Minggu, 25 Oktober 2020

BPBD JATIM MENYERU DARI HOTEL SINGGASANA

           Dari berbagai informasi yang ada, konon, Singgasana Hotel Surabaya hadir sebagai hotel “Real resort yang terbesar di tengah kota Surabaya yang padat. Terletak di Jl. Gunungsari, Surabaya dengan area seluas 7 hektar (1,8 ha untuk bangunan dan 5,2 ha untuk lahan hijau) berdampingan dengan lapangan Golf. Memiliki akses sangat mudah menuju jalan tol yang menghubungkan ke daerah-daerah industri (misalnya Paiton, Pasuruan dan Gresik). 10 menit ke pusat kota dan 20 menit ke Bandara Internasional Juanda.

Suasana alam yang asri dengan hijaunya pepohonan di seluruh area hotel, menjadikan Singgasana Hotel Surabaya sebagai aset yang sangat berharga, karena turut serta berpartisipasi di dalam pengurangan polusi di kota Surabaya.

Ekosistem di area Singgasana Hotel Surabaya terpelihara dengan baik, ini dapat dilihat dari aneka binatang liar di sekitarnya yang menyatu dengan alam dan burung-burung yang beterbangan di antara pepohonan dengan bebasnya menambah nyaman suasana.

Dari Hotel yang dulu bernama Patra Jasa Hilton Surabaya, bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, BPBD Provinsi Jawa Timur menyeru kepada relawan anggota SRPB JATIM dan F-PRB JATIM, untuk menghadiri pertemuan yang mengambil tema, “Sinergitas dan Gotong Royong Dalam Penanggulangan Bencana”.

Konon, seruan ini terkait dengan akan datangnya musim hujan yang dibarengi badai La Nina sehingga berpotensi terjadinya bencana hidrometeorologi yang lebih dari biasanya. Seperti banjir, longsor dan cuaca ekstrem. Belum lagi potensi tsunami di pesisir selatan Pulau Jawa, seperti hasil penelitian yang dilansir oleh ITB baru-baru ini.

Dalam kegiatan yang digelar hari sabtu dan minggu (24 – 25/10/2020), dikatakan pula bahwa menanggulangi bencana itu merupakan urusan bersama dan BPBD tidak bisa sendirian menangani bencana. Sehingga perlu keterlibatan relawan dan elemen pentahelix lainnya untuk bersama-sama saling melengkapi dan mengisi kekosongan dalam penanggulangan bencana.

Misalnya melakukan mitigasi di daerah rawan bencana sesuai kearifan lokal yang ada, dalam rangka membantu BPBD. Hal ini mengingat, masih banyak masyarakat yang kurang paham terhadap potensi bencana di daerahnya. Sehingga masyarakat menolak saat daerahnya dipasang rambu-rambu peringatan dini dan petunjuk evakuasi. Untuk itu perlu memberdayakan relawan setempat untuk membangun kesiapsiagaan menghadapi bencana. 

Gayung pun bersambut. Seruan BPBD lewat kegiatan ini ditangkap oleh relawan yang hadir dengan munculnya berbagai gagasan cerdas. Diantaranya mengadakan program SDSB (Sambang Dulur Sinau Bareng) dalam rangka pengurangan risiko bencana,  pendampingan destana/katana, fasilitasi terbentuknya SRPB dan F-PRB di masing-masing Kabupaten/Kota, peningkatan kapasitas relawan oleh BPBD, pertemuan berkala antara SRPB, F-PRB dan BPBD untuk sinkronisasi program, dan mendorong penggunaan dana desa untuk kebencanaan.

tidak kalah pentingnya adalah melakukan desiminasi informasi kebencanaan dalam setiap fase penanganan bencana, dengan memanfaatkan berbagai media. Ini penting dalam rangka mengedukasi masyarakat dalam rangka membangun budaya tangguh, sekaligus menjadi bahan masukan untuk pusdalop BPBD/BNPB sebagai 'second opinion' melawan berita hoax 

Berbagai gagasan cerdas itu konon akan diselaraskan redaksinya, sebelum diserahkan ke BPBD Provinsi Jawa Timur sebagai rekomendasi untuk dijadikan bahan penyusunan kebijakan tahun 2021. Sungguh sebuah kerja bareng yang berlangsung dengan sersan satu (Serius Santai Satu Tujuan), penuh keakraban dan saling berkenalan. Karena, sesungguhnyalah banyak relawan yang baru pertama bertemu muka dengan sesamanya. Ya, sebuah langkah awal yang begitu menggoda, selanjutnya terserah BPBD sebagai penyusun program beserta anggarannya. Salam Tangguh, Salam Kemanusiaan. [eBas/MingguWage-25102020]

 

 

 

 

 

 

 

 

3 komentar:

  1. SDSB

    Menjadi program andalan FPRB

    BalasHapus
  2. dalam perka 17 tahun 2011 jelas disebutkan peran apa saja yg bisa dilakukan oleh relawan, baik saat pra bencana, tanggap darurat maupun pasca bencana. tenunya semua hendaknya sepengetahuan BPBD sehingga mudah koordinasinya.
    untuk itulah peningkatan kapasitas relawan dalam kebencanaan )PRB dan PB) hendaknya menjadi salah satu program komunitas maupun BPBD. sukur2 juka program peningkatan kapasitas itu dilakukan zecara bersama-sama. pastilah akan menjangkau sasaran yg lebih luas

    BalasHapus