Kamis, 23 Januari 2020

MASALAH SAMPAH MASALAH KESADARAN


“Nggak main-main, Sudah ngawur. Inilah yang harus dijelaskan kepada masyarakat. Ayo, jaga ini sungai kita.” Kata Heru Tjahjono, Sekda Provinsi Jatim (Jawa Pos, 21/1), saat melihat kegiatan kerja bakti bersih-bersih sungai Buntung, Waru, Sidoarjo. Sungguh, tumpukan sampah yang begitu banyak itu tanda kurang adanya kesadaran dalam menjaga kebersihan sungai.

Segala jenis sampah dibuang di sungai Buntung. Ada spring bed, kasur kapuk, ban bekas, kursi, kayu gelondongan, sepatu, baju, pembalut, dan sampah domestik yang dibungkus tas kresek aneka warna. Belum lagi buangan material bangunan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Hal ini menyebabkan percepatan pendangkalan. Konon kedalaman sungai yang semula sekitar 3 meter, kini tinggal 50 centi meter. Sehingga wajar jika hujan deras beberapa jam saja, air langsung meluap menggenangi jalan dan pemukiman. Siapa yang salah ?.

Biasanya, jika terjadi banjir, warga terdampak langsung teriak menyalahkan pemerintah yang dianggap tidak peduli terhadap wilayahnya, dianggap abai terhadap pembangunan yang bisa mengurangi banjir, dan sumpah serapah lainnya. Sementara mereka tetap membuang sampah sembarangan. Mereka tidak sadar bahwa sungai bukan tempat sampah. Mungkin mereka juga belum tahu sungai dan "penghuninya" sangat bermanfaat menjaga keberlangsungan ekosistem yang ada dan menguntungkan kehidupan manusia sesuai konsep simbiosa mutualisma.

Masalah rendahnya kesadaran akan kebersihan dan membuang sampah pada tempatnya, tampaknya berkaitan dengan enggannya warga membayar iurang ke tukang angkut sampah dan memilih membuang sampah di sungai karena dianggap praktis. Untuk itulah relawan (termasuk kader pemerintah setempat), didampingi tokoh dan perangkat desa/kelurahan setempat melakukan upaya-upaya penyadaran melalui penyuluhan untuk menumbuhkan rasa peduli sungai bersih yang bebas sampah.

Termasuk menggunakan dana desa untuk upaya pencegahan dan kesiapsiagaan dalam rangka pengurangan risiko bencana. bentuknya terserah sesuai kesepakatan warga. Misalnya membangun tanggul, normalisasi bantaran sungai mengadakan penghijauan, membangun tempat pegungsian yang representatif untuk ‘mengamankan’ seluruh warga serta mengadakan pelatihan kebencanaan bagi warga.

Sesungguhnyalah, masalah sampah yang memang sering merepotkan. Dimana, saat musim kemarau sampah yang dibuang sembarangan menjadikan pemandangan yang tidak sehat, apalagi baunya yang cukup menyengat, bahkan jika teledor, dapat menimbulkan kebakaran yang menyesakkan pernafasan, tidak jarang akibat membakar sampah sembarangan menyebabkan musnahnya harta benda, bahkan kematian. Kemudian jika musim penghujan, seringkali menimbulkan genangan yang dapat menjadi sumber penyakit (diantaranya diare, gatal-gatal, dan demam berdarah serta tidak jarang menimbulkan banjir yang merugikan. Belum lagi masalah sampah plastik. 

Salah satu cara tradisional yang praktis memusnahkan sampah adalah dengan dibakar (dengan catatan harus ditunggui agar tidak kemana-mana dan terbakar dengan sempurna, tidak tersisa). Namun konon, membakar sampah itu dilarang, karena sudah ada undang-undangnya. Lha, terus apakah harus ditimbun ?. bisa-bisa malah akan mengganggu kesuburan tanah.

Beberapa komunitas ada yang menaruh kepedulian terhadap upaya mendaur ulang sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Sementara sampah yang sudah tidak bisa didaur ulang harus diapakan ?. Mungkin itulah salah satu pekerjaan rumah para relawan yang perlu dicarikan solusi.

Sesungguhnyalah di Sidoarjo ada forest, forum relawan sidoarjo tangguh, yang bisa diajak bekerjasama oleh BPBD Kabupaten Sidoarjo untuk melakukan aksi. Baik itu berupa kerja bakti membersihkan sampah, melakukan evakuasi terhadap bencana puting beliung, banjir, dan kebakaran. Maupun dilibatkan dalam upaya sosialisasi mitigasi dan pengurangan risiko bencana yang menjadi agenda rutin BPBD, termasuk melibatkan banyak pihak dan warga setempat untuk bersama melakukan kerja bakti membersihkan sungai seperti yang dilakukan secara masal pada hari senin, tanggal 20 Januari 2020, sehingga masyarakat memiliki kesadaran akan potensi bencana yang ada di daerahnya yang disebabkan karena sampah. Namun perlu disadari bahwa upaya penyadaran masyarakat itu tidak gampang, perlu waktu panjang. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/kamis pon-23102020]
   








3 komentar:

  1. Budayakan gaya hidup Reduce, Reuse and Recycle atau biasa dikenal dengan 3R, dari diri kamu. Biasakan untuk mengurangi pemakaian plastik atau bahan-bahan lain yang sulit terurai. Untuk menghemat penggunaan plastik,
    Sebagian sampah anorganik dapat didaur ulang, seperti kertas, kardus, botol kaca, botol plastik, kaleng dan lainnya. Jika kamu tidak yakin apakah sebuah kemasan makanan dapat didaur ulang atau tidak, kamu dapat memeriksa logo daur ulang pada kemasan makanan tersebut. Jika terdapat logo daur ulang, maka kemasan makanan tersebut dapat didaur ulang. Bawa sampah-sampah anorganik tersebut ke pusat daur ulang sampah terdekat atau kamu juga bisa memberikannya kepada pemulung.

    BalasHapus
  2. Mendaur ulang barang memang tidak mudah, butuh kesabaran dan kreatifitas tersendiri, tetapi bukan tidak mungkin kita melakukannya dari cara-cara yang sederhana; misalnya bunga dari sampah sedotan, tempat tisu dari sampah koran, frame foto dari kardus, pot hydroponic dari botol plastik. Daur ulang yang sedikit rumit misalnya menyulap sampah plastik kemasan makanan, minuman, atau deterjen menjadi payung, tas, dompet, benda lain yang tak kalah berharganya dengan barang baru.

    BalasHapus