“Kita masih lemah dalam menuliskan pengalaman saat penanganan bencana, khususnya dalam fase tanggap darurat. Padahal semua catatan dari para aktor penanggulangan bencana, baik itu saat pra bencana, tanggap bencana dan pasca bencana itu sangat diperlukan untuk bahan pembelajaran. Dengan demikian, seandainya ada bencana lagi tidak akan terjadi pengulangan kesalahan dalam penanggulangan bencana,” Kata Khalid Syaifullah, Koordinator Forum PRB sumatera barat, dalam webinar peringatan bulan pengurangan risiko bencana (bulan PRB) tahun 2020.
Konon,
dalam bulan PRB 2020 ini, tema yang diambil adalah “Daerah Punya Aksi”.
Mungkin, yang dimaksud aksi disini adalah, salah satunya berupa gerakan
literasi kebencanaan, dalam bentuk membukukan sebuah peristiwa bencana, untuk membangun
kesadaran masyarakat tentang pentingnya budaya tangguh bencana.
Ya,
dengan membukukan peristiwa kebencanaan, akan
membuat masyarakat tidak lupa dan mau belajar pada kejadian bencana masa lalu. Dari
situ diharapkan dapat mendorong tumbuhnya
kesadaran bersama untuk berdialog saling tukar informasi dan pengalaman antar
komunitas relawan terkait dengan kerja-kerja pengurangan risiko bencana.
Seperti
diketahui bahwa upaya penanggulangan bencana itu urusan bersama, baik itu pemerintah,
masyarakat, akademisi, dunia usaha, dan media massa. Ketika seluruh elemen
pentahelix dapat bersinergi dalam pengurangan risiko bencana, maka harapannya
bisa mengurangi dampak bencana yang berkepanjangan. Artinya, masyarakat yang
menjadi korban bencana dapat segera melenting dari keterpurukan akibat bencana.
Dalam
surat pemberitahuan peringatan bulan PRB 2020, kegiatan ini mengangkat pesan
akan pentingnya tata kelola risiko bencana yang baik dalam mengelola dan
mengurangi tingkat risiko dan menghindari munculnya risiko bencana baru. Hal
ini sejalan dengan kata bijak yang disampaikan Eny Supartini, Direktur
Kesiapsiagaan BNPB dalam webinar yang terkait dengan bulan PRB 2020.
Dia
bilang, 1). Bila kita tidak melakukan pencegahan dan kesiapsiagaan, dan terjadi
bencana. Maka, yang kita hadapi adalah tragedi. 2). Bila kita tidak melakukan
pencegahan dan kesiapsiagaan, dan tidak terjadi bencana. Maka, yang kita hadapi
adalah keberuntungan.
Kemudian
yang ke 3). Bila kita melakukan pencegahan dan kesiapsiagaan, dan terjadi
bencana. Maka, yang kita hadapi adalah reduce risiko. 4). Bila kita melakukan
pencegahan dan kesiapsiagaan, dan tidak terjadi bencana. Maka, yang kita hadapi
adalah melakukan investasi.
Apa yang
dikatakan Ibu Direktur ini tampaknya ada kaitannya dengan upaya mengurangi
ancamannya, dan kerentanan, serta meningkatkan kapasitas masyarakat dalam
menghadapi bencana di daerahnya. Hal ini sejalan dengan harapan dibentuknya
destana. Yaitu mampu bertindak mandiri sesuai kapasitas untuk mencegah, mengurangi,
beradaptasi, serta mengantisipasi potensi bencana, dan mampu segera memulihkan
diri pasca bencana (daya lenting) serta siap menghadapi bencana yang akan
datang.
Tentu,
membangun masyarakat berbudaya tangguh dan destana yang berdaya, tidaklah
semudah membalik telapak tangan. Harus ada pendampingan dan pembinaan yang
terprogram. Salah satunya melalui kegiatan peringatan bulan PRB.
Atas nama
protokol kesehatan untuk mencegah sebaran pandemi covid-19, penyelenggaraan
peringatan bulan PRB 2020 dilakukan secara daring. Namun demikian, maknanya
tetap sama seperti acara tahun sebelumnya. Yaitu terjadinya koordinasi dan
kemitraan antar aktor PRB (pentahelix) dalam membangun ketangguhan dan
kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana. baik dalam bentuk pelatihan
peningkatan kapasitas, maupun mengadakan kegiatan bersama antar aktor pada saat
pra bencana, tanggap darurat, maupun pasca bencana. seperti penyusunan peta
risiko bencana, renkon, RPB, jitupasna dan sejenisnya yang di dukung anggaran
daerah.
Untuk menyemarakkan
peringatan bulan PRB 2020, Forum PRB Provinsi Sumatera barat, menyelenggarakan
webinar tentang refleksi 11 tahun gempa dan 10 tahun tsunami mentawai dalam
bingkai pengurangan risiko bencana, minggu (4/10/2020), melalui aplikasi zoom. Semua
bicara masalah ketangguhan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.
Pertanyaannya
kemudian, apakah keberadaan aktor PRB sudah bisa menjembatani antara
kepentingan masyarakat dengan pemerintah yang membidangi penanggulangan bencana.
Sementara,
salah Bung Carlo, seorang peserta bilang bahwa ada empat masalah dalam upaya program
pemberdayaan masyarakat di daerah rawan bencana, melalui destana. Yaitu,
rendahnya partisipasi masyarakat, data base tidak tersedia, keberlanjutan
program tidak jelas, dan rendahnya sinergitas antar Kantor/Lembaga terkait.
Ini semua
bisa terjadi, masih menurut Bung Carlo, dikarenakan belum semua stake holder
menganggap penting PRBBK. Sayang pertanyaan dan pernyataan diatas tidak sempat
dibahas karena keterbatasan waktu. Paling tidak, apa yang dikatakan Bung Carlo
dapat dijadikan pembelajaran yang berharga, agar ke depan bisa lebih baik lagi.
Salam tangguh, salam sehat, tetap selamat menginspirasi umat.
[eBas/SeninWage-05102020]
ternyata kendala utama membangun sinergitas antar aktor PRB dan elemen pentahelix dalam upaya pencegahan dan kesiapsiagaan menuju masyarakat tangguh bencana, adalah masih adanya egosektoral masing2 aktor yang disebabkan oleh adanya aturan internal masing2. (belum lagi kepentingan tertentuyg ikut bermain di dalamnya).
BalasHapusuntuk itu, mungkin semua aktor PRB perlu duduk bareng mengagendakan pendampingan dan pembinaan kepada masyarakat, khususnya yang berdomisili di daerah rawan bencana.
jika disetujui, maka pertanyaan yg muncul adalah, siapa yang mengampu?.
hehehehe ini juga persoalan lain yang sangat berpengaruh