Selasa, 18 Oktober 2022

NGRASANI BANJIR DI GRUP WHATSAPP

     Bulan Oktober ini rupanya Jawa Timur mulai memasuki musim hujan yang sesungguhnya. terbukti, sejak minggu kemarin, beberapa daerah di beberapa Kabupaten diguyur hajan dengan intensitas tinggi, langsung diikuti dengan meluapnya sungai yang kewalahan menampung air hujan. Banjir pun menggenangi jalan raya, persawahan, perkampungan, bahkan merusak jembatan.

Longsor dari pegunungan membawa material kayu yang cukup besar dan panjang serta aneka sampah, ikut memperparah derita warga terdampak. Ya warga yang berdiam di beberapa Desa di Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Malang, Tulungagung, Kabupaten Blitar, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Banyuwangi, dan Kabupaten lain yang tidak disebutkan disini namun punya potensi banjir, pastilah langsung siap siaga, sibuk mengamankan diri dan harta bendanya.

Mereka, dengan membawa barang seadanya mengungsi ke sanak saudara dan tetangganya yang rumahnya bebas banjir. Ada yang sempat mengungsikan sapinya. Namun banyak juga kambing yang mati karena terlambat mengungsikan.

Ada daerah yang memang menjadi langganan banjir dan longsor bila musim hujan, namun cepat teratasi karena kesigapan masyarakat yang dibantu relawan dan berbagai dinas terkait. Seperti BPBD dengan pasukan TRC dan Agen Bencana yang selalu siaga.

Ada pula daerah yang kalau hujan terjadi genangan namun tidak sampai menimbulkan kepanikan karena air tidak sampai masuk ke pemukiman. Atau masuk tapi hanya sedikit dan cepat surut. Sehingga hal itu dianggap biasa.

Pertanyaannya kemudian, mengapa terjadi banjir (dan longsor) tahunan dan apa penyebabnya?, apakah tidak bisa dikurangi risikonya, saat banjir datang ?. Tidak sedikit yang bilang bahwa banjir datang karena hujan deras. Padahal setiap musim penghujan, ya pasti akan turun hujan. Entah itu deras atau hanya gerimis.

Konon, paling tidak ada tiga faktor utama penyebab banjir dan longsor, yaitu berkurangnya daerah tutupan pohon akibat penggundulan hutan dalam rangka alih fungsi lahan, sehingga air tanah tidak bisa tersimpan dengan baik. cuaca ekstrem, dan kondisi topografis Daerah Aliran Sungai.

Jadi kalau menyalahkan hujan, ya tidak tepatlah. Akan lebih bijak jika mengkaji mengapa terjadi banjir. Apakah karena sampah yang menggunung sehingga mempercepat sedimentasi dan menghambat jalannya air. Mungkin juka luasan sungai yang semakin menyempit karena dimanfaatkan untuk pemukiman.

Bisa juga melihat perubahan pemanfaatan lahan dan hutan.  Cak Teguh, Alumni mapala Jonggring Salaka, IKIP Malang (sekarang UM), dalam postingannya di grup whatsapp mengatakan bahwa Penebangan hutan dan perubahan fungsi lahan hutan jadi vila, perumahan elite, dan wisata alam di lereng Gunung (perbukitan), juga menjadi penyebab banjir dan longsor.

Yang rugi jelas rakyat kecil di desa, yang tidak tahu apa-apa soal alih fungsi lahan. Tahunya kebanjiran,” Tambahnya.

Sementara Cak Heru Blek, yang rumahnya di Kepanjen, mengatakan benar bahwa exploitasi lahan yang berlebihan dengan tujuan peningkatan ekonomi, hasilnya bencana bagi sesama. Sebenarnya rakyat juga paham, namun karena masalah perut kadang lupa akan potensi ancaman bencana akibat kelakuannya.

Masih kata pensiunan dosen di almamaternya, bahwa sebenarnya rakyat paham, hanya lupa fungsi lahan bukan semata-mata penghasil rupiah, sehingga asal ada lahan tidak produktip ( pinjam istilah pertanian) diubah menjadi destinasi wisata atau tanaman semusim, seperti tebu dan jagung, dengan tidak memikirkan fungsi lain dari lahan untuk menyimpan cadangan air.

Ermid, yang juga alumni Jonggring Salaka, dengan sedikit emosi bilang bahwa, rakyat gak paham tentang regulasi tata guna lahan. Tentu yang paham adalah pemerintah. Ada Kementrian Lingkungan Hidup, harusnya dilakukan amdal sebelum membolehkan alih fungsi lahan.

Dari celoteh ngalor ngidul di atas, bisa ditarik simpulan bahwa masyarakat setempat sebenarnya sudah tahu penyebab terjadinya banjir dan longsor yang meluluh lantakkan hartanya. Namun tampaknya mereka tidak berdaya melakukan mitigasi secara mandiri. Sementara regulasi yang ada pun juga kurang berbasis pengurangan risiko bencana.

Pertanyaannya kemudian, mungkinkah di daerah-daerah yang menjadi langganan banjir dan longsor itu diberi program Destana, Katana, KSB, dan SPAB, dalam rangka membangun ketangguhan masyarakat menghadapi bencana ?.  Salam Waras. [eB/SelasaPahing-18102022]

 

 

 

 

 

1 komentar:

  1. pertengahan bulan oktober menjadi awal musim penghujan yang dibarengi dengan banjir longsor bahkan banjir bandang yang menggenangi area persawahan, pemukiman, jalan raya, bahkan menjebolkan jembatan. sudah ada korban jiwa, baik jiwa maupun ternak.
    seperti biasanya jika ada bencana, berbagai pihak langsung respon untuk membantu. baik datang langsung membantu evakuasi, pembersihan lokasi, distribusi logistik untuk para pengungsi maupun menggalang donasi.
    begitu juga dengan BPBD beserta pasukan TRC dan Agen Bencana sigap melakukan koordinasi komunikasi di lapangan agar penanganan bencananya efektif efisien cepat dan terukur

    BalasHapus