Senin, 21 Juni 2021

JAGONGAN SEBAGAI MEDIA KADERISASI

Pandemi covid-19 yang muncul di awal 2020, ternyata tidak hanya berdampak pada sisi Kesehatan semata. Namun, semua sisi kehidupan terkena imbasnya, dan semua harus berubah menyesuaikan diri, termasuk program komunitas relawan yang harus “dijadwal ulang” agar tetap sehat terhindar dari covid-19.

Apalagi, sampai sekarang covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Bahkan sebaliknya, telah melahirkan berbagai varian yang semakin membahayakan. Salah satu dampaknya adalah, banyak program komunitas relawan yang seharusnya dilakukan secara luring diganti daring dengan segala akibatnya.

Untuk itulah, mereka dituntut kreatif agar programnya bisa berjalan dengan tetap mematuhi protokol Kesehatan. Ini penting untuk menghindari kemandekan program yang bisa berdampak pada mandeknya kaderisasi. Salah satunya, dengan mengadakan jagongan terbatas dalam rangka pengimbasan pengetahuan dan pengalaman.

Hal ini terlihat dari kegiatan pengimbasan materi SPAB dan Jurnalistik yang dilakukan oleh komunitas relawan penanggulangan bencana. Mereka melakukannya dengan mentaati protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah. Pesertanya dibatasi agar semua yang terlibat tidak terpapar covid-19 yang mematikan.

Ya, pengimbasan itu penting bagi sebuah komunitas agar proses regenerasi (kaderisasi) tidak terhenti dikarenakan minimnya anggota yang mumpuni dalam bidang yang menjadi ikon komunitas. Artinya, dengan pengimbasan pengetahuan dan pengalaman dari senior ke yunior yang diagendakan itu sebagai upaya meningkatkan kapasitas anggota sekaligus memupuk kohesifitas diantara mereka. Hal ini akan menghindari munculnya istilah “kok itu-itu saja yang tampil”.

Rupanya komunitas relawan penanggulangan bencana ini, menyadari bahwa kaderisasi sangat penting dilakukan sedini mungkin, ditengah banyaknya komunitas yang lahir dengan membawa kekhasannya sendiri-sendiri, sesuai dengan siapa aktor yang ada di belakangnya.

Idealnya, hasil pengimbasan itu ditindak lanjuti dengan magang. Yaitu bagian dari pelatihan kerja, yang memberi kesempatan mengembangkan kompetensi seseorang lewat praktek di lapangan dalam rangka peningkatan kapasitas.

caranya bisa dengan mengadakan team theaching. Dimana yang senior mengajak yuniornya dalam sebuah kegiatan dengan aturan main yang disepakati, sehingga sama-sama enaknya.  Model ini sangat membantu yunior untuk memaksimalkan potensinya sehingga siap dilepas untuk melaksanakan tugas secara mandiri.

Dalam pendidikan nonformal, dikenal istilah, “belajar bisa dimana saja, kapan saja, belajar apa saja dan dengan siapa saja”. Sementara hampir semua komunitas relawan itu memiliki kebiasaan jagongan tanpa jadwal tertentu. Bebas bercengkerama apa saja sambil nyruput wedang kesukaannya.

Disitulah, tanpa disadari terjadi proses pembelajaran. Termasuk belajar bermasyarakat. Sambil berkelakar mempererat chemistry, mereka saling tukar informasi, berbagi pengalaman tentang segala hal, khususnya yang berkaitan dengan aktivitas kerelawanan, dalam suasana demokratis.

Biasanya, dari jagongan itu muncul gagasan hebat yang bisa ditindak lanjuti dalam sebuah program pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas bagi seluruh relawan penanggulangan bencana, sebagai salah satu bagian menyiapkan kader penerus yang mumpuni dalam kerja-kerja kemanusiaan. Salam Tangguh Salam Kemanusiaan. [eBas/SelasaWage-22062021]

2 komentar:

  1. Mungkin ke depan perlu ada gagasan untuk mengadakan JAGONGAN LINTAS KOMUNITAS yang diharapkan bisa membangun sinergi yang saling menguatkan diantara komunitas (sebuah asa yang masih utopis, jauh panggang dari api). Pertanyaannya kemudian, siapakah yang memiliki kemampuan untuk merangkul berbagai komunitas ke dalam acara Jagongan Lintas Komunitas agar melahirkan kesepahaman tanpa saling melemahkan

    BalasHapus
  2. sing pinter tambah pinter trus kudu gelem minterne kancane sing durung pinter ben melu pinter. itulah arti dari jargon *"Saling Menguatkan Tanpa Melemahkan"*

    BalasHapus