinasi bekerjasama berkolaborasi dalam sebuah aksi kemanusiaan. seperti saat evakuasi, dan distribusi logistik dan lainnya

    BalasHapus
  2. Pertinyiinyi adalah apakah fungsi tersebut sudah diterapkan sesuai dengan RPB yang ada....?? Kalau sesuai dengan RPB maka akan terlihat peran masing-masing

    BalasHapus
  3. Jangan2 koordinasi antar kantor belum ada

    BalasHapus
  4. alhamdulillah akhirnya pihak satgas (pemda kab lumajang) menyadari kekeliruannya yg berencana "menertibkan" relawan secara pelan2 dan humanis di lokasi bencana dengan alasan bisa mengganggu kinerja pemda.
    padahal keberadaan relawan di sana sangat membentu pemda. kalau semua diserahkan ke BPBD lumajang pasti tidak akan mampu menangani karena SDM nya terbatas dankurang berkapasitas dalam giat evakuasi dan sejenisnya. apalagi mereka itu baru bisa/mau bergerak kalau ada surat tugas (sppd) yang itu adalah uang. sementara relawan bergerak dengan hati dan mandiri.
    jadi kalau pemda nekat menertibkan relawan pasti akan banyak korban yang makin menderita karena kurang terlayani kebutiuhannya,

    BalasHapus