Sabtu, 23 Mei 2020

GUGUS TUGAS COVID-19 TINGKAT DESA/KELURAHAN


Webinar yang diselenggarakan platform nasional pengurangan risiko bencana (PLANAS PRB) hari Jumat (22/5), sangat luar biasa. Pesertanya banyak dari berbagai daerah. Aktif dan kritis menyampaikan pengalamannya, dan didukung oleh koneksi internet yang lancar jaya. Tumben, tidak seperti biasanya.

Ada cerita dari Kapten Salmar, seorang DanRamil yang berhasil menggerakkan potensi warganya untuk mendirikan keluarga tangguh bencana (KATANA) secara mandiri dan membentuk Gugus Tugas Covid-19 tingkat Desa, melawan corona.

Begitu juga Pak Papang, panglimanya relawan Indonesia, bercerita tentang bagaimana menginisiasi warga di lingkungan RT nya untuk bergotong royong melawan corona dengan memanfaatkan sarana prasarana dan sumber daya manusia yang ada.

Apa yang diceritakan ke dua tokoh di atas, kiranya sejalan dengan mBah Dharmo, tokoh muda dari Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang berhasil memobilisasi warganya dan meyakinkan perangkat Desa untuk membentuk DESTANA dan Forum PRB tingkat Desa, serta mendirikan Posko Covid-19. Sehingga dana Desa bisa dimanfaatkan dengan baik.

Sayangnya, cerita indah di atas sulit di replikasi di tempat lain. Belum semua pemda mendorong dan memfasilitasi kemandirian masyarakat dalam melawan covid-19. Tidak sedikit pihak kelurahan masih menunggu petunjuk. Belum berani melakukan aksi secara mandiri.

Dalam Surat Edaran nomor 440/2622/SJ, tertanggal 29 Maret 2020, Poin 4, mengatakan bahwa dalam hal perumusan kebijakan penanganan dampak penularan COVID-19, Pemerintah Daerah dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Daerah harus melakukan: (f) Melibatkan asosiasi profesi, tenaga professional yang bekerja di lapangan, pelaku usaha dan masyarakat sipil untuk memastikan upaya penanganan sampai di level terbawah.

Akan tetapi, sampai sekarang, kata Rurid Rudianto, pemerintah belum cukup memberikan ruang partisipasi. Sehingga masyarakat berjalan sendiri berbuat sesuatu untuk menolong sesama, serta menginisiasi penyusunan SOP penanganan Covid-19 ala masyarakat sendiri.

Ya, mereka dibiarkan berjalan sendiri dengan dana sendiri dan gayanya sendiri. Cuma, kadang kala tenaganya dimanfaatkan tanpa imbalan (konon relawan itu bekerja dengan hati dan tidak digaji, berhasil tidak dipuji, gagal dimaki, sakit salah sendiri, mati tak ada yang peduli).

Ya begitulah, keterlibatan masyarakat (relawan) masih sebatas bagian angkat-angkat sembako, Packing paket sembako, distribusi sembako dan jaga posko. Belum dilibatkan dalam rapat penyusunan kebijakan. Sementara media massa masih memberitakan tentang acara seremonial terkait dengan peninjauan lapangan maupun rapat dan pembagian bantuan.

Apa yang disampaikan Rurid sipenjual kopi, sejalan dengan istilahnya Platform PRB, bahwa masyarakat, secara mandiri telah berinisitif untuk mengorganisir dirinya dengan melakukan perbagai upaya pencegahan dan penanganan Covid-19 di lingkungannya dengan membentuk Gugus Tugas (Gugas) Covid19 Tingkat Desa/Kelurahan.

Mungkin tinggal bagaimana menyelaraskan dengan kebijakan yang ada. Namun tampaknya belum banyak dilakukan pemerintah. Entah kenapa, padahal sering dikatakan bahwa kemampuan pemerintah itu terbatas. Sehingga perlu peran serta masyarakat, seperti yang termaktub dalam Surat edaran di atas.

Sesungguhnyalah jika masyarakat sebagai orang terdepan dan paham akan lingkungannya itu dilibatkan dalam pendataan, pasti  penanganannya akan tepat sasaran. Apa kerena kurang melibatkan masyarakat, sehingga data penerima BLT, Bansos, dan bantuan lain terkait covid-19 sering amboradul ya?.

Sebenarnya, masalah ini sudah banyak dibahas di berbagai webinar. Seperti yang diselenggarakan oleh Pujiono Centre, Planas PRB, Ombudsman, Kampus dan berbagai profesi yang peduli covid-19.

Jawaban yang sering muncul dari pejabat yang menjadi nara sumber adalah, “maaf itu bukan bidang kami, itu ranahnya OPD lain. Nanti deh akan dipelajari untuk perbaikan kedepannya,”. Entahlah yang dimaksud “nanti” itu kapan, tidak ada kejelasan. Sangat normatif sekali.

Beberapa waktu yang lalu, saat Pujiono Centre menggelar webinar, tercetus rencana untuk berkoordinasi dengan kemensos, kemendes, BNPB dan lainnya dalam  rangka ‘membentuk’ Gugus Tugas OMS yang akan bekerjasama dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Baik di tingkat provinsi, Kabupaten maupun kota.

Diceritakan pula, bahwa di tingkat pusat, masing-masing klaster telah aktif berdiskusi secara berkala. Namun tampaknya belum mengimbas sampai daerah. Mungkin masih berputar di ranah penyusunan kebijakan. Sementara korban covid-19 telah berguguran.

Dalam webinar kali ini, Planas mengatakan bahwa Penanganan krisis pandemi Covid-19 yang secara sistematis selama kurang lebih 3 bulan ini dilakukan oleh pemerintah, baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga tingkat desa masih dirasa kurang efektif

Untuk itulah kegiatan ini diharapkan menjadi ruang diskusi online yang bertujuan untuk (1) membangun bersama tentang bagaimana posisi, peran dan fungsi Platform/Forum PRB penanganan Covid19 dan (2) menjadi ruang berbagi-tukar pengalaman dan pembelajaran praktik pendukungan Platform/Forum PRB dalam penanganan Covid19 di daerah, yakni dalam penguatan sistem dan kebijakan penanganan Covid 19 baik nasional maupun daerah.

Berbagai pengalaman dan informasi yang disampaikan oleh peserta webinar ini bisa dijadikan bahan masukan untuk menyusun program maupun kebijakan terkait dengan upaya memberdayakan Forum PRB serta membangun ketangguhan di tingkat komunitas dalam menangani covid-19.

Alangkah eloknya jika Planas melalui jejaringnya, bisa mengajak duduk bersama para pemegang regulasi untuk berkoordinasi membangun kesepahaman antar aktor, sehingga keberadaan Forum PRB benar-benar memerankan fungsinya. Tanpa itu sulit melakukan komunikasi, apalagi koordinasi dalam rangka membentuk Gugus Tugas Covid-19. [eBas/ndlemingSabtuWage-23052020]






3 komentar:

  1. Pendanaan yang diperlukan urrtuk keperluan Gugus Tugas
    Percepatan Penanganan COVID- 19 Daerah yang dibebankan pada
    APBD.

    dana tersebut diantaranya bisa digunakan untuk membayar honor/uang lelah, sewa/beli/pengadaan barang, dan transportasi

    jadi seharusnya relawan yg membantu (disuruh membantu) itu dapat diberi uang lelah. sementara ada pihak yg menganggap relawan itu tenaganya gratisan (paradigma ini yg kiranya perlu diluruskan)

    BalasHapus
  2. Di Desa Pondokagung Kasembon Malang, respon Covid-19 yg digawangi FPRB Desa sudah menyusun Renkon dan protokol karantina dan isolasi sehingga memudahkan para pihak dalam melakukan upaya pencegahan maupun penanganan covid-19. Kegiatan di danai dari dana desa.

    BalasHapus
  3. Trims Saya Syafri Nasution dari Medan bahwa saya sebenarnya tdk langsung ke Desa tp saya meng amati dari group Destana bahwa yg sangat mendukung melawan Pandemi Covid19 ini di Desa yg sdh terbentuk Destananya adalah para Pengurus Destana secara Ship sesuai ke arifan Lokal Desa masing2 dan hasilnya sangat menggembirakan yg ODP,PDP dan Positif Nol tp klau Desa/Kel tdk menggerakkannya maka disitulah yg Zona Merah yg banyak makanya Destna/Ketana adalah Garda Tedepan menghalau Covid19 diwilayahnya kemudian masalah insentif tidak adalah masalah kaena meteka terdaftar dalam sk dan teman2 relawan yg tdk terdaftar dlm sk pasti tdk dapat krn itu amanah peraturan mknya klau kita tinggal di desa supaya nama kita terdaftar tinggal pendekatan dg kades dan masalah bantuan kpd masyarakat yg bermadalah saya analisa pengurus destana tdk dilibatkan dlm penyaluran kpd masyarakat tp klau dilibatkan destana dlm penykutn bansos tdk ada masalah trims salam tangguh

    BalasHapus