Rabu, 19 Januari 2022

SELAMAT DATANG FPRB KOTA SURABAYA

Beberapa bulan yang lalu, Fatoni, salah seorang pengurus FPRB JATIM, adalah orang yang paling getol menanyakan sekaligus mendorong untuk menyegerakan terbentuknya FPRB Kota Surabaya. Ini penting agar semua Kabupaten/Kota di Jawa Timur terbentuk FPRB. Walaupun nyatanya masih ada Kabupaten/Kota yang masih enggan membentuknya.

Sementara pengurus yang berdomisili di Kota Surabaya belum siap untuk bergerak mengupayakan terbentuknya FPRB, dengan berbagai alasan. Termasuk adanya masalah kebijakan di era wali kota baru dalam hal pengangkatan kepala Dinas (0rganisasi perangkat daerah).

Muncullah sosok Ninil Jannah, yang mencoba mengumpulkan beberapa pihak yang mewakili komunitasnya untuk diajak menginisiasi terbentuknya FPRB Kota Pahlawan, yang katanya akademisi dan praktisinya banyak dan paham akan pentingnya berforum. Namun sayang, karena tidak ada yang “menggerakkan” maka semuanya terkesan tiarap sambil mencari peluang untuk dirinya sendiri.

Mbak Ninil, begitu panggilan akrabnya, beberapa kali mengajak jagongan membahas upaya pembentukan FPRB. Beberapa komunitas relawan diundang untuk jagongan. Sayang akademisi dan praktisinya (apalagi birokratnya), belum ada yang berkenan menghadiri jagongan yang digelar Mbak Ninil secara “garingan”.

Jagongan demi jagongan digelar dalam rangka membangun kesepahaman, sesuai pesan dari buku panduan pembentukan FPRB. Peserta yang datangpun masih dari unsur masyarakat (relawan), sementara elemen pentahelix yang lain belum ada yang berkenan hadir di arena jagongan.

Ya, semua pasti memaklumi bahwa, sudah menjadi kebiasaan jika mengundang mereka harus ada sesajennya. Sementara peserta jagongan rata-rata tidak memiliki kemampuan untuk menyiapkan sesajen. Sehingga wajar jika ajakan jagongan disambut dengan dingin.

Kegiatan inisiasipun terhenti ketika bencana melanda Kota Batu, yang dilanjutkan di daerah lain, termasuk bencana awan panas guguran Gunung Semeru, yang di dalamnya muncul permasalahan ikutan. Seperti adanya oknum yang menendang sesajen.

Sebenarnya, beberapa pihak berkeinginan mengadakan jagongan dalam rangka menginisiasi pembentukan FPRB, namun tidak terlaksana karena kesibukan. Sehingga gairah jagonganpun semakin melemah, bahkan tidak ada lagi yang mau berteriak ngajak jagongan.

Sukurlah, tetiba ada pihak yang menamakan diri Global Future Cities Program (GFCP) dengan membawa dana dan agendanya, mengadakan FGD dengan Pemkot untuk membentuk FPRB Kota Surabaya. Tentu, siapapun dari elemen pentahelix, pasti “sreminthil” jika diundang GFCP, yang tentunya tidak “garingan” dan pastinya menyenangkan.

Masalahnya kemudian, apakah  orang-orang GFCP sudah kontak dengan mbah Dharmo dan kawan-kawan terkait dengan kegiatannya ?. atau mereka cukup main “slonong boy” untuk upaya pembentukan FPRB Kota Surabaya ?. ya, memang tidak ada aturan dalam pembentukan FPRB. Sehingga dialog partisipatif antar pihak bisa diabaikan.

Jangan-jangan, yang dipentingkan adalah tersedianya fasilitas yang memadai untuk membentuk forum, tanpa harus melalui tahap-tahap seperti yang ada di buku pedoman pembentukan FPRB. Sehingga keterwakilan semua elemen pentahelix menjadi tidak penting. Termasuk  siapa yang dilibatkan dalam kegiatan FGD ini, tergantung selera penyandang dana dan birokratnya.

Semoga orang-orang GFCP bisa segera menindaklanjuti hasil FGD dengan menyusun struktur kepengurusan FPRB Kota Surabaya beserta program-programnya. Sehingga harapan Fatoni lewat postingan selama ini bisa terwujud, dan Ketua FPRB Kota Surabaya terpilih segera berkonsultasi terkait pengadaan atribut FPRB agar tidak tertinggal dengan lainnya. Selamat datang FPRB Kota Surabaya. Kiprahmu di tahun yang bershio macan, tentang praktek baik dalam PRB ditunggu oleh banyak pihak. [eBas/RabuKliwon-19012022]

 

 

 

 

 

 

2 komentar:

  1. 10 hal yang harus diketahui tentang FPRB ini, diantaranya
    1. FRPB adalah perwujudan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bencana di daerahnya.
    2. FPRB terdiri dari perwakilan lembaga usaha, akademisi, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, media massa, donor, organisasi profesi/keahlian, legislative, yudikatif, dan organisasi perangkat daerah, serta relawan penanggulangan bencana.
    3. FPRB adalah mitra dari BPBD Provinsi maupun BPBD Kab/Kota. FPRB bukan saingan BPBD.
    4. FRPB dibentuk berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007, PP No. 21 Tahun 2008, serta secara spesifik diatur dalam Perka BNPB yang dalam proses penyelesaian.
    5. FPRB memiliki Visi: Memastikan Pembangunan Daerah Berbasis Pengurangan Risiko Bencana.
    6. Memastikan kebijakan yang diambil dapat mengurangi risiko bencana saat ini, tidak menambah risiko bencana baru, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
    7. Memastikan kelembagaan penanggulangan bencana dapat bersinergi dengan baik, antara BPBD dengan OPD, antara pemerintah daerah dengan masyarakat dan lembaga usaha.
    8. Memastikan anggaran penanggulangan bencana cukup digunakan dalam penanggulangann bencana sesuai dengan risiko bencana di daerahnya.
    9. Memastikan pemberdayaan masyarakat dilakukan di daerah dalam membangun ketangguhan terhadap bencana.
    10. Target bersama memastikan 7 Objek Ketangguhan : Rumah/Hunian, Sekolah/Madrasah, Puskesmas/RS, Pasar, Rumah Ibadah, Kantor, dan Prarasana Vital.

    BalasHapus
  2. pembentukan forum berdasarkan partisipatif, yaitu inisiasi FPRB melibatkan multi pemangku kepentingan dan para pihak terkait dalam inisiasi dan semua tahapan pembentukannya.

    inisiasi proses pembentukan forum melibatkan organisasi atau aktor kunci di daerah yg melaksanakan:
    1. identifikasi aktor kunci, pemangku kepentingan dan para pihak ...
    2. pemetaan kapasitas ....
    3. pengembangan komunikasi ....
    4. pengembangan data dan informasi arah kebijakan ....

    BalasHapus