Memasuki bulan februari 2024,
hujan deras membersamai perayaan tahun baru imlek, menyebabkan banjir di
berbagai daerah. Sungai (termasuk selokan) yang dangkal akibat sampah dan
endapan lumpur menyebabkan airnya meluber kemana-mana. Ke jalan raya, pekarangan,
sawah dan rumah warga.
Bahkan saking lebatnya hujan,
derasnya air sungai mampu menjebol tanggul. air pun liar kemana-mana, di
beberapa daerah terjadi longsor. Jembatan pun banyak yang terendam untuk
kemudian hanyut bersama pepohonan dan aneka sampah. Di beberapa titik, lalu
lintas macet total karena banyak kendaraan terendam.
Dampaknya, warga banyak yang
harus mengungsi. Baik secara mandiri maupun dibantu petugas dan relawan.
Beberapa gedung digunakan untuk tempat pengungsian. Berbagai lembaga kemanusiaan,
dan relawan turun tangan membantu.
Begitu juga dengan Mukidi,
sebagai relawan pemberani, melalui media sosial, dia berteriak lantang mengajak
relawan untuk segera turun ke lokasi, menolong korban bencana banjir.
Ya, Mukidi memang selalu
berkesempatan turun langsung ke lokasi, ketika ada bencana. Di manapun dan
kapanpun, Mukidi selalu tampil dengan gagah berani,penuh keikhlasan menolong
sesama yang menjadi penyintas.
Saat ini, ketika di beberapa
daerah di Provinsi Jawa Tengah dilanda banjir, Mukidi pun sudah beraksi disana,
tidak lupa dia juga berteriak lantang mengajak relawan untuk segera turun ke
lokasi. Lho ...lho gak bahaya ta ?.
Pertanyaannya, apakah di daerah
yang terkena bencana itu, tidak ada komunitas relawan yang membantu BPBD
setempat menanggulangi bencana ?. apakah BPBD tidak memiliki TRC dan agen
bencana, sehingga Mukidi yang bukan orang lokal harus datang turun tangan
mengambil alih peran relawan lokal ?. wow... Betapa hebatnya Mukidi.
Saking hebatnya, sehingga dia menyangka
semua relawan harus seperti dirinya. Sat set... wat wet, bras bres dan beres. Padahal,
tidak semua relawan seperti Mukidi yang siap berlaga dimana saja sebagai bentuk
ibadah sosial.
Dalam Perka BNPB nomor 17 tahun
2011, dikatakan bahwa relawan penanggulangan bencana adalah seorang atau
sekelompok orang yang “memiliki kemampuan” dan kepedulian untuk
bekerja secara sukarela dan ikhlas dalam upaya penanggulangan bencana.
Kata kemampuan disini, tidak hanya
terkait dengan penguasaan keterampilan teknis saja, tetapi tidak kalah
pentingnya adalah kemampuan soal dana
dan ijin dari tempat kerja dan keluarga. Tanpa itu, dapat mempengaruhi kinerja
sebagai anggota tim di lapangan.
Jelas, masalah di atas tidak pernah
terpikirkan oleh Mukidi, karena semua aktivitasnya didukung fasilitas prima
dari mana-mana, termasuk dari keluarga. Sementara, relawan yang lain, tidak
selalu bisa berbuat seperti Mukidi. Ada kendala pribadi yang tidak diketahui
Mukidi.
Usut punya usut, ternyata Mukidi
dapat beraktivitas tanpa batas itu
karena ada yang mendukung. Istilah kerennya ‘ono dekengan pusat’. Pantesan Mukidi
seperti kutu loncat. Loncat kesana kemari melaksanakan aksi kemanusiaan dari
satu bencana ke bencana yang lain.
Kondisi yang seperti itu jelas tidak
dapat disamakan antara Mukidi dengan relawan lain yang tidak seperti Mukidi. ‘Ojo
dibanding bandingke, yo mesti kalah, yo jelas ora mampu’. Karena Mukidi
bernaung di sebuah lembaga yang bergerak di bidang sosial kemanusiaan, maka
Mukidi memang harus kesana kemari menjalankan misi lembaganya.
Dengan demikian, peran yang disandang
Mukidi bukan sebagai relawan, namun lebih tepat sebagai pekerja kemanusiaan
yang ada nilai nominalnya masuk ke dompet Mukidi.
Sebagai pekerja kemanusiaan, wajar
jika Mukidi dapat bergerak kemana-mana, karena dia dibayar untuk itu. bahkan
seringkali dia datang ke lokasi lebih awal dari pada yang lain.
Ingat lho, relawan itu pemain
pembantu. Pemain utamanya adalah BPBD yang memiliki pasukan TRC dan Agen Bencana.
Sebagai pemain pembantu, tentu harus berkoordinasi dengan BPBD sebelum turun ke
lokasi bencana, dan membantu sesuai kemampuan. Jangan memaksakan diri, nanti malah
celaka sendiri.
Semoga Mukidi masih ingat guyonan
lama yang mengatakan bahwa, relawan itu berhasil dalam tugas tidak dipuji, Gagal
dalam tugas langsung dicaci maki, dan Sakit dalam tugas, itu salah sendiri.
Wallahu a’lam bishowab. [eBas/KamisPahing-15022024]
SUNGGUH RELAWAN ITU PASTI DALAM HATINYA SELALU INGIN BERBUAT BAIK MENOLONG SESAMANYA. NAMUN KADANG ADA KENDALA YANG SULIT DITEMBUSNYA. SEPERTI MASALAH IJIN KELUARGA, UANG OPERASIONAL DI DOMPET, KESEHATAN DAN KESIBUKAN LAIN YANG BERPENGARUH TERHADAP HIDUP DAN PENGHIDUPANNYA.
BalasHapusTOLONG INI DIPAHAMI, JANGAN SEMUA DISAMAKAN.
MENJADI RELAWAN TIDAK HARUS TURUN KE LOKASI. BANYAK BIDANG YANG DAPAT DIGARAP BAIK DI FASE PRA BENCANA, DARURAT BENCANA, DAN PASCA BENCANA.
MONGGO DIPILIH SESUAI KEMAMPUAN DAN KESEMPATAN