Minggu, 24 Mei 2020

KELURAHAN KEPUTIH DAN PANDEMI COVID-19


Beberpa minggu yang lalu tersiar kabar Kantor Kelurahan Keputih lockdown. Kemudian disusul seluruh karyawan Kecamatan Sukolilo mengikuti Rapid test, dan hasilnya banyak yang reaktif sehingga harus ditindak lanjuti. Diantaranya dengan melakukan karantina mandiri.

Beberapa malam yang lalu, sepanjang Jalan Keputih sering di semprot disinfektan oleh truck pemadam kebakaran. Beberapa malam kemudian di tindak lanjuti dengan obrak’an Warkop dan toko yang banyak pengunjungnya dalam rangka penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di seluruh wilayah Surabaya.

Selama bulan romadhon dan masa PSBB ini keramaian Keputih agak sedikit menurun. Banyak warga pendatang (mayoritas mahasiswa) pulang kampung karena kampus wajib menerapkan model belajar dari rumah menggunakan daring, sebagai upaya memutus rantai sebaran covid-19.

Dampaknya, warung kopi dan warung makan yang bertebaran di wilayah keputih mengalami penurunan pendapatan, ditinggalkan pelanggannya pulang kampung. Jelas semua ini akan berpengaruh terhadap ekonomi rumah tangganya.

Namun semuanya itu oleh kaum pedagang kecil diterima dengan pasrah dan sabar, tanpa gejolak sosial yang mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. Mereka percaya bahwa wabah covid-19 ini merupakan cobaan dari Tuhan, sehingga harus dihadapi dengan ikhlas dan tawakal.

Karena di wilayah Keputih itu terdapat Tempat Pemakaman Umum (TPU) Surabaya, maka semenjak wabah Covid-19, hampir setiap hari melintas dua tiga ambulance membawa mayat yang akan di makamkan. Karena petugas pemakamann dan sopirnya menggunakan baju hazmat (salah satu alat pelindung diri), maka warga menganggap bahwa yang akan dimakamkan itu adalah korban covid-19, sesuai protokol pemulasaraan.

Di Keputih juga ada crematorium, tempat kremasi atau pengabuan. yaitu  tempat praktik penghilangan jenazah manusia setelah meninggal dengan cara membakarnya. Biasanya hal ini dilakukan di sebuah krematorium/pancaka atau biasa juga di sebuah makam di Bali yang disebut setra atau pasetran. Praktik kremasi di Bali disebut ngaben. (sumber Wikipedia). Namun belum ada info jika crematorium di Keputih juga digunakan untuk membakar korban covid-19.

Dengan seringnya mobil jenasah melintas di jalanan Keputih menuju TPU, menjadikan warga makin waspada terhadap wabah ini. Warga pun semakin sadar untuk mentaati protokol kesehatan yang telah digariskan oleh pemerintah.

Memakai masker saat keluar rumah menjadi kebiasaan baru warga Keputih. Begitu juga toko dan warung menyediakan tempat cuci tangan, bahkan hand sanitizer bagi pelanggannya. Semua ini merupakan upaya yang dianjurkan pemerintah untuk memutus pesebaran wabah dari Wuhan ini.

Namun warga tampaknya masih sulit untuk menjaga jarak (physical distancing) ketika berinteraksi. Seperti saat di Pasar, di Toko, dan di Rumah Makan. Apalagi di warkop yang menjadi tempat cangkruk’an rakyat kecil sambil ngrasani pandemi corona virus disease 2019. Inilah yang menjadikan salah satu kendala upaya pemutusan pesebaran wabah. Namun sejauh ini Covid-19 belum ‘masuk’ wilayah Kelurahan Keputih.

Memang, sempat beredar kabar beberapa warga keputih ‘dijemput’ petugas kesehatan, namun kelanjutan berita itu hilang begitu saja. warga Kelurahan Keputih tetap beraktivitas dengan caranya sendiri di era pandemi covid-19.

Pihak Kelurahan pun tidak sampai membentuk Gugus Tugas Covid-19 tingkat Kelurahan seperti yang ada dalam Buku Saku Desa Tangguh Covid-19. Mungkin inilah yang disebut Ketangguhan masyarakat yang tumbuh secara alami tanpa keterlibatan aktor dari luar. Wallau a’lam bishowab. [eBas/SeninLegi-25052020]
  


  





1 komentar:

  1. Sabtu malam atau malam takbiran saya bersama keluarga ke Manuan Sambikerep. Naik Grab karena kalau naik motor sudah tidak memungkinkan.

    Star dari Wonorejo Rusun lewat Jalan Raya Soekarno Hatta – Kedung Baruk (yang menurutut info masuk zona merah karena puluhan orang positif covid) pintu masuk kampung dijaga ketat sama aparat dan masyarakat. Lanjut Panjangjiwo - Wonokromo putar balik di depan RSI menuju arah KBS, jalanan cenderung sepi, aman dan lancar. Termasuk jalan raya Diponegoro yang saya lewati. Sampai di flay over pasar kembang saya belok kiri lewat jalan Banyurip.

    Awalnya lancar aman, dipertengahan jalan. Dikanan kiri ada pasar (Pasar Simo), wuih full penuh manusia, mepet pet. Jalan mancet orang - orang pada berdesakan. Saya kaget banget, kok begini. Katanya PSBB !!!

    Kenapa saya kaget ? Karena menurut berita yang saya dengar dari Radio Suara Surabaya kapan hari lalu. Pasar ini pernah ditutup sama pemkot, karena pedagangnya positif covid 2 orang dan meninggal. Lha ramenya kok ngedap – ngedapi .

    Oklah, dengan pelan kita tetap jalan sambil melihat pemandangan yang berjubel orang. Gak berani komentar banyak, hanya anak dan istri tak ajak zdikir supaya kita terhindar dari berbagai macam wabah dan bala’. Cukup lama kita terjebak macet.

    Jalanan baru bisa terurai setelah lepas dari pertigaan tol Simo. Saya lurus ke arah Tandes, masuk jalan Sikatan lancar. Padahal biasanya justru ini yang macet, jalanan kecil dan ada pasar pula. Banyak orang lewat sini karena jalan alternatif, jalan bawah menuju Benowo lagi ada pembangunan box culvert. Saya sempat bincang sama Mas sopir didepan saya. Mas kok tumben ya jalan ini sepi, biasanya kan muacet. Iya Pak, mungkin pada dirumah. kan lagi PSBB, jawabnya.

    Belum sampai lima menit rasan – rasan jalan sepi sama mas soper, lha kok ketemu lagi keramain lagi. Tidak kalah ramainya dengan pasar Simo yang saya lewati tadi. Kanan kiri jalan banyak motor berparkir, sampai gang kampungpun dijadikan lahan parkiran. Orang berdesak – desakan didalam kios dan toko. Untuk memilih baju, tas, sepatu dll.

    Belum sampai disitu, setelah masuk Jln. Raya Manuan banyak orang lalu lalang. Jalanan full, toko toko full, pusat perbelanjaan full. Yang lebih parah lagi banyak yang tidak pakai masker, anak – anak muda pada berboncengan, social distancing dan psysical distancing sudah tidak dihiraukan lagi.

    Setelah saya sampai tujuan masuk dikomplek Kavling Jelidro, saya sempat berbincang dengan beberapa warga. Disini kok rame ya Pak, jalan pasar pada ramai semua. Kalah sama kebutuhan Ust.

    Sudah selesai, tanpa bisa kasi solusi.

    BalasHapus