Minggu, 22 Oktober 2023

MAPALA JONGGRING SALAKA

Kemarin, hari minggu legi (22/10/2023) saya berkesempatan dolan ke sekretariat mapala Jonggring Salaka (JS), Universitas Negeri Malang (d/h IKIP). Tempatnya di gedung ormawa. Sebuah gedung megah khusus berisi semua organisasi yang ada dan diakui oleh rektorat. Seperti biasanya, JS diberi jatah menempati 3 ruangan. Ruang sekretariat, gudang atas dan gudang bawah. kok bisa ya dapat tiga ?. apa karena ngeyel ?

Saya kesana sore hari, sekretariat sepi masih terkunci. Di luar ada meja berisi gelas bekas kopi, asbak penuh puntung rokok. Juga ada perahu karet kempes dan beberapa alat musik yang berserakan. Ya, dari dulu sekretariat JS memang tidak pernah rapi. Terkesan kumuh berdebu tapi tidak bau.

Sebelas menit saya menunggu sambil tolah toleh tidak menentu, barulah muncul dua cowok ganteng dan seorang cewek manis datang. Bergantian salaman dengan santun, tanda mereka masih menaruh hormat kepada “seniornya”. tanpa rasa sungkan, obrolan pun mengalir begitu saja bersahutan. Tentu, sesekali nengok gawai diiringi jemarinya lincah mengirim komentar di grup whatsapp sambil tersenyum tipis.

Simbak yang manis itu pun tak kalah sibuk nggodok banyu untuk membuat wedang kopi. Cangkir kecil untuk saya, dan cangkir besar untuk mereka bertiga, sebagai simbul kebersamaan, senasib seperjuangan yang turun temurun sebagai tradisi Jonggring Salaka..

Mereka bercerita bahwa saat ini sedang sibuk menyiapkan diklat lapangan di daerah Pujon. Juga sibuk nyablon kaos kebanggaan JS. Semoga saya punya rejeki agar dapat ikut memiliki kaos bergambar Raja Babi (Srenggi Gantari) simbol Diklat JS 42 tahun 2023.

Mereka juga bilang bahwa di kampus sudah ada tim reaksi cepat (TRC) yang merupakan gabungan dari mapala, menwa, pramuka, dan KSR, untuk diterjunkan ke lokasi bencana saat tanggap darurat. Namun karena kurangnya koordinasi dan ketidak pahaman pihak rektorat, maka TRC ini sering berjalan sendiri tanpa melibatkan yang lain, termasuk JS.

“Arek-arek wis bolak balik protes tapi yo durung onok solusi. Bahkan TRC ingin berdiri sendiri sebagai ormawa,” Kata mas ganteng jurusan geografi, yang baru lulus setelah kuliah selama lima tahun. Namanya lupa saya gak tanya.

Terkait dengan TRC, masih kata sarjana anyaran ini, ada keinginan suatu saat arek JS perlu belajar tentang penanggulangan bencana, agar paham apa yang harus dilakukan ketika pra bencana, tanggap bencana, dan pasca bencana.

Sementara di Unesa (d/h IKIP Surabaya) juga sudah ada TRC (namanya lupa), Sudah tertata dengan baik, termasuk dukungan anggaran dari rektorat. Konon mereka juga mengerahkan mahasiswa KKN pada saat pasca bencana dalam rangka rehab rekon melalui bidang pendidikan dan keterampilan fungsional untuk upaya percepatan pemulihan ekonomi warga terdampak bencana.  

Sambil nyruput kopi sasetan, mas ganteng itu juga punya keinginan mengajak para aktivis JS seangkatannya, untuk membuat buku tentang semua kiprah yang dilakukan selama menjadi aktifis JS, sebagai kenangan terindah untuk generasi penerusnya agar tidak “Kepaten obor” dan terus nyambung paseduluran, sesuai jargon sekata sehati setujuan. Semoga keinginan itu jadi nyata, bukan angan semata.

Temaram senja menggelayut di gedung ormawa, para aktivisnya yang beragama islam, mulai beranjak ke Mushola untuk sholat magrib berjamaah. Sebelum pulang, saya juga ikutan menjadi makmum, bersebelahan dengan cowok berbaju hitam yang dipunggungnya bertuliskan BEM - UM (kalau tidak salah baca). Tampaknya sudah beberapa hari tidak ganti, sehingga agak semriwing baunya. [ghep’83]

 

  

1 komentar:

  1. tetap bersemangat rek. ojok lali nyablon kaos warna merah maroon lengan panjang dan pendek untuk dijual ke para alumni, pasti semua akan berkenan membeli untuk memiliki

    BalasHapus