Seperti biasa, setelah komunitas gerakan bersih-bersih masjid
surabaya (GBMS) menjalankan misinya membersihkan Masjid Miftahul Jannah, di
daerah Pakal, Surabaya barat, minggu (09/10/2022), beberapa orang dari mereka
selalu menyempatkan diri mampir ke warung kopi untuk sekedar ngobrol tentang
apa saja, sebagai media mempererat tali silaturahmi.
Kali ini, tempat yang digunakan untuk ngobrol bareng
melepas lelah adalah Kedai Cemara Condong, yang berada di wilayah Tengger
Rejomulyo, Kandanga, Benowo, Surabaya barat. Tempatnya di tengah perkampungan,
namun suasananya sangat nyaman, banyak tetumbuhan, diantaranya pohon Jambu
Darsono, Juwet putih (orang betawi bilangnya buah jamblang), dan pohon Buah Tin, yang sulit berbuah.
Kedai ini miliknya Om Poer, panggilan akrab Poerwanto
Hadi, sesepuhnya komunitas sahabat giri wana (SGW). Dimana kegiatannya disamping
melakukan pendakian dan berkemah ria, juga melakukan upaya pelestarian lingkungan
alam, dalam rangka mengantisipasi perubahan iklim.
Ya, konon, seiring dengan bertambahnya usia, Om Poer
sudah mulai mengurangi aktivitas “blakrak’an” ke berbagai gunung, rimba, pantai
dan daerah lain yang perlu dijamah dengan ditanamai berbagai tetumbuhan agar
tidak gersang dan menjadi habitat berbagai satwa liar.
Ya, sebuah kesadaran yang patut diacungi jempol. Dari kesukaan
blakrak’an berhijrah menuju usaha bakulan demi kesejahteraan keluarga dalam
arti luas. Namun saat ngobrol, tetap saja yang dibicarakan ya masalah
kerelawanan, pelestarian lingkungan dan kepedulian kepada sesama.
Sesampainya
di Kedai Om Poer. Masing-masing pesan minuman sesuai selera. Ada yang pilih wedang
uwuh, juga ada yang suka es honey lemon,
dan ada yang setia dengan kopi hitam pait. Sambil menunggu pesanan datang, obrolan ngalor ngidul langsung mengalir begitu saja, tentang apa saja.
Sambil mendengarkan obrolan Bang Arif tentang Yoni dan
Lingga, saya menyempatkan membaca kiriman mas Yudha lewat japri. Dia bertanya,
Bisakah SPAB mencegah terjadinya bencana ?. sebuah pertanyaan yang lucu dari
seorang fasilitator program Kebencanaan (ya destana, ya PRB, ya SPAB dan
lainnya).
sebenarnya jawabnya jelas tidak bisa, karena SPAB hanyalah sebuah program yang mendorong warga sekolah paham akan adanya potensi bencana di sekitar sekolahnya, kemudian mampu melakukan sesuatu untuk mengurangi risikonya, serta dapat berbuat sesuatu untuk menyelamatkan diri dan melakukan evakuasi mandiri serta memiliki daya lenting pasca bencana., sesua konsep budaya tangguh bencana.
Rupanya dia baru membaca berita yang dimuat oleh mearindo.com.
edisi tanggal 07/10/2022. Sebuah media online yang berpusat di Kota Magetan. Berita
yang ditulis oleh Lusy itu berjudul, “SPAB Bisa Mencegah Bencana
Hidrometeorologi”. Ya, rupanya pria yang punya usaha ayam petelur ini terkecoh
oleh judul berita.
Seharusnya dimaklumi bahwa judul yang bombastis itu
sebagai upaya menarik orang untuk membaca beritanya. Itu wajar di dunia
jurnalistik. Nyatanya, setelah membaca beritanya, ternyata isinya ya normatif saja.
Sebuah pelaksanaan program SPAB dari BPBD Provinsi Jawa Timur yang dijalankan
oleh Tim SPAB SRPB Jawa timur.
Mungkin yang menarik dari isi berita itu adalah
pernyataan Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Pacitan, Erwin Andriyatmoko, bahwa setelah selesai kegiatan ini, madrasah
bisa terus melanjutkannya dengan kegiatan-kegiatan simulasi secara rutin.
“Selain itu, sarana dan prasarana
harus dilengkapi lagi,” imbuhnya.
Mengapa menarik ?. Ya karena himbauan itu perlu dana
pendukung agar bisa terwujud. Untuk mewujudkannya, tentu sekolah harus pandai “mencubit”
dana yang ada, agar tidak menjadi temuan saat ada pemeriksaan oleh Itjen maupun
BPK. Apalagi program SPAB ini programnya BPBD Provinsi Jawa Timur, bukan
programnya Dinas Pendidikan, juga bukan keinginan sekolah, kemungkinan besar pihak sekolah akan merasa ogah-ogahan.
“Kembali ke pertanyaan di atas, hendaknya judul berita yang bombastis itu harus
dipahami dengan bijaksana, bukan sekedar dimaknai secara letterlijk,”
Kata saya dalam hati karena tidak punya cukup keberanian untuk membalas japrian
dari pria yang menjadi inisiator terbentuknya F-PRB Kota Probolinggo ini.
Rembang petang telah menjelang. Saya undur diri dari
Kedai Cemara Condong. Terimakasih Om Poer dan keluarga, yang telah mengijinkan
saya ngincipi segelas kopi hitam pahit. Semoga kebaikan Om Poer mendapat barokah
dari yang Maha Pengasih dan penyayang. [eBas/SeninWage/dinihari-10102022].
jelaslah program SPAB itu tidak bisa mencegah bencana. program itu hanya berusaha mengurangi risiko bencana dengan cara memberi penyadaran kepada masyarakat agar memiliki daya informasi tentang adanya potensi bencana, memiliki daya antisipasi dan inisiatif, memiliki daya adaptasi, memiliki daya proteksi, daya lenting. Bencana pasti datang tanpa bisa dicegah, namun risikonya bisa dikurangi
BalasHapus