Konon, diakui atau tidak, setiap terjadi bencana, masyarakatlah yang menjadi korban pertama sekaligus menjadi penolong pertama sebelum pihak luar datang membantu. Untuk itulah upaya melibatkan masyarakat dalam urusan kebencanaan harus diupayakan.
Hal ini sesuai dengan pasal 27,
UU 24 tahun 2007, yang mengatakan bahwa
Setiap orang berkewajiban: a. menjaga kehidupan sosial masyarakat yang
harmonis, memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan kelestarian
fungsi lingkungan hidup; b. melakukan kegiatan penanggulangan bencana; dan c.
memberikan informasi yang benar kepada publik tentang penanggulangan bencana.
Agar masyarakat dapat berperan
dalam upaya penanggulangan bencana, maka mereka perlu mendapatkan
pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana. (pasal 26, ayat 1 poin b).
Terkait upaya membangun
ketangguhan masyarakat, komunitas relawan diharapkan dapat membantu meningkatkan
kesadaran masyarakat akan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana, dengan memanfaatkan
sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang ada di lingkungan setempat, agar
dapat “berbuat sesuatu” (mengantisipasi, beradaptasi, memproteksi, dan daya
lenting) dalam menghadapi potensi ancaman bencana yang mungkin akan terjadi,
secara mandiri.
Beberapa literatur mengatakan
bahwa penanggulangan Bencana adalah serangkaian kegiatan baik sebelum, saat dan
sesudah terjadi bencana yang dilakukan untuk mencegah, mengurangi, menghindari
dan memulihkan diri dari dampak bencana.
Dari devinisi di atas, tidak
terlalu salah jika upaya penanggulangan bencana itu koordinator utamanya adalah
pemerintah (dalam hal ini BNPB/BPBD). Sementara, elemen pentahelix lainnya
mengambil peran sesuai kapasitasnya. Baik itu di saat pra bencana, tanggap
bencana, dan pasca bencana.
Pada saat pra bencana, kegiatan
yang dilakukan mencakup pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, serta peringatan
dini. Langkah-langkah persiapan yang dilakukan dalam menghadapi bencana ataupun
upaya memperkecil dampak bencana yang akan terjadi.
Bentuk kegiatannya diantaranya,
belajar membuat peta rawan bencana, menyusun dokumen kajian risiko bencana dan
lainnya, pembuatan rambu evakuasi, menyiapkan tempat pengungsian, dan pembuatan
tanda peringatan dini.
Kegiatan saat terjadi bencana
mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara dan
menanggulangi dampak yang ditimbulkan, seperti kegiatan search and rescue
(SAR), penyelamatan korban dan harta benda, serta evakuasi, bantuan darurat dan
pengungsian
Pada saat terjadinya bencana akan
banyak pihak yang menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan
tenaga, moril material secara spontan, baik dari lingkungan wilayah tersebut
maupun dari luar. Bantuan sumbangan yang masuk sebenarnya merupakan tabungan
yang harus dikelola dengan baik, tepat guna, tepat sasaran, dan bermanfaat.
Kegiatan pasca bencana pada
dasarnya mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Kegiatan
saat setelah terjadinya bencana, dilakukan proses perbaikan kondisi masyarakat
yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada
keadaan semula.
Tentunya proses-proses di atas itu
harus tetap dalam “pengawasan” BNPB/BPBD. Termasuk ketika harus melibatkan
masyarakat di semua fase penanggulangan bencana. Semua ini penting agar tidak
terjadi kesalahan administrasi yang dapat berurusan dengan BPK dan KPK di
kemudian hari.
Yang jelas, pelibatan masyarakat
dalam penanggulangan bencana itu merupakan langkah cerdas. Ada destana, katana,
kencana, dan SPAB. Juga ada KSB milik Kemensos. Bahkan beberapa kantor/lembaga
juga punya program sejenis yang numpuk di Desa dengan segala variasinya. Semua program bergengsi itu hendaknya dapat berjalan dalam arti sebenarnya dan didukung dana tindak lanjutnya, agar budaya tangguh itu dapat segera terwujud. Bukan
sekedar program seremonial tanpa kelanjutan, hanya mengejar daya serap anggaran semata. [eBas/JumatWage-24112023]
program destana sudah berjalan di setiap tahunnya. bahkan sudah ada lomba destana dalam tiga kategori (pratama, madya, utama). namun sering kali semua berhenti pasca lomba, tanpa upaya pembinaan/pendampingan untuk pemandirian.
BalasHapusbegitu juga program SPAB, selama ini yg aktif membiayai SPAB adalah BNPB dan BPBD lewat anggaran rutin.
sementara kemdiknas yang telah menelorkan permendikbud 33 tahun 2019 dengan segala peraturan tambahannya, sampai saat ini masih gamang menganggarkannya. masih sibuk penataan organisasi dengan konsep sekolah penggerak, guru penggerak dan kurikulum merdeka,
harusnya jajaran dinas pendidikan malu karena banyak yang belum baca permendikbud 33 tahun 2019, sehingga program SPAB selama ini yg menjalankan BNPB/BPBD karena kemdiknas tidak mau menganggarkan,