Selasa, 20 Februari 2024

MUKIDI BUKAN KOLEKTOR PIAGAM PELATIHAN

    Beberapa teman Mukidi, melalui postingan di grup whatsapp mengatakan bahwa dirinya telah mengikuti berbagai pelatihan di bidang penanggilangan bencana. Seperti pelatihan manajemen dapur umum, pelatihan manajemen kebencanaan, dan sejenisnya.

    Teman Mukidi juga bercerita, setiap mengikuti pelatihan selalu mendapat piagam (ada yang menyebut sertifikat). konon, jumlah piagam/sertifikat yang berhasil dikumpulkan jumlahnya banyak sekali. Ya banyak sekali dalam berbagai ukuran dan warna. Belum lagi yang berupa e-sertifikat.

    Mukidi suka minder dengan teman-temannya yang memiliki banyak piagam/sertifikat, yang dikeluarkan oleh panitia, sebagai tanda pernah ikut kegiatan tertentu sebagai peserta. Terlepas dia paham dan menguasai materi atau tidak, yang penting punya piagam/sertifikat.

    Ya, Mukidi pantas minder karena dialah anggota grup whatsapp yang paling sedikit memiliki piagam/sertifikat. Sebenarnya Mukidi sering juga mengikuti pelatihan dan diskusi yang diadakan oleh berbagai pihak, dan biasanya juga diberi piagam/seretifikat di akhir kegiatan.

    Sayangnya Mukidi bukanlah tipe orang yang suka mengkoleksi piagam/sertifikat yang sering dianggap sebagai bentuk pengakuan dan kemampuan, sehingga kertas yang membanggakan itu sering kali hilang tidak terurus.

    Ya, Mukidi memang tergolong orang yang abai terhadap piagam/sertifikat. Karena menurutnya, yang penting itu penguasaan materi dan peningkatan wawasannya. Namun yang terjadi, Mukidi pun masih sering malas untuk mempraktekkan ilmu baru yang di dapat dari pelatihan. Sehingga lupa dan tidak paham, seperti sebelum ikut pelatihan.

    Beberapa hari yang lalu, ada teman Mukidi, yang dengan bangganya memamerkan piagam/sertifikat tentang pelatihan jurnalistik yang pernah diikuti. Dia bercerita bahwa nara sumbernya adalah pakar jurnalistik kenamaan. Materinya pun juga sangat berbobot. Diantaranya, cara menulis berita yang baik, dan bagaimana membuat esai/feature yang menarik.

    Sayangnya, teman Mukidi itu hanya dapat bercerita saja, namun tidak pernah mencoba membuat tulisan jenis berita. Apalagi tulisan esai. Rupanya teman Mukidi itu lupa, bahwa keterampilan menulis itu harus dipraktekkan dengan belajar menulis dan terus menulis.

    Memang, penyakit menulis itu adalah malas, dan malu karena merasa tulisannya jelek. Padahal semua penulis terkenal itu, awalnya juga belajar menulis dengan segala kekurangannya. Banyak juga yang belajar secara otodidak. Namun karena kegigihannya, mereka terus belajar dan selalu belajar menulis, tanpa kenal lelah dan menyerah.

    mBah Google bilang, belajar otodidak adalah belajar mandiri tentang pengetahuan/keterampilan tertentu dengan mengumpulkan materi sendiri untuk dipelajari melalui berbagai media yang ada. Seperti buku, internet, koran, dan pergaulan hidup. Temasuk berbagai komentar di grup whatsapp sebagai pengayaan tata bahasa untuk menghidupkan rangkaian kalimat dalam tulisan jurnalistik.

    Sesungguhnyalah Mukidi juga pernah mengikuti pelatihan jurnalistik. Namun karena tidak dapat menunjukkan bukti berupa piagam/sertifikat, maka tidak ada yang percaya. Karena tidak mau mengkoleksi piagam/sertifikat, maka Mukidi harus sadar diri jika tidak dihargai.

    Namun Mukidi tetap saja belajar menulis secara otodidak. Sak nulis-nulisnya, sesuai dengan ide dan gagasan yang muncul. Tidak peduli tulisan itu baik sesuai kaidah jurnalistik, maupun babar blas tidak sesuai, bodo amat.

    Yang penting terus belajar menulis dan selalu mencoba menulis sejadi-jadinya. Kemudian di posting di media sosial tanpa berfikir ada yang mau membaca, atau malah maido karena tulisannya tidak layak baca. Yang penting berkarya dan berani mempraktekkan, tidak hanya berteori sambil pamer piagam/sertifikat. 

     Alangkah eloknya jika tulisan yang dihasilkan dan di posting di media sosial itu kemudian dibukukan sebagai kenangan yang terindah sebagai bukti fisik bahwa Mukidi pernah belajar menulis dan selalu gagal menulis seperti yang dimuat di media massa. Salam Waras, Salam Literasi. [eBas/SelasaPahing-20022024]

 

 

 

 

 

 

  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar