Kamis, 12 Oktober 2023

NGOBROL TENTANG AKSI ANTISIPASI DENGAN SEGALA MASALAHNYA

Beberapa kegiatan yang dibuat BNPB untuk meramaikan gelaran peringatan bulan pengurangan risiko bencana pada tanggal 10 - 15 Oktober 2023, di Provinsi Sulawesi Tenggara. Diantaranya adalah Talkshow Aksi Kesiapsiagaan dalam Mendorong Situasi Siaga Darurat (Aksi Antisipatif). Kamis (12/10/2023).

Kegiatan ini didasari oleh meningkatnya frekwensi kejadian bencana setiap tahunnya. Jumlah kejadian bencana di Indonesia per Agustus tercatat 2.714 kejadian. Bencana hidrometeorologi masih mendominasi yang sifatnya dapat diprediksi.

Hal ini membutuhkan pendekatan penanganan darurat yang berbeda. Di global, paradigma penanganan darurat bencana bergeser ke pendekatan aksi antisipatif (AA).

Aksi antisipatif adalah serangkaian tindakan yang diambil untuk mencegah atau mengurangi potensi dampak bencana sebelum terjadi guncangan atau sebelum dampak akut dirasakan.

Hal ini diakui sebagai solusi utama untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan peristiwa cuaca ekstrem. Namun ke depan, Aksi Antisipatif ini juga akan dikaitkan dengan upaya mengurangi dampak yang diakibatkan adanya bencana.

Swiss Bel Hotel dipilih sebagai tempat untuk membahas, mengadvokasi dan mendiseminasikan hasil-hasil lokakarya serta arah kebijakan yang akan disusun sebagai payung bersama dalam Aksi Antisipatif.

Mirza, ketua panitia acara, mengatakan bahwa talkshow ini sebagai media untuk mendiskusikan tentang aksi kesiapsiagaan dalam situasi tanggap darurat. Termasuk tantangan yang sering muncul serta solusinya, termasuk pendanaan kegiatan. Hal ini sejalan dengan prinsip aksi antisipasi, yang meliputi peringatan didni, aksi dini, dan pendanaan.

“Hasil diskusi ini hendaknya dapat menjadi masukan untuk menyusun kebijakan, sekaligus dapat mendorong aktor lokal untuk menyusun dokumen yang diperlukan. Seperti dokumen renkon,” Katanya.

Prasinta, seorang pejabat BNPB, dalam sambutannya, mengatakan bahwa bencana hidrometeorologi semakin banyak terjadi di berbagai daerah di indonesia. Begitu juga korban yang ditimbulkannya juga semakin banyak.

Untuk itulah melalui acara ini, semua pihak yang terlibat dalam masalah bencana, hendaknya meningkatkan perannya secara kolaboratif untuk mengurangi dampak bencana, sekaligus sebagai upaya membangun budaya tangguh bencana.

“Upaya melakukan mitigasi dan sistem peringatan dini hendaknya dilakukan secara cepat, tepat dan mudah dipahami serta dilakukan oleh masyarakat. Termasuk oleh kelompok rentan,” Harapnya.

Dalam diskusi yang mendatangkan nara sumber, diantaranya dari Kemendesa PDT, Kemenko PMK, Kemendagri dan berbagai pihak itu, membahas aksi antisipasi di saat siaga darurat untuk mengurangi dampak bencana dengan memanfaatkan keberadaan sistem peringatan dini yang mudah dipahami khalayak ramai, termasuk kelompok rentan.

Dibahas pula tentang sumber dana kegiatan itu dari mana, siap yang dapat memanfaatkan anggaran tersebut untuk mendukung aksi antisipasi, dan juga apakah aturan untuk memanfaatkan anggaran itu sudah ada dan dipahami oleh semua pejabat terkait di daerah dan mau menjalankannya ?.

Masalahnya, dibanyak daerah belum semua pemda memahami dan mau mencairkan anggaran untuk kegiatan kebencanaan, termasuk aksi antisipasi. Apalagi, tidak sedikit pejabat daerah belum menganggap masalah bencana itu penting. Disamping  mereka juga takut diciduk itjen, BPK, dan KPK.

“Kenyataannya, setiap pemda dan OPD masih berbeda dalam memahami aturan yang ada. Hal inilah yang membuat aturan itu belum banyak dijalankan. Inilah tugas kita bersama,” Kata salah satu narasumber.

Ada juga usulan agar pasal 61 UU nomor 24 tahun 2007, direvisi. Pasal tersebut berbunyi, Pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan anggaran penanggulangan bencana secara memadai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, huruf f dan Pasal 8 huruf d.

Kata “memadai” hendaknya diganti dengan yang lebih tegas. Misalnya 10 persen dari APBN/APBD. Sehingga tidak ada perbedaan dalam menafsirkan kata “memadai” oleh setiap pemda.  

Wahyu dari WFP, mengatakan bahwa sebenarnya semua aturan perundangannya sudah ada semua. Tinggal ada tidaknya political will untuk melakukannya sesuai juklak dan juknisnya.

Diakhir acara, ada himbauan agar Desa yang memiliki potensi bencana hendaknya sejak awal sudah merencanakan dana desa dialokasikan untuk kegiatan kebencanaan. Baik itu untuk mitigasi, pelatihan, simulasi, pembelian sarpras pendukung, termasuk pengadaan rambu evakuasi. Bahkan dana Desa juga dapat digunakan untuk kegiatan pelestarian lingkungan hidup.

Diingatkan pula bahwa bencana adalah usuran bersama, bukan urusannya pemerintah saja. Untuk itulah nantinya dengan diberlakukannya program kecamatan tangguh bencana, maka setiap kecamatan juga “ngurusi” masalah bencana. Hal ini kiranya para pihak yang terlibat dalam Forum PRB hendaknya mulai menata diri agar dapat dilibatkan dalam usuran kebencanaan di semua level pemerintah. Yang bagaimana itu ?. mari kita tunggu cerita selanjutnya. [eBas/KamisLegi-12102023]

  

 

   

 

 

 

 

 

1 komentar:

  1. aturan sudah ada namun banyak pemda yang belum menjalankan diantaranya karena tidak ada kejelasan dananya, payung hukum yang ada belum dianggap kuat dan pemahaman dari masing2 pejabat juga berbeda.
    untuk itulah perlu ada gerakan bersama untuk menumbuhkan kesadaran menjalankan perundangan yang ada terkait dengan kebencanaan.

    pertanyaannya, siapa yang berani memulainya ?

    angel wis angel pol ancamannya dicopot dari jabatannya jika kepala daerahnya tetap kekeh tidak mau berubah/merubah

    BalasHapus