Kamis, 23 November 2023

PENANGGULANGAN BENCANA HENDAKNYA MELIBATKAN MASYARAKAT

Konon, diakui atau tidak, setiap terjadi bencana, masyarakatlah yang menjadi korban pertama sekaligus menjadi penolong pertama sebelum pihak luar datang membantu. Untuk itulah upaya melibatkan masyarakat dalam urusan kebencanaan harus diupayakan.

Hal ini sesuai dengan pasal 27, UU 24 tahun 2007, yang mengatakan bahwa  Setiap orang berkewajiban: a. menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup; b. melakukan kegiatan penanggulangan bencana; dan c. memberikan informasi yang benar kepada publik tentang penanggulangan bencana.

Agar masyarakat dapat berperan dalam upaya penanggulangan bencana, maka mereka perlu mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. (pasal 26, ayat 1 poin b).

Terkait upaya membangun ketangguhan masyarakat, komunitas relawan diharapkan dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana, dengan memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang ada di lingkungan setempat, agar dapat “berbuat sesuatu” (mengantisipasi, beradaptasi, memproteksi, dan daya lenting) dalam menghadapi potensi ancaman bencana yang mungkin akan terjadi, secara mandiri.

Beberapa literatur mengatakan bahwa penanggulangan Bencana adalah serangkaian kegiatan baik sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang dilakukan untuk mencegah, mengurangi, menghindari dan memulihkan diri dari dampak bencana.

Dari devinisi di atas, tidak terlalu salah jika upaya penanggulangan bencana itu koordinator utamanya adalah pemerintah (dalam hal ini BNPB/BPBD). Sementara, elemen pentahelix lainnya mengambil peran sesuai kapasitasnya. Baik itu di saat pra bencana, tanggap bencana, dan pasca bencana.

Pada saat pra bencana, kegiatan yang dilakukan mencakup pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, serta peringatan dini. Langkah-langkah persiapan yang dilakukan dalam menghadapi bencana ataupun upaya memperkecil dampak bencana yang akan terjadi.

Bentuk kegiatannya diantaranya, belajar membuat peta rawan bencana, menyusun dokumen kajian risiko bencana dan lainnya, pembuatan rambu evakuasi, menyiapkan tempat pengungsian, dan pembuatan tanda peringatan dini.

Kegiatan saat terjadi bencana mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara dan menanggulangi dampak yang ditimbulkan, seperti kegiatan search and rescue (SAR), penyelamatan korban dan harta benda, serta evakuasi, bantuan darurat dan pengungsian

Pada saat terjadinya bencana akan banyak pihak yang menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril material secara spontan, baik dari lingkungan wilayah tersebut maupun dari luar. Bantuan sumbangan yang masuk sebenarnya merupakan tabungan yang harus dikelola dengan baik, tepat guna, tepat sasaran, dan bermanfaat.

Kegiatan pasca bencana pada dasarnya mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Kegiatan saat setelah terjadinya bencana, dilakukan proses perbaikan kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula.

Tentunya proses-proses di atas itu harus tetap dalam “pengawasan” BNPB/BPBD. Termasuk ketika harus melibatkan masyarakat di semua fase penanggulangan bencana. Semua ini penting agar tidak terjadi kesalahan administrasi yang dapat berurusan dengan BPK dan KPK di kemudian hari.

Yang jelas, pelibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana itu merupakan langkah cerdas. Ada destana, katana, kencana, dan SPAB. Juga ada KSB milik Kemensos. Bahkan beberapa kantor/lembaga juga punya program sejenis yang numpuk di Desa dengan segala variasinya. Semua program bergengsi itu hendaknya dapat berjalan dalam arti sebenarnya dan didukung dana tindak lanjutnya, agar budaya tangguh itu dapat segera terwujud. Bukan sekedar program seremonial tanpa kelanjutan, hanya mengejar daya serap anggaran semata.  [eBas/JumatWage-24112023]

 

 

 

 

 

 

1 komentar:

  1. program destana sudah berjalan di setiap tahunnya. bahkan sudah ada lomba destana dalam tiga kategori (pratama, madya, utama). namun sering kali semua berhenti pasca lomba, tanpa upaya pembinaan/pendampingan untuk pemandirian.

    begitu juga program SPAB, selama ini yg aktif membiayai SPAB adalah BNPB dan BPBD lewat anggaran rutin.
    sementara kemdiknas yang telah menelorkan permendikbud 33 tahun 2019 dengan segala peraturan tambahannya, sampai saat ini masih gamang menganggarkannya. masih sibuk penataan organisasi dengan konsep sekolah penggerak, guru penggerak dan kurikulum merdeka,
    harusnya jajaran dinas pendidikan malu karena banyak yang belum baca permendikbud 33 tahun 2019, sehingga program SPAB selama ini yg menjalankan BNPB/BPBD karena kemdiknas tidak mau menganggarkan,

    BalasHapus