Kang Hudas, salah seorang relawan yang turut “berjibaku” di lokasi bencana Semeru,
terusik dengan salah satu materi rapat koordinasi, Satgas Masa Transisi Darurat
Bencana awan panas guguran Gunung Semeru, yang bertempat di Aula Makodim 0821
Lumajang, sabtu (25/12/2021).
Rapat yang dipimpin Dandim 0812 Lumajang, sekaligus
sebagai Dansatgas, salah satu diantaranya membahas tentang keberadaan relawan
yang turut berjasa memperingan tugas-tugas pemerintah daerah Kabupaten Lumajang
dalam melayani penyintas.
Salah satu bahasan yang mengusik Kang Hudas itu
berbunyi, “Untuk relawan yang kita butuhkan saat ini adalah dapur umum
dan relokasi, jadi untuk
relawan yang saat ini berada di wilayah
Kecamatan Candipuro dan sekitarnya, untuk
ditertibkan secara pelan pelan dan humanis, karena apabila mereka masih berada
disini akan menghambat kinerja kita di lapangan”.
Lho kenapa harus ditertibkan?. Benarkah keberadaan
relawan menghambat kinerja?. Sementara relawan yang datang dari berbagai daerah
itu benar-benar menyumbangkan tenaganya, waktunya serta membawa berbagai
bantuan dari donator untuk dibagikan langsung ke warga terpapar yang sangat
membutuhkan.
Sependek informasi yang didapat, tidak ada relawan
yang datang ke lokasi hanya selfi sana sini. Apalagi sekedar mencari kesempatan
untuk mendapatkan rejeki. Sungguh keji tuduhan itu. Tidak salah jika Kang Hudas
tersinggung dan menuliskan ketidak senangannya di laman facebooknya.
Menanggapi postingannya Kang Huda, Deena Ali Umar berkomentar,
“Karepe kan wes kon ngalih pelan-pelan yang relawan selain dapur umum dan
relokasi. Tapi perasaan para relawan wes podo mudun deh. Kecuali relawan golek-golek”.
Rupanya komentar Deena Ali Umar itu menggelitik Isti
Anna, seorang relawan yang masih sibuk di lokasi. Dia bilang, “Maaf
rekan-rekan, saya masih di posko semula. Walau yang saya jarak dekat (Jember,
Surabaya, Malang). Mereka bukan relawan golek-golek”.
Ujarnya, mungkin dengan sedikit tersinggung diarani golek-golek.
“Bisa di cek langsung apa yang mereka lakukan di sana.
Selain membantu warga untuk memindah barang-barang karena rumahnya sudah tidak
layak huni. Juga ngopeni yang harus kontrak rumah karena luka bakar belum
sembuh. Intinya, masih banyak yang bisa dilakukan di sana, dan bukan relawan golek-golek” imbuhnya lagi.
Jangan-jangan pejabat yang berkata begitu karena tidak
tahu atau salah menerjemahkan info yang diterima tentang kiprah relawan di
lapangan. Jangan-jangan desk relawan
yang diaktifkan BNPB juga dianggap mubazir. Tidak ada salahnya jika BNPB mengadakan sosialisasi Perka nomor 17 tahun 2011.
Mungkin perlu ada koordinasi dan komunikasi antar aktor
yang harmonis. Agar saling memahami dan menghargai peran masing-masing di
lapangan. Sehingga tidak muncul istilah ‘menertibkan
pelan-pelan dan humanis’.
Mungkin pula, perlu adanya penjelasan, apa yang
dimaksud dengan menertibkan relawan itu. Sementara, menurut Isti Anna, masih
banyak pekerjaan yang dikerjakan oleh relawan, tanpa sepengetahuan pejabat
pemda Lumajang. Ya, sebuah pernyataan yang perlu diklarifikasi agar tidak
menimbulkan luka di hati para relawan yang turut “berjibaku” di lokasi, seperti Kang Hudas ini.
Sementara, info yang didapat dari Alfin, yang setia
menjaga pos bersama (Posma) di Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, dan belum
pulang sama sekali sejak Semeru berulah, mengatakan bahwa masih banyak yang bisa dikerjakan oleh relawan dan tidak mungkin orang pemda mau mengerjakan. Seperti membersihkan
jalan, membantu membersihkan rumah dan distribusi logistik, serta banyak lagi
yang lainnya.
Jika relawan ditertibkan, jelas nasib para penyintas
akan semakin memelas, karena belum banyak yang bisa “move on” dari deritanya, sehingga di masa transisi ini perlu kiranya
didampingi dalam upaya pemulihan pasca bencana. Jelas yang bisa melakukan ini
adalah relawan, yang langsung bekerja tanpa menunggu turunnya surat perintah
dari atasan.
“Prasane relawan isone ngrepoti ta?. Ngono yo ngono
ning ojo ngono”. Tulis Azeline, sahabat Kang Hudas yang lain, mengungkapkan
kejengkelannya.
“huahahahahaha biasane yang nulis lagi bingung cari
celah buat isi kantong. Soale kan bencana itu dananya tidak terhingga,”
Komentar Kang Hudas, menyiratkan ketidak sukaannya dengan istilah relawan perlu
ditertibkan pelan-pelan dan humanis.
Sungguh, komentar Kang Hudas itu tidak benar. Karena emosi
maka komentarnya keras, tajam dan pating pecothot.sebuah pembelajaran yang
berharga akan pentingnya tabayyun agar tidak terjadi kesalah pahaman, Salam
Tangguh. [eBas/SeninWage-03012022]
seharusnya ada relawan yang mewakili untuk terlibat dalam rapat yg digelar dansatgas, sehingga mereka para pejabat tahu faham dan ngert apa saja yg dilakukan relawan di lokasi bencana.
BalasHapuskemudian memfungsikan keberadaan Agen Bencana dan TRC yang dibentuk resmi oleh BPBD untuk selalu bersama relawan berkoordinasi bekerjasama berkolaborasi dalam sebuah aksi kemanusiaan. seperti saat evakuasi, dan distribusi logistik dan lainnya
Pertinyiinyi adalah apakah fungsi tersebut sudah diterapkan sesuai dengan RPB yang ada....?? Kalau sesuai dengan RPB maka akan terlihat peran masing-masing
BalasHapusJangan2 koordinasi antar kantor belum ada
BalasHapusalhamdulillah akhirnya pihak satgas (pemda kab lumajang) menyadari kekeliruannya yg berencana "menertibkan" relawan secara pelan2 dan humanis di lokasi bencana dengan alasan bisa mengganggu kinerja pemda.
BalasHapuspadahal keberadaan relawan di sana sangat membentu pemda. kalau semua diserahkan ke BPBD lumajang pasti tidak akan mampu menangani karena SDM nya terbatas dankurang berkapasitas dalam giat evakuasi dan sejenisnya. apalagi mereka itu baru bisa/mau bergerak kalau ada surat tugas (sppd) yang itu adalah uang. sementara relawan bergerak dengan hati dan mandiri.
jadi kalau pemda nekat menertibkan relawan pasti akan banyak korban yang makin menderita karena kurang terlayani kebutiuhannya,