Minggu lalu saya berkesempatan ikut jagongan dengan
beberapa orang aktivis kemanusiaan dari berbagai komunitas. Mereka saling tukar
pengalaman tentang bagaimana suka dukanya menikmati perjalanan komunitasnya.
Ada yang keberadaannya sudah mapan, baik dari sisi program
kerja, agenda kegiatan rutin, maupun dukungan anggaran yang diperoleh dari
patungan (dan sumber lain yang halal dan tidak mengikat). Sehingga dapat memfasilitasi anggotanya pergi ke lokasi bencana.
Namun ada pula yang keberadaannya tergantung kemana angin
bertiup, yang penting bisa ngopi bersama, bertukar cerita apa saja sambil
bergembira, sejenak melupakan peliknya kehidupan.
Banyak
orang berkata bahwa Sebuah komunitas akan
diam di tempat, jika didalamnya tidak ada orang yang menjadi penggerak roda komunitas agar program yang
telah dicanangkan berjalan menuju tujuannya, sekalipun geraknya lamban.
Memang banyak orang yang memiliki semangat berkomunitasi, tetapi hanya di awal saja untuk
kemudian perlahan-lahan undur diri karena dilanda kejenuhan dan merasa keinginannya tidak tergapai.
Disinilah
perlu adanya kreatifitas dari semua orang yang ada di dalam komunitas agar tidak muncul rasa jenuh. Paling
tidak masing-masing anggota diberi
kesempatan mengusulkan kegiatan kebersamaan untuk meningkatkan kapasitas
terkait dengan bidang yang digeluti. Namun tidak menutup kemungkinan bidang
lain juga bisa dibahas disini sesuai kesepakatan bersama.
Perlu juga disadari bahwa kemungkinan anggota bersikap pasif itu
karena sudah terlalu sibuk di sana dan di situ. Sehingga keterlibatannya di
komunitas hanya sebagai anggota pasif yang hanya menunggu kegiatan. Jika
kegiatannya menurutnya menguntungkan pasti akan
ikut. Namun jika dianggap kurang menyenangkan, dia akan menghindar dengan
berbagai alasan.
Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa komunitas
adalah sekelompok orang yang saling
berinteraksi untuk mencapai tujuan yang disepakati bersama. Mereka, secara
terjadwal saling interaksi dan berkomunikasi agar semua tujuan yang tertuang
dalam program bisa berjalan.
Bagaimana
menjaga keutuhan komunitas agar tidak layu sebelum berkembang ?. inilah tugas dan tanggungjawab bersama membangun
ketangguhan komunitas dengan segala kiprah yang berguna bagi anggota maupun
penerima manfaat.
Sehingga diperlukan adanya pengurus yang aktif membangun
komunikasi dan memotivasi anggotanya. Masalahnya kemudian, apakah anggotanya
mau dimotivasi ?. karena masing-masing anggota punya motivasi sendiri ikut
bergabung dalam komunitas.
Namun, perlu disadari bahwa ada beragam keunikan dari
masing-masing personil. Ada pengurus yang hanya bisa bekerja di lapangan tanpa
pernah memberikan gagasan dan berkomentar atas kegiatan yang akan dijalankan. Ada
juga yang suka berteori menyusun konsep dan draft rencana kegiatan, tanpa
pernah mau ikut turun ke lapangan dengan alasan kesehatan.
Kondisi keberagaman inilah yang harus dikelola agar
komunitas bisa berkembang menebar kebermanfaatan dan anggotanya merasa
terayomi, merasa di-orang-kan, saling menguatkan tanpa melemahkan.
Perlu diingat bahwa jiwa kreatif itu sudah dimiliki oleh
masing-masing individu. Tinggal Kembali kepada individu masing-masing, mau
mengembangkannya atau hanya memilih diam dan menunggu hasil kreatif orang lain
sebagai follower.
Ini juga menjadi tugas pengurus memotivasi dan memberi
kesempatan kepada anggotanya untuk mengembangkan diri. Dampaknya jelas,
keberadaan komunitas akan menjadi “rumah besar” bagi anggotanya untuk
berakspresi membesarkan komunitasnya dengan program-program yang bermanfaat
bagi semua.
Sementara itu, yang perlu dicatat adalah, menjadi
pengurus sebuah komunitas itu bukan tanpa resiko. Keliru mengambil kebijakan
akan sangat merugikan keberadaan komunitas, yang ujung-ujungnya akan mendapat
caci maki anggota.
Pengurus pun harus bertanggungjawab terhadap kesepakatan
yang telah diambil bersama, khususnya yang berkaitan dengan dana kegiatan yang
dikumpulkan bersama.
Dengan demikian, jika ada komunitas yang di awal
kemunculannya tampak bergairah, untuk kemudian meredup secara perlahan lahan.
Hendaknya pengurusnya harus cepat tanggap. Paling tidak segera mengadakan rapat
untuk mencari akar masalah penyebab meredupnya semangat berkomunitas.
Jangan dibiarkan berlarut-larut. Kecuali jika kematian
komunitas itu memang dikehendaki karena sudah tidak dianggap menguntungkan lagi,
dan sudah ada lahan baru tempat
beraktivitas yang lebih menjanjikan. Jika demikian, sebaiknya disegerakan saja dikubur
ramai-ramai, untuk menutup kenangan indah yang pernah dijalani bersama.
[eBas/SeninKliwon-05122022]
perlu juga disadari bahwa relawan yang tidak terikat oleh lembaga, alias relawan independen (bebas merdeka) itu yang harus diingat ketika berkeinginan untuk turut serta turun ke lokasi bencana menolong sesama itu adalah tersedianya waktu, adanya sangu, dan mendapat restu dari keluarga.
BalasHapusjika ke tiganya ada maka silahkan turun ke lokasi dengan catatan badan sehat dan sarpras sesuai standar.