Akhir September berlanjut ke Oktober
merupakan musim pancaroba yang mulai menyapa warga. Hujan yang turun sporadis
di beberapa wilayah merupakan pertanda
musim penghujan akan tiba. Alam telah member tanda agar warganya menyiapkan
segala sesuatunya agar bisa mengurangi dampak yang mungkin terjadi saat musim
hujan dengan segala ancamannya.
Banjir dan longsor adalah ancaman utama. Khususnya
bagi warga yang bertempat tinggal di sekitar sungai dan bebukitan. Pemukiman warga
pun tidak luput dari ancaman banjir jika sampah dan endapan lumpur dibiarkan
memenuhi got, sehingga airnya meluap kemana-mana.
Tentulah diperlukan persiapan untuk
mengantisipasi datangnya potensi bencana. diantaranya adalah melakukan edukasi
kepada warga melalui berbagai sarana yang ada. Seperti arisan warga, PKK,
kelompok yasinan, karang taruna dan lainnya. Termasuk siswa sekolah melalui
kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan edukasi ini merupakan bagian dari mitigasi
bencana, yaitu serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008
Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).
Dalam kegiatan tersebut, warga diajak untuk mengenali apa dan mengapa terjadi banjir, apa penyebabnya dan upaya apa yang harus dilakukan
untuk mengurangi dampak banjir, serta apa yang harus dilakukan saat banjir dan pasca
banjir.
Begitu juga dengan ancaman bencana longsor. Semua
harus dipahamkan kepada warga. Termasuk mengadakan kegiatan penghijauan di sepanjang
bantara sungai dan daerah yang rawan longsor, berswadaya membuat jalur dan pemasangan
rambu-rambu evakuasi, serta menentukan tempat evakuasi sementara. Semua bisa
dilakukan secara bergotong royong.
Membangun plengsengan, pembuatan sumur
resapan, cekdam dan pintu air dan pembangunan fisik lainnya, juga merupakan
rangkaian dari upaya mitigasi bencana (ini urusannya pemerintah)
Sementara untuk siswa sekolah, Sejak beragam
kejadian bencana besar di Indonesia, pendidikan pengurangan risiko bencana
dianggap penting untuk dilaksanakan melalui sekolah dengan pendekatan partisipasi
siswa. Hal ini sebagai upaya menciptakan generasi yang memiliki budaya tangguh
bencana.
Siswa harus diajari bagaimana membantu
penyelamatan asset sekolah. Seperti buku perpustakaan, arsip-arsip penting, Komputer
dan sejenisnya. Sudah waktunya sekolah memasang rambu-rambu evakuasi dan titik kumpul.
Tidak ada salahnya jika sekolah memiliki ruangan yang representatif dan aman
untuk menyelamatkan asset sekolah.
Untuk itulah pihak sekolah hendaknya membuka
diri jika ada relawan ingin melakukan sosialisasi satuan pendidikan aman
bencana (SPAB), yaitu satuan pendidikan yang menerapkan standar sarana dan
prasarana yang aman dan memiliki budaya keselamatan yang mampu melindungi
warganya dari bahaya bencana.
Mariana dalam siagabencana.com, mengatakan
bahwa Konsep SPAB ini terdiri atas tiga pilar: pilar 1 mengenai fasilitas
belajar yang aman, pilar 2 mengenai manajemen penanggulangan bencana di
sekolah, pilar 3 mengenai pendidikan pencegahan dan pengurangan risiko bencana.
Masih kata fasilitator pengirangan risiko
bencana ini, Ada 10 Indikator kunci minimal dalam SPAB: (1) Meningkatnya
pengetahuan warga sekolah mengenai satuan pendidikan aman bencana; (2) Memiliki
konstruksi yang memenuhi standar bangunan tahan gempa; (3) Memiliki Sarpras
(Alat pemadam api ringan, Pelampung, Tambang, Rambu kebencanaan, P3K,
Megaphone); (4) Terkumpulnya informasi mengenai risiko, ancaman, dan kapasitas
di sekolah; (5) Memiliki kebijakan sekolah aman bencana (SK kepsek); (6)
Memiliki prosedur tetap kedaruratan; (7) Memiliki tim siaga bencana; (8)
Memiliki peta & jalur evakuasi; (9) Terpasangnya media kampanye; (10)
Melakukan simulasi secara rutin.
Kini, memasuki pertengahan bulan oktober,
tentu berbagai pihak yang membidangi kebencanaan sudah mulai menyiapkan diri
menghadapi datangnya musim penghujan dengan segala dampaknya. Termasuk antisipasi
ancaman tsunami di pantai selatan jawa, seperti hasil penelitian dari ITB.
Ya, semuanya perlu disiapkan dengan melibatkan
elemen pentahelix dibawah koordinasi BPBD setempat. Semua ini dalam rangka
membangun kesiapsiagaan warga di kawasan rawan bencana. yaitu serangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Salam
Tangguh. [eBas/SelasaPahing-13102020]
Latihan kesiapsiagaan bencana diartikan sebagai bentuk latihan koordinasi, komunikasi dan evakuasi dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan (pemerintah dan masyarakat umum). Seluruh pihak yang terlibat mensimulasikan situasi bencana sesungguhnya menggunakan skenario bencana yang dibuat mendekati atau sesuai kondisi nyata.
BalasHapusGerakan untuk mewujudkan SPAB ini seringkali kurang berjalan mulus. Berbagai tantangan dihadapi baik perluasan isu maupun keberanjutannya. Beragam alasan dikemukakan warga satuan pendidikan (terutama kepala sekolah dan guru). Mulai dari masalah pendanaan, tidak ada waktu untuk melaksanakan kegiatannya, tidak cukup waktu untuk menyisipkan muatan kebencanaan ke mata pelajaran, tidak mengetahui apa yang harus dilakukan, tidak cukup sumber daya manusia untuk melakukannya, hingga yang paling menyebalkan adalah keyakinan kuat (jika tidak mau dikatakan kurang menyadari) bahwa tidak akan terjadi bencana di lingkungan sekolahnya. Atau kali lain pernah juga ada yang menyatakan bahwa pendidikan bencana bukan menjadi prioritas untuk diajarkan di sekolah, karena tidak ada dalam ujian nasional, atau tidak ada instruksi dari kepala dinas
BalasHapus