Sebentar lagi
kita akan memasuki tahun 2020. Dimana menurut penanggalan Cina, tahun 2020 itu
adalah tahun yang bershio tikus. Konon shio tikus menandakan sebuah kehidupan
yang dinamis penuh tantangan.
Ada juga
yang bilang, kini saatnya generasi milenial yang tampil di depan dengan segala
konsep dan gayanya. Dalam jurnalcowok.com (2014), Generasi Millenial memiliki
karakteristik yang khas, kita lahir di zaman TV sudah berwarna dan
memakai remote, sejak masa sekolah sudah menggunakan handphone,
sekarang tiap tahun ganti smartphone dan
internet menjadi kebutuhan pokok, berusaha untuk selalu terkoneksi di
manapun, eksistensi sosial ditentukan dari
jumlah follower dan like, punya tokoh idola, afeksi pada genre
musik dan budaya pop yang sedang hype, ikut latah #hashstag ini #hashtag
anu, pray for ini itu dan semua gejala/istilah kekunian yang tidak ada
habis-habisnya muncul, membuat generasi orangtua kebingungan mengikutinya.
Begitu juga
dengan dunia kerelawanan. Sudah waktunya relawan milenial tampil
(ditampilkan/menampilkan/dipaksa tampil) memegang kendali organisasi dengan
memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi (konon sekarang ini jamannya
aplikasi berbasis komputerisasi). Sehingga dimungkinkan, kerja-kerja
kemanusiaan nanti berbasis android. Tidak perlu bertemu untuk sekedar rapat
anggota, pun rapat pengurus, termasuk koordinasi dan mobilisasi, karena
semuanya bisa dilakukan secara online. Seperti pelatihan navigasi ala Cak Dares
yang memanfaatkan kecanggihan android. Ke depan, mungkin bisa dikembangkan
untuk materi-materi kebencanaan yang lain. Misalnya diklat dapur umum online,
pelatihan evakuasi berbasis aplikasi, dan lainnya. begitu juga dengan InaRisk
yang dikembangkan Ridwan dan BNPB, merupakan media informasi bencana berbasis
internet.
Paling
tidak, ke depan relawan harus melek teknologi informasi, dan semakin peka
terhadap permasalahaan kemanusiaan, lingkungan hidup dan melek kebijakan publik.
Untuk itulah ada baiknya jika mulai sekarang harus diwacanakan tentang hal-hal
yang berbau milenial (yang bagaimana ya?. Mari belajar bersama ). paling tidak,
keberadaan grup WhatsApp lebih diarahkan untuk pertukaran informasi dan gagasan,
mendiskusikan permasalahan aktual terkait dengan kebencanaan, kerusakan alam
dan kemanusiaan.
Saking
pentingnya milenial ini, presiden kita telah berani memulai mengangkat generasi
milenial (yang memiliki prestasi tentunya) untuk menjadi staf khususnya dengan
gaji khusus pula. Pastilah tahun 2020 akan muncul gaya kerja milenial yang efisien
dan efektif, mengedepankan kreativitas dan inovasi yang berbasis internet.
Nah, jika
presiden saja sudah berani memulai menghadirkan generasi milenial di tahun ke
dua masa pemerintahannya, tidak ada salahnya jika SRPB JATIM pun mulai
mendorong dan memberi panggung para milenial untuk tampil ikut dalam
kepengurusan yang akan disusun pada kongres ke dua tahun 2020, sebagai upaya
peningkatan mutu program SRPB JATIM di era 4.0.
Harapannya,
didalam penanggulangan bencana, relawan milenial tidak hanya peduli dan ngurusi
pada fase tanggap darurat bencana. Tapi harus paham dan ikut berperan pada
penanganan masalah pra bencana dan pasca bencana, seperti yang tersurat dalam
perka nomor 17 tahun 2011.
Itu artinya,
relawan milenial tidak hanya mengandalkan okol saja dalam berkegiatan. Namun juga
memiliki akal yang cerdas berawasan luas. Ya, idealnya relawan itu harus bisa
diajak diskusi yang menawarkan idea tau konsep yang argumentative, rajin
mengikuti gelaran diskusi untuk memberikan usulan kebijakan. Mampu menjadi
fasilitator pelatihan, bisa melakukan edukasi tentang pengurangan risiko
bencana. Tentu saja mumpuni ketika harus turun ke lokasi bencana sesuai denga
klaster dan kesempatan.
Untuk itulah
SRPB JATIM melalui kegiatanya yang dikemas dengan konsep sersansan (serius tapi
santai dan santun) itu diharapkan bisa menginspirasi relawan milenial belajar menduplikasi
untuk kemudian berani menggantikan peran “saudara tuanya” untuk menggerakkan
roda SRPB JATIM yang semakin kreatif, inovatif dan kekinian agar tidak
tertinggal/ditinggalkan. Ya, masalah manajemen organisasi dan manajemen
kebencanaan hendaknya semakin menjadi bahan obrolan disaat jagongan sambil
nyruput kopi.
Semoga rapat
koordinasi yang digelar di Hotel Arca, Trawas, Mojokerto, tanggal 28 -29
November 2019, bisa menelorkan gagasan menarik tentang program SRPB JATIM dalam
upaya meningkatkan kapasitas relawan penanggulangan bencana.Tentu peran peserta
rakor akan sangat menentukan lahirnya usulan kebijakan yang akan dijadikan
agenda dalam kongres tahun depan. Salam Tangguh, Salam Kemanusiaan. [eBas/Rabu
Legi-27Nov2019]
ingat ya
BalasHapusSRPB (sekretariat bersama relawan penanggulangan bencana) itu dibentuk oleh BPBD Prov. Jawa Timur sebagai wadah berkumpulnya organisasi relawan (dan pegiat kemanusiaan dan lingkungan) untuk saling berkoordinasi, berkomunikasi, saling peduli untuk berbagi informasi serta tukar pengalaman sekaligus membangun sinergi untuk bersama-sama meningkatkan kapasitas relawan. baik dibidang PB maupun PRB.
relawan sebagai salah satu unsur pentahelix diharapkan mumpuni dalam perannya pada saat pra bencana, saat tanggap darurat bencana dan pada saat pasca bencana seperti yang tersurat dalam perka 17 tahun 2011
salam tangguh salam kemanusiaan
seduluran sak lawase
mgopi bareng penuh keakraban
Memang sangat penting peran Relawan pada fase tanggap darurat, tapi tidak kalah pentingnya juga kita berperan pada fase pra bencana.
BalasHapusKarena setidaknya kita bisa menguatkan atau meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana serta dapat meminimalisir korban dan risiko bencana..
Bravo SRPB Jatim..
Suksesi kepengurusan organisasi yang tidak disiapkan dapat mengakibatkan konflik internal. Oleh karena itu perencanaan suksesi menjadi penting karena pada hakekatnya bertujuan mempertahankan dan mengembangkan performa organisasi serta meningkatkan kompetensi yang dimiliki untuk menjawab kebutuhan jaman.
BalasHapus