Senin, 10 April 2023

MUKIDI IKUT WEBINAR

     Kemarin, setelah tarawih, Mukidi tidak langsung pulang. Dia mampir ke warkop langganannya, yang selama bulan ramadhan ini hanya buka malam hari untuk menghormati bulan suci. Apalagi ada surat edaran dari Kampung tentang himbauan agar semua warkop tidak buka di siang hari.

     Seperti biasa Mukidi memesan kopi, sambil menikmati rondo royal kesukaannya. Disana juga ada Dalbo, dan Kaspo. Juga sedang ngopi setelah sehari berpuasa menahan hawa nafsu dan kopi.

     “tadi siang sampiyan ikut webinar tentang kreativitas komunitas dalam upaya PRB,” Tanya Mukidi kepada Dalbo, yang merupakan ketua dari salah satu komunitas relawan penanggulangan bencana, yang ada di kampungnya.

     “Sebenernya pengen ikutan, tapi lupa ketiduran. Maklumlah badan lemas, semalam gak sahur,” Kata Dalbo, sambil tersenyum.

     Kemudian Mukidi bercerita tentang webinar yang mengupas praktek baik tentang kerja-kerja kreatif dari sebuah komunitas dalam rangka ikut membangun ketangguhan masyarakat di daerahnya yang memiliki potensi bencana bansor (banjir dan longsor).

     Konon, mereka benar-benar melibatkan masyarakat dalam melakukan mitigasi bencana di daerahnya. Melalui kegiatan arisan, PKK, dan Tahlilan, para aktor mencoba menyadarkan masyarakat tentang adanya potensi bencana, dan bersama-sama mencari solusi agar bisa selamat dari bencana, sesuai kearifan lokal.

     Terkait dengan praktek baik yang diceritakan Mukidi, Kaspo, yang aktif di forum relawan bencana, mengusulkan agar Mukidi bisa mengajak para relawan yang menjadi anggota grup whatsapp, untuk memanfaatkan whatsapp sebagai media diskusi tukar informasi dan pengalaman, terkait dengan penanggulangan bencana. Baik itu saat pra bencana, tanggap darurat, maupun pasca bencana.

     “Dengan diskusi yang membahas kebencanaan maka secara tidak langsung akan menambah wawasan, sekaligus memperluas pertemanan. Bukan membahas di luar kebencanaan. Jika itu bisa dilakukan, maka akan menarik banyak pihak untuk mencoba menduplikasinya,” Kata Kaspo sambil mempermainkan asap rokoknya membentuk bulatan-bulatan, yang kemudian hilang.

     Apa yang dikatakan Kaspo ini ada benarnya. Karena senyatanyalah masih banyak komunitas relawan yang karena kesibukannya, enggan datang jika diundang rapat merencanakan kegiatan, dengan berbagai alasan.

     “Maaf saya tidak bisa merapat karena kondisi tsedang tidak bersahabat. Saya ikut saja semua keputusan rapat,” itu alasan klasik yang sering terlontar ketika diajak rapat.

     Artinya, mereka ini masih ingin dianggap sebagai tamu undangan untuk ikut mensukseskan sebuah acara., tanpa mau ikut repot-repot menyiapkan acara. Bahkan ada yang hanya mau berkontribusi sarana prasarana dan dana saja, daripada ikut rebyek menyiapkan acara.

     Padahal, sesungguhnyalah mereka itu pasti memiliki gagasan yang cemerlang jika diberi kesempatan, mereka juga mempunyai pengalaman dan kapasitas yang mumpuni di bidang kebencanaan, khususnya di fase tanggap darurat.

      Anggapan Kaspo itu ada benarnya, dan harus dimaklumi. Untuk itulah, menurut Kaspo, perlunya mengoptimalkan keberadaan grup whatsapp untuk membahas kerja-kerja kemanusiaan. Baik itu yang berhubungan dengan lingkungan alam maupun kebencanaan.

     Senyatanyalah, keberadaan dan inisiatif komunitas relawan itu banyak, serta sangat bermanfaat membantu pemerintah dalam menangani masalah kemanusiaan di daerahnya. Seperti kecelakaan lalu lintas, kebakaran, bencana banjir dan masalah sosial lainnya, yang memerlukan penanganan cepat.

     Namun, apa yang mereka lakukan masih sering timbul kesalah pahaman dikarenakan “jarang ngopi bareng” diantara aktor. Hal ini dimungkinkan karena tersendatnya jalur koordinasi dan komunikasi serta (mungkin) belum jelasnya SOP di lapangan. Untuk itulah perlu ada agenda ngopi barenga diantara aktor.

     Apa yang telah dilakukan komunitas relawan itu, tentunya perlu di dokumentasikan sebagai kenangan yang indah sekaligus menjadi bahan pembelajaran untuk meningkatkan kapasitas.

     Ingat bencana itu akan selalu berulang, bahkan semakin sering terjadi. Sehingga upaya peningkatan kapasitas menjadi hal yang wajib dilakukan secara mandiri, tanpa harus menunggu uluran tangan pemerintah maupun lembaga donor.

      Nah, dari cerita Mukidi yang ikut webinar tentang kreatifitas komunitas dalam upaya PRB itu, tentunya bisa diadopsi dengan membuat kegiatan yang memanfaatkan grup whatsapp untuk berkomunikasi, saling belajar, tukar informasi dan pengalaman sekaligus mempererat silaturahmi.

     Jika itu dapat berjalan, dan Mukidi dapaat “mengorkestrasi” anggota grup whatsapp, maka akan mempermudah koordinasi dan mobilisasi antar komunitas relawan dalam melakukan kerja-kerja kemanusiaan, sehingga kesalah pahaman yang selama ini sering timbul bisa dikurangi.

     “Namun gagasan si Kaspo itu tidak mudah terwujud karena berbagai sebab, diantaranya masih adanya ego sektoral diantara aktornya,” gumam Dalbo yang dari tadi hanya diam menyimak cerita Mukidi sambil nyeruput kopi. [eBas/SeninLegi-10042023]  

 

 

 

 

 

 

 

1 komentar:

  1. tetap semangat membangun kolaborasi dalam kerja kerja kemanusiaan

    BalasHapus