Minggu, 04 Oktober 2020

PERINGATAN BULAN PRB 2020 SECARA DARING

“Kita masih lemah dalam menuliskan pengalaman saat penanganan bencana, khususnya dalam fase tanggap darurat. Padahal semua catatan dari para aktor penanggulangan bencana, baik itu saat pra bencana, tanggap bencana dan pasca bencana itu sangat diperlukan untuk bahan pembelajaran. Dengan demikian, seandainya ada bencana lagi tidak akan terjadi pengulangan kesalahan dalam penanggulangan bencana,” Kata Khalid Syaifullah, Koordinator Forum PRB sumatera barat, dalam webinar peringatan bulan pengurangan risiko bencana (bulan PRB) tahun 2020.

Konon, dalam bulan PRB 2020 ini, tema yang diambil adalah “Daerah Punya Aksi”. Mungkin, yang dimaksud aksi disini adalah, salah satunya berupa gerakan literasi kebencanaan, dalam bentuk membukukan sebuah peristiwa bencana, untuk membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya budaya tangguh bencana.

Ya, dengan membukukan peristiwa kebencanaan, akan membuat masyarakat tidak lupa dan mau belajar pada kejadian bencana masa lalu. Dari situ diharapkan dapat mendorong tumbuhnya kesadaran bersama untuk berdialog saling tukar informasi dan pengalaman antar komunitas relawan terkait dengan kerja-kerja pengurangan risiko bencana.

Seperti diketahui bahwa upaya penanggulangan bencana itu urusan bersama, baik itu pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia usaha, dan media massa. Ketika seluruh elemen pentahelix dapat bersinergi dalam pengurangan risiko bencana, maka harapannya bisa mengurangi dampak bencana yang berkepanjangan. Artinya, masyarakat yang menjadi korban bencana dapat segera melenting dari keterpurukan akibat bencana.

Dalam surat pemberitahuan peringatan bulan PRB 2020, kegiatan ini mengangkat pesan akan pentingnya tata kelola risiko bencana yang baik dalam mengelola dan mengurangi tingkat risiko dan menghindari munculnya risiko bencana baru. Hal ini sejalan dengan kata bijak yang disampaikan Eny Supartini, Direktur Kesiapsiagaan BNPB dalam webinar yang terkait dengan bulan PRB 2020.

Dia bilang, 1). Bila kita tidak melakukan pencegahan dan kesiapsiagaan, dan terjadi bencana. Maka, yang kita hadapi adalah tragedi. 2). Bila kita tidak melakukan pencegahan dan kesiapsiagaan, dan tidak terjadi bencana. Maka, yang kita hadapi adalah keberuntungan.

Kemudian yang ke 3). Bila kita melakukan pencegahan dan kesiapsiagaan, dan terjadi bencana. Maka, yang kita hadapi adalah reduce risiko. 4). Bila kita melakukan pencegahan dan kesiapsiagaan, dan tidak terjadi bencana. Maka, yang kita hadapi adalah melakukan investasi.

Apa yang dikatakan Ibu Direktur ini tampaknya ada kaitannya dengan upaya mengurangi ancamannya, dan kerentanan, serta meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana di daerahnya. Hal ini sejalan dengan harapan dibentuknya destana. Yaitu mampu bertindak mandiri sesuai kapasitas untuk mencegah, mengurangi, beradaptasi, serta mengantisipasi potensi bencana, dan mampu segera memulihkan diri pasca bencana (daya lenting) serta siap menghadapi bencana yang akan datang.

Tentu, membangun masyarakat berbudaya tangguh dan destana yang berdaya, tidaklah semudah membalik telapak tangan. Harus ada pendampingan dan pembinaan yang terprogram. Salah satunya melalui kegiatan peringatan bulan PRB.

Atas nama protokol kesehatan untuk mencegah sebaran pandemi covid-19, penyelenggaraan peringatan bulan PRB 2020 dilakukan secara daring. Namun demikian, maknanya tetap sama seperti acara tahun sebelumnya. Yaitu terjadinya koordinasi dan kemitraan antar aktor PRB (pentahelix) dalam membangun ketangguhan dan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana. baik dalam bentuk pelatihan peningkatan kapasitas, maupun mengadakan kegiatan bersama antar aktor pada saat pra bencana, tanggap darurat, maupun pasca bencana. seperti penyusunan peta risiko bencana, renkon, RPB, jitupasna dan sejenisnya yang di dukung anggaran daerah.

Untuk menyemarakkan peringatan bulan PRB 2020, Forum PRB Provinsi Sumatera barat, menyelenggarakan webinar tentang refleksi 11 tahun gempa dan 10 tahun tsunami mentawai dalam bingkai pengurangan risiko bencana, minggu (4/10/2020), melalui aplikasi zoom. Semua bicara masalah ketangguhan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.

Pertanyaannya kemudian, apakah keberadaan aktor PRB sudah bisa menjembatani antara kepentingan masyarakat dengan pemerintah yang membidangi penanggulangan bencana.

Sementara, salah Bung Carlo, seorang peserta bilang bahwa ada empat masalah dalam upaya program pemberdayaan masyarakat di daerah rawan bencana, melalui destana. Yaitu, rendahnya partisipasi masyarakat, data base tidak tersedia, keberlanjutan program tidak jelas, dan rendahnya sinergitas antar Kantor/Lembaga terkait.

Ini semua bisa terjadi, masih menurut Bung Carlo, dikarenakan belum semua stake holder menganggap penting PRBBK. Sayang pertanyaan dan pernyataan diatas tidak sempat dibahas karena keterbatasan waktu. Paling tidak, apa yang dikatakan Bung Carlo dapat dijadikan pembelajaran yang berharga, agar ke depan bisa lebih baik lagi. Salam tangguh, salam sehat, tetap selamat menginspirasi umat. [eBas/SeninWage-05102020]  

 

  

 

 

 

 

1 komentar:

  1. ternyata kendala utama membangun sinergitas antar aktor PRB dan elemen pentahelix dalam upaya pencegahan dan kesiapsiagaan menuju masyarakat tangguh bencana, adalah masih adanya egosektoral masing2 aktor yang disebabkan oleh adanya aturan internal masing2. (belum lagi kepentingan tertentuyg ikut bermain di dalamnya).

    untuk itu, mungkin semua aktor PRB perlu duduk bareng mengagendakan pendampingan dan pembinaan kepada masyarakat, khususnya yang berdomisili di daerah rawan bencana.

    jika disetujui, maka pertanyaan yg muncul adalah, siapa yang mengampu?.

    hehehehe ini juga persoalan lain yang sangat berpengaruh

    BalasHapus