Minggu, 04 Desember 2022

WARNA WARNI BERKOMUNITAS SESUAI KEARIFAN LOKAL

Minggu lalu saya berkesempatan ikut jagongan dengan beberapa orang aktivis kemanusiaan dari berbagai komunitas. Mereka saling tukar pengalaman tentang bagaimana suka dukanya menikmati perjalanan komunitasnya.

Ada yang keberadaannya sudah mapan, baik dari sisi program kerja, agenda kegiatan rutin, maupun dukungan anggaran yang diperoleh dari patungan (dan sumber lain yang halal dan tidak mengikat). Sehingga dapat memfasilitasi anggotanya pergi ke lokasi bencana. 

Namun ada pula yang keberadaannya tergantung kemana angin bertiup, yang penting bisa ngopi bersama, bertukar cerita apa saja sambil bergembira, sejenak melupakan peliknya kehidupan.

Banyak orang berkata bahwa Sebuah komunitas akan diam di tempat, jika didalamnya tidak ada orang yang menjadi penggerak roda komunitas agar program yang telah dicanangkan berjalan menuju tujuannya, sekalipun geraknya lamban.

Memang banyak orang yang memiliki semangat berkomunitasi, tetapi hanya di awal saja untuk kemudian perlahan-lahan undur diri karena dilanda kejenuhan dan merasa keinginannya tidak tergapai.

Disinilah perlu adanya kreatifitas dari semua orang yang ada di dalam komunitas agar tidak muncul rasa jenuh. Paling tidak masing-masing anggota diberi kesempatan mengusulkan kegiatan kebersamaan untuk meningkatkan kapasitas terkait dengan bidang yang digeluti. Namun tidak menutup kemungkinan bidang lain juga bisa dibahas disini sesuai kesepakatan bersama.

Perlu juga disadari bahwa kemungkinan anggota bersikap pasif itu karena sudah terlalu sibuk di sana dan di situ. Sehingga keterlibatannya di komunitas hanya sebagai anggota pasif yang hanya menunggu kegiatan. Jika kegiatannya menurutnya menguntungkan pasti akan ikut. Namun jika dianggap kurang menyenangkan, dia akan menghindar dengan berbagai alasan.

Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa komunitas adalah sekelompok orang yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan yang disepakati bersama. Mereka, secara terjadwal saling interaksi dan berkomunikasi agar semua tujuan yang tertuang dalam program bisa berjalan.

Bagaimana menjaga keutuhan komunitas agar tidak layu sebelum berkembang ?. inilah tugas dan tanggungjawab bersama membangun ketangguhan komunitas dengan segala kiprah yang berguna bagi anggota maupun penerima manfaat.

Sehingga diperlukan adanya pengurus yang aktif membangun komunikasi dan memotivasi anggotanya. Masalahnya kemudian, apakah anggotanya mau dimotivasi ?. karena masing-masing anggota punya motivasi sendiri ikut bergabung dalam komunitas.

Namun, perlu disadari bahwa ada beragam keunikan dari masing-masing personil. Ada pengurus yang hanya bisa bekerja di lapangan tanpa pernah memberikan gagasan dan berkomentar atas kegiatan yang akan dijalankan. Ada juga yang suka berteori menyusun konsep dan draft rencana kegiatan, tanpa pernah mau ikut turun ke lapangan dengan alasan kesehatan.

Kondisi keberagaman inilah yang harus dikelola agar komunitas bisa berkembang menebar kebermanfaatan dan anggotanya merasa terayomi, merasa di-orang-kan, saling menguatkan tanpa melemahkan.

Perlu diingat bahwa jiwa kreatif itu sudah dimiliki oleh masing-masing individu. Tinggal Kembali kepada individu masing-masing, mau mengembangkannya atau hanya memilih diam dan menunggu hasil kreatif orang lain sebagai follower.

Ini juga menjadi tugas pengurus memotivasi dan memberi kesempatan kepada anggotanya untuk mengembangkan diri. Dampaknya jelas, keberadaan komunitas akan menjadi “rumah besar” bagi anggotanya untuk berakspresi membesarkan komunitasnya dengan program-program yang bermanfaat bagi semua.

Sementara itu, yang perlu dicatat adalah, menjadi pengurus sebuah komunitas itu bukan tanpa resiko. Keliru mengambil kebijakan akan sangat merugikan keberadaan komunitas, yang ujung-ujungnya akan mendapat caci maki anggota.

Pengurus pun harus bertanggungjawab terhadap kesepakatan yang telah diambil bersama, khususnya yang berkaitan dengan dana kegiatan yang dikumpulkan bersama.

Dengan demikian, jika ada komunitas yang di awal kemunculannya tampak bergairah, untuk kemudian meredup secara perlahan lahan. Hendaknya pengurusnya harus cepat tanggap. Paling tidak segera mengadakan rapat untuk mencari akar masalah penyebab meredupnya semangat berkomunitas.

Jangan dibiarkan berlarut-larut. Kecuali jika kematian komunitas itu memang dikehendaki karena sudah tidak dianggap menguntungkan lagi,  dan sudah ada lahan baru tempat beraktivitas yang lebih menjanjikan. Jika demikian, sebaiknya disegerakan saja dikubur ramai-ramai, untuk menutup kenangan indah yang pernah dijalani bersama. [eBas/SeninKliwon-05122022]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  

1 komentar:

  1. perlu juga disadari bahwa relawan yang tidak terikat oleh lembaga, alias relawan independen (bebas merdeka) itu yang harus diingat ketika berkeinginan untuk turut serta turun ke lokasi bencana menolong sesama itu adalah tersedianya waktu, adanya sangu, dan mendapat restu dari keluarga.
    jika ke tiganya ada maka silahkan turun ke lokasi dengan catatan badan sehat dan sarpras sesuai standar.

    BalasHapus