Konon, sesuai perkembangan jaman, yang namanya literasi itu bukan sekedar paham dan ngerti baca tulis dan berhitung (calistung) . tapi juga meliputi berbagai aspek kehidupan. Ada literasi kesehatan, literasi lingkungan, literasi kewargaan, keuangan, ekonomi, bisnis, dan literasi kewirausahaan, serta literasi lainnya yang perlu dikuasai sesuai potensi yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhannya.
Sementara,
National institute for literacy, mengatakan bahwa literasi adalah kemampuan individu
dalam membaca, menulis, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian
yang diperlukan dalam keluarga, pekerjaan dan masyarakat. (Fahri Abdullah dalam
ruangguru.com-16 januari 2021).
Apa
yang terpapar di atas, bisa dimaknai bahwa relawan pun harus selalu mengasah
potensi dan kapasitasnya, lewat berbagai aktivitas. Tidak harus lewat diklat
yang diselenggarakan oleh BPBD/BNPB saja. Namun bisa lewat media apa saja. Baik
yang dilakukan secara formal, maupun informal.
Seperti,
kebiasaan jagongan kawan-kawan relawan yang tergabung dalam Jamaah LC. Tanpa
disadari mereka sedang berliterasi dengan caranya sendiri. Santai sambil ngopi
tanpa kewajiban untuk menguasai materi. Namanya juga jagongan, jadi ya lebih
banyak guyonan.
Hal
ini tampak pada saat mereka kembali bersepakat menggelar jagongan. Saat itu
kamis (21/5) malam jumat, di basecamp. Tanpa ada moderator dan tema tertentu,
mereka langsung bergantian membuka obrolan berbagi cerita. Sementara ada yang
menyiapkan kopi dan jajanan untuk memeriahkan suasana.
Ada
Om Dharma, yang bercerita tentang praktek navigasi dan peta kompas saat
penjelajahan. Dia juga berbagi pengalaman suka duka melakukan pencarian orang
hilang saat pendakian di beberapa gunung. Termasuk saat diganggu oleh makhluk
dari dunia lain.
Juga
ada Cak Mus, yang berkenan berbagi pengalaman mendaki gunung dengan dibumbui
cerita mistisnya. Sementara, yang lain menimpali dengan cerita lain yang
sejenis. Termasuk Cak Alfin yang bercerita
tentang upaya mendorong terbentuknya FPRB di seluruh Kabupaten/Kota di Jawa
timur. Begitulah, sambil nyruput
kopi, mereka berbagi cerita apa saja sehingga peserta jagongan tahu tentang
cerita itu.
Dari
cerita-cerita itulah, diharapkan bisa dipetik pelajaran untuk ditularkan kepada
generasi berikutinya (yuniornya), sehingga kejadian konyol itu tidak
terulang kembali dikemudian hari. Karena, sesungguhnyalah dibalik proses literasi
dalam bentuk cerita itu selalu ada pesan yang tidak semua orang bisa memahami
dan mengambil hikmahnya.
Ya, dengan
berliterasi, relawan tidak hanya jagongan semata, namun ada informasi yang
bermanfaat untuk meningkatkan kapasitas masing-masing individu sehingga siap
mandiri menghadapi masa depan.
Hal
ini penting, mengingat relawan juga manusia yang mempunyai tanggung jawab
mensejahterakan keluarganya, serta mempunyai tugas sosial sebagai anggota
masyarakat dimana dia tinggal.
Kini,
di basecamp telah terpasang kipas angin hasil urunan bersama, yang bisa meredam
panasnya udara Surabaya timur. Tentu diharapkan agar jagongan di basecamp akan
semakin semarak dengan cerita-cerita yang beraneka tentang apa saja, dalam
rangka mendukung gerakan literasi, khususnya yang berkaitan dengan kebencanaan.
Konon,
dalam proses literasi itu para relawan sedang belajar berkomunikasi,
berkoordinasi, berkolaborasi, belajar berpikir kritis. Juga belajar berkreasi
mengembangkan bakat dan memperluas jejaring kemitraan. Tentu dengan segala
keterbatasannya.
Salam
tangguh, salam sehat, saling menguatkan, saling peduli membangun sinergi untuk
kerja-kerja kemanusiaan, dan salam wedang kopi, seduluran sampek mati. [eBas/JumatLegi-04062021]
belajar berliterasi sambil ngopi itu sangat sesuatu banget lho. banyak manfaat yang bisa dipetik saat kita bersama jagongan sambil ngopi sambil saling bercerita apa saja yang menarik dan bisa menginspirasi dan saling menginspirasi antar sesama dengan tetap bergembira guyonan bersama
BalasHapustetap bersemangat san salam sehat
Setuju pakde,,
BalasHapusBelajar bisa dimanapun dan kapanpun, yang penting nyaman ilmupun lebih mudah diterima..
Yukkk seruput kopinya.