Longsor dari pegunungan membawa material kayu yang cukup
besar dan panjang serta aneka sampah, ikut memperparah derita warga terdampak. Ya
warga yang berdiam di beberapa Desa di Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Malang,
Tulungagung, Kabupaten Blitar, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Banyuwangi, dan Kabupaten lain yang tidak disebutkan disini namun punya potensi banjir, pastilah langsung siap siaga, sibuk mengamankan diri dan harta bendanya.
Mereka, dengan membawa barang seadanya mengungsi ke sanak
saudara dan tetangganya yang rumahnya bebas banjir. Ada yang sempat
mengungsikan sapinya. Namun banyak juga kambing yang mati karena terlambat mengungsikan.
Ada daerah yang memang menjadi langganan banjir dan
longsor bila musim hujan, namun cepat teratasi karena kesigapan masyarakat yang
dibantu relawan dan berbagai dinas terkait. Seperti BPBD dengan pasukan TRC dan
Agen Bencana yang selalu siaga.
Ada pula daerah yang kalau hujan terjadi genangan namun
tidak sampai menimbulkan kepanikan karena air tidak sampai masuk ke pemukiman. Atau
masuk tapi hanya sedikit dan cepat surut. Sehingga hal itu dianggap biasa.
Pertanyaannya kemudian, mengapa terjadi banjir (dan
longsor) tahunan dan apa penyebabnya?, apakah tidak bisa dikurangi risikonya,
saat banjir datang ?. Tidak sedikit yang bilang bahwa banjir datang karena
hujan deras. Padahal setiap musim penghujan, ya pasti akan turun hujan. Entah itu
deras atau hanya gerimis.
Konon, paling tidak ada tiga faktor utama penyebab
banjir dan longsor, yaitu berkurangnya daerah
tutupan
pohon akibat penggundulan hutan dalam rangka
alih fungsi lahan, sehingga
air tanah tidak bisa tersimpan dengan baik. cuaca ekstrem, dan kondisi
topografis Daerah Aliran Sungai.
Jadi kalau menyalahkan hujan, ya tidak tepatlah. Akan lebih
bijak jika mengkaji mengapa terjadi banjir. Apakah karena sampah yang
menggunung sehingga mempercepat sedimentasi dan menghambat jalannya air. Mungkin
juka luasan sungai yang semakin menyempit karena dimanfaatkan untuk pemukiman.
Bisa juga melihat perubahan pemanfaatan lahan dan hutan. Cak Teguh, Alumni mapala Jonggring Salaka,
IKIP Malang (sekarang UM), dalam postingannya di grup whatsapp mengatakan bahwa
Penebangan
hutan dan perubahan fungsi lahan hutan jadi vila, perumahan
elite, dan wisata alam di lereng
Gunung (perbukitan), juga menjadi penyebab banjir dan longsor.
“Yang rugi jelas
rakyat
kecil di desa, yang
tidak tahu apa-apa soal
alih fungsi lahan. Tahunya kebanjiran,” Tambahnya.
Sementara Cak Heru Blek, yang
rumahnya di Kepanjen, mengatakan benar bahwa exploitasi lahan yang
berlebihan dengan tujuan peningkatan ekonomi, hasilnya bencana bagi sesama. Sebenarnya rakyat juga paham, namun karena
masalah perut kadang lupa akan potensi ancaman bencana akibat kelakuannya.
Masih kata pensiunan dosen di almamaternya, bahwa sebenarnya
rakyat paham, hanya lupa fungsi lahan bukan semata-mata penghasil rupiah,
sehingga asal ada lahan tidak produktip ( pinjam istilah pertanian) diubah
menjadi destinasi wisata atau tanaman semusim, seperti tebu dan jagung, dengan
tidak memikirkan fungsi lain dari lahan untuk menyimpan cadangan air.
Ermid, yang juga alumni Jonggring Salaka, dengan sedikit emosi bilang
bahwa, rakyat gak paham tentang regulasi tata guna lahan. Tentu yang paham
adalah pemerintah. Ada Kementrian Lingkungan Hidup, harusnya dilakukan amdal
sebelum membolehkan alih fungsi lahan.
Dari celoteh ngalor ngidul di atas, bisa ditarik simpulan
bahwa masyarakat setempat sebenarnya sudah tahu penyebab terjadinya banjir dan
longsor yang meluluh lantakkan hartanya. Namun tampaknya mereka tidak berdaya
melakukan mitigasi secara mandiri. Sementara regulasi yang ada pun juga kurang
berbasis pengurangan risiko bencana.
Pertanyaannya kemudian, mungkinkah di daerah-daerah yang menjadi langganan banjir
dan longsor itu diberi program Destana, Katana, KSB, dan SPAB, dalam rangka
membangun ketangguhan masyarakat menghadapi bencana ?. Salam Waras. [eB/SelasaPahing-18102022]
pertengahan bulan oktober menjadi awal musim penghujan yang dibarengi dengan banjir longsor bahkan banjir bandang yang menggenangi area persawahan, pemukiman, jalan raya, bahkan menjebolkan jembatan. sudah ada korban jiwa, baik jiwa maupun ternak.
BalasHapusseperti biasanya jika ada bencana, berbagai pihak langsung respon untuk membantu. baik datang langsung membantu evakuasi, pembersihan lokasi, distribusi logistik untuk para pengungsi maupun menggalang donasi.
begitu juga dengan BPBD beserta pasukan TRC dan Agen Bencana sigap melakukan koordinasi komunikasi di lapangan agar penanganan bencananya efektif efisien cepat dan terukur