Minggu, 16 Februari 2025

MENAKAR UNTUNG RUGI PEMBENTUKAN F-PRB KOTA SURABAYA.

 Sabar nggih,  Budaya birokrasi harus sesuai arahan pimpinan dulu. Saya hanya serpihan seng yang belum punya kuasa. Besuk saya laporkan dulu ke pimpinan,” Kata Bayu, dalam postingannya di grup whatsapp PIC Bulan PRB Jatim 2025, minggu (16/02/2025).

 Apa yang dikatakan itu, bermula dari “ajakan dadakan” kepada peserta RAKOR F-PRB Jatim yang berasal dari Kota Surabaya untuk mengadakan “Cangkruk’an” membahas pembentukan F-PRB Surabaya, sesuai apa yang dikatakan Kalaksa BPBD Provinsi Jawa Timur dan Sekjen F-PRB Jatim.

 Ternyata ajakan itu bertepuk sebelah tangan alias tidak mendapat respon, entah karena apa. Mungkin karena faktor yang mengajak, atau mungkin mereka sudah merasa bahwa ajakan ini tidak akan menghasilkan apa-apa. Hanya omon-omon saja.

 Hal ini mengingat bahwa inisiasi pembentukan F-PRB Surabaya sudah pernah dirapatkan di Basecamp Jamaah Lorong eduCation, yang dihadiri oleh banyak pihak. Diantaranya, mantan Sekjen Planas, Mbakyu Ninil, alumni FK-UNAIR. Namun tidak ada respon dari banyak pihak, termasuk dari BPBD Surabaya sendiri.

 “Pelan-pelan maseh, kita masih dalam proses. Termasuk proses konsultasi ke beberapa akademisi. Semoga pasca pelantikan Wali Kota, semuanya segera terwujud,” Kata salah seorang pejabat BPBD Surabaya saat beberapa perwakilan relawan ‘sowan’ untuk mendapatkan petunjuk dan arahan.

 Sejak itulah, semangat membentuk forum PRB Kota Surabaya menjadi layu sebelum berkembang. Semua kembali ke habitatnya masing-masing, tenggelam dalam kesibukan harian sebagai manusia yang punya tanggung jawab kepada keluarga dan masyarakatnya.

 Sekarang, melalui Rakor F-PRB muncul kembali himbauan yang dilontarkan agar Kota Surabaya dan Kabupaten/Kota segera membentuk F-PRB, yang nanti akan dikukuhkan oleh gubernur saat perayaan peringatan bulan PRB tingkat Nasional tahun 2025, dimana Jawa Timur ditunjuk sebagai tuan rumah.

 Setali tiga uang, himbauan yang dilontarkan di Hotel Movenpick itu hanya didengarkan tanpa nafsu menggebu, dengan menerapkan strategi defensif, diam dan menunggu undangan dari yang berkopenten, bukan dari sesama relawan.

 Hanya ada satu komentar yang cukup menarik dari Bang Santo, Ketua F-PRB Kabupaten Tulungagung. Beliau bilang, Lakukan saja lebih dulu dengan beberapa lembaga dan komunitas relawan yang siap. Jangan memaksa mereka yang belum mau bergabung. Kejadian serupa sama di Tulungagung. Ini penting, untuk menghilangkan ke-AKU-an dan menggantinya dengan  ke-KITA-an dalam kegiatan kolaboratif.

 Sementara, Ki Rebo, panggilan udara dari Ketua Surabaya Emergency Respon, dengan bijak menanggapi komentarnya  Bayu, salah seorang staf BPBD Kota Surabaya, terkait dengan ajakan untuk cangkruk bareng membentuk F-PRB Surabaya sebagai mitra BPBD dalam upaya pengurangan risiko bencana.

 Betul Mas Bayu. Kami faham dengan itu. Begitu pula kami mengenali kondisi teman-teman relawan. Gak usah bingung mas, santui saja. Anggap saja ajakan cangkruk’an itu sekedar Test quick response saja kok, dan masalah kopi serta cemilan, itu tradisi gotong royong relawan kok mas,” Kata Bapak bercucu lebih dari tiga itu.

  Sedangkan Yogi, Koordinator Posko Bersama Relawan Surabaya, dalam komentarnya di grup whatsapp Relawan Suroboyo Bersatu, mengajak berbaik sangka saja dan bijak. Bagaimana BPBD surabaya nya dan bagaimana dengan RELAWAN nya. Relawan lari kencang tapi tempat yang jadi lindungannya belum bisa maksimal, terus bagaimana?. sementara relawan yang lain kebanyakan hanya menunggu, tanpa inisiatif tertentu sebagai bentuk ketidak berdayaan.

 Probo, salah satu pendiri Lorong eduCation, mengajak sowan ke bpbd kota Surabaya. Sambil ngopi ala relawan, kita gunakan semaksimal mungkin kemampuan dan kekurangan kita untuk saling support

 “Apa perlu BPBD kota kita undang cangkruk’an ala relawan, atau menunggu BPBD ngundang kita?. Kalau menunggu terus, itu berat, karena hanya menunggu penuh rindu dan yang dirindu merasa tidak perlu,” Katanya becanda.

 Yang jelas Ki Rebo, sudah mencoba mengajak membentuk F-PRB dengan menyediakan rumahnya menjadi tempat jagongan sambil nyruput kopi dan nyemil gorengan. Namun responnya negatif. Apakah ini pertanda Kota Surabaya tidak menghendaki berdirinya forum ?.

 Monggo, dipersilahkan kepada relawan lain yang punya nyali untuk meniru keberanian Ki Rebo mengajak komunitas relawan membentuk F-PRB, walaupun nyatanya gagal.

 Yang jelas, relawan perlu duduk bersama untuk mempererat tali silaturahmi, sekaligus jika memungkinkan mengagendakan kegiatan kolaborasi yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti himbauan Kalaksa BPBD Provinsi Jawa Timur.

 Nanti saat jagongan itu, yang perlu dibicarakan, salah satunya adalah, menakar untung ruginya kehadiran F-PRB bagi warga Kota. Jangan-jangan warga melalui pemkot sudah merasa tidak memerlukan relawan, karena selama ini sudah ada “pasukan” yang siap bertindak cepat ketika terjadi musibah yang mengganggu keamanan, kenyamanan dan ketertiban warga Surabaya, termasuk ketika terjadi kecelakaan, kebakaran, kebanjiran dan bencana lainnya.

 Kemudian, perlu juga merenungkan petuah mbah Darmo, yang mengatakan bahwa rusaknya sebuah komunitas itu lebih disebabkan oleh masalah internal sendiri. Untuk itu perlu dibangun komitmen yang kaut untuk berkomunitas. Itu artinya semua gerak langkah komunitas harus sesuai dgn kesepakatan dan jargon yang diusungnya, agar tidak sekedar jargon yg dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.

 “Percuma jargonnya bagus tapi tidak seindah warna aslinya. Tidak mewarnai dalam praktek berorganisasi. Jika ini tidak dibenahi, maka wajar saja suara komunitas tidak di dengan oleh unsur penta helix lainnya. Terutama pemerintah, dalam hal ini BPBD setempat,” Kata relawan yang enggan disebutkan jati dirinya karena takut di anggap “nakal” dan layak untuk tidak diajak. 

hal lain yang perlu juga dibahas adalah, jika nanti F-PRB Surabaya sudah dibentuk, kira-kira apa tugas dan fungsinya ?. baik terhadap keberadaan komunitas relawan yang ada di Surabaya, maupun sebagai mitra BPBD Kota Surabaya. Jangan sampai setelah terbentuk kemudian bingung sendiri apa yang harus dilakukan, karena kurang dukungan dari berbagai pihak, termasuk BPBD. Mari kita tunggu bersama munculnya inisiatif untuk ngopi bareng lintas komunitas. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/Senin-17022025].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1 komentar:

  1. tetap semangat kawan untuk terus belajar berkomunitas yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan sebagai upaya membangun mitigasi dan kesiapsiagaan masyarakat lewat kegiatan sosialisasi pengurangan risiko bencana

    BalasHapus