Senin, 04 Maret 2024

FPRB ITU SETELAH BERDIRI TERUS NGAPAIN (sebuah renungan nakal dari orang yang tidak potensial)

 Konon, Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) adalah wadah bagi elemen pentahelix yang terdiri dari unsur pemerintah, akademisi, dunia usaha, media massa, dan masyarakat yang dibentuk untuk mengkaji, memberikan masukan atau rekomendasi sebagai bahan pertimbangan dalam rangka penanggulangan bencana.

 Fungsinya, antara lain, untuk Memotivasi terwujudnya partisipasi semua pemangku kepentingan untuk melakukan pengurangan risiko bencana. Serta ajang Koordinasi semua pemangku kepentingan dalam penanggulangan bencana.

 Mengingat pentingnya keberadaan FPRB, maka ada himbauan dari BNPB/BPBD agar semua daerah segera membentuknya, sesuai amanat dari Undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dan Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

 Agar keberadaan FPRB tidak disalah pahami, ada baiknya semua pihak mengetahui sepuluh (10) hal tentang FPRB ini. Diantaranya,

1) . FRPB adalah perwujudan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bencana di daerahnya; 2).FPRB terdiri dari perwakilan lembaga usaha, akademisi, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, media massa, donor, organisasi profesi/keahlian, legislative, yudikatif, dan organisasi perangkat daerah, serta relawan penanggulangan bencana;

2) . FPRB adalah mitra BPBD Provinsi maupun BPBD Kab/Kota. FPRB bukan saingan BPBD; 4). FRPB dibentuk berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007, PP No. 21 Tahun 2008, serta secara spesifik  diatur dalam Perka BNPB  yang dalam proses penyelesaian; 5). FPRB memiliki Visi: Memastikan Pembangunan Daerah Berbasis Pengurangan Risiko Bencana;

 6) . Memastikan kebijakan yang diambil dapat mengurangi risiko bencana saat ini, tidak menambah risiko bencana baru, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat; 7). Memastikan kelembagaan penanggulangan bencana dapat bersinergi dengan baik, antara BPBD  dengan OPD, antara pemerintah daerah dengan masyarakat dan lembaga usaha;

 7) . Memastikan anggaran penanggulangan bencana cukup digunakan dalam penanggulangann bencana sesuai dengan risiko bencana di daerahnya; 9). Memastikan pemberdayaan masyarakat  dilakukan di daerah dalam membangun ketangguhan terhadap bencana; 10). Target bersama memastikan 7 Objek Ketangguhan, yaitu Rumah/Hunian, Sekolah/Madrasah, Puskesmas/RS, Pasar, Rumah Ibadah, Kantor, dan Prarasana Vital.

 Harapannya, dengan mengetahui sepuluh hal di atas, semua pihak dapat memahami untuk kemudian berkenan menerimanya dengan membentuk FPRB dengan segala programnya yang mendukung upaya membangun ketangguhan menghadapi bencana, dan adaptasi perubahan iklim.

 Pertanyaannya kemudian, apakah BPBD wajib membentuk FPRB ?. Jika sudah terbentuk terus diapain, mau berbuat apa dan berperan dimana, serta banyak lagi pertanyaan yang bermunculan seputar keberadaan FPRB.

 Sementara, daerah-daerah yang telah membentuk FPRB dan melantik pengurusnya lewat “upacara” yang berbiaya entah dari mana, nyatanya banyak yang berjalan di tempat sambil menunggu “dijawil”. Bahkan ada yang kemunculannya ketika ada acara seremonial saja. Itu pun yang diajak hanya beberapa pengurus saja, sesuai rekues.

 Sedangkan pengurus lain berkegiatan sendiri semampunya, atau diam menyimak nunggu diajak. Bahkan ada yang berkegiatan dengan pihak lain sambil titip pasang logo forum, agar seolah-olah forum telah memiliki program kerja yang dihasilkan dalam rapat.

 Di sisi lain, BPBD pun juga setali tiga uang. Banyak yang masih bimbang dengan keberadaan FPRB yang menjadi mitranya. Akan diajak berkegiatan untuk menjalankan program, namun, nyatanya sudah cukup dikerjakan sendiri oleh karyawan BPBD, sesuai aturan penggunaan anggaran rutin.

 Kalau dipaksakan, ada ketakutan menyalahi aturan, yang dapat berakibat pidana. Disinilah kebijakan pimpinan sangat menentukan dapat tidaknya BPBD “merangkul” FPRB dalam melaksanakan program pengurangan risiko bencana, untuk membangun resiliensi.

 Mungkin, sebelum membentuk FPRB, ada baiknya jika diawali dengan pertemuan dengan berbagai pihak membahas  apa itu forum dengan segala permasalahannya. Termasuk kesiapan SDM semua elemen pentahelix yang akan terlibat dalam forum.

 Artinya pembentukan FPRB itu tidak sekedar menggugurkan kewajiban belaka. Namun benar-benar berdampak. Baik pada program, kebijakan maupun penerima manfaat. Tidak hanya terbentuk kemudian yang aktif hanya dari unsur tertentu saja, sementara unsur lain baru muncul jika ada “undangan” saja.

 Tentunya upaya membentuk FPRB melalui berbagai pertemuan yang diadakan beberapa kali, dalam rangka berproses, mau tidak mau harus “dimotori” oleh BPBD, yang mempunyai kuasa dan kebijakan. Atau pihak lain yang memiliki “kemampuan”.

 Tanpa itu rasanya keberadaan forum sangat berat untuk dapat berbuat sebagaimana layaknya organisasi. Apalagi berupaya mewujudkan sepuluh hal yang disebut di atas.

 Dengan demikian, tidak terlalu salah jika beberapa BPBD masih enggan menerima kehadiran FPRB di wilayahnya. Banyak faktor yang melatari. termasuk kebijakan setempat. Wallahu a’lam bishowab. Salam Waras. [eBas/SeninKliwon-04032024]

 

 

 

 

 

  

 

 

 

 

3 komentar:

  1. Perlu ngopi bareng dan pemahaman bersama

    BalasHapus
  2. Ya banyak hal yg harus dipikirkan sebelum membentuk forum. Seperti siapa yg akan ngurusi forum, programnya apa, bagaimana model/bentuk giatnya dlm berkolaborasi dgn berbagai pihak (bpbd), hak dan kewajiban antar pengurus, dgn anggota dgn mitra dan pihak lain dan banyak lagi

    BalasHapus
  3. Kalo sekedar membentuk ya mudah lah

    BalasHapus