Webinar
yang diselenggarakan platform nasional pengurangan risiko bencana (PLANAS PRB)
hari Jumat (22/5), sangat luar biasa. Pesertanya banyak dari berbagai daerah. Aktif
dan kritis menyampaikan pengalamannya, dan didukung oleh koneksi internet yang
lancar jaya. Tumben, tidak seperti biasanya.
Ada cerita
dari Kapten Salmar, seorang DanRamil yang berhasil menggerakkan potensi
warganya untuk mendirikan keluarga tangguh bencana (KATANA) secara mandiri dan
membentuk Gugus Tugas Covid-19 tingkat Desa, melawan corona.
Begitu juga
Pak Papang, panglimanya relawan Indonesia, bercerita tentang bagaimana
menginisiasi warga di lingkungan RT nya untuk bergotong royong melawan corona
dengan memanfaatkan sarana prasarana dan sumber daya manusia yang ada.
Apa yang
diceritakan ke dua tokoh di atas, kiranya sejalan dengan mBah Dharmo, tokoh
muda dari Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang berhasil
memobilisasi warganya dan meyakinkan perangkat Desa untuk membentuk DESTANA dan
Forum PRB tingkat Desa, serta mendirikan Posko Covid-19. Sehingga dana Desa
bisa dimanfaatkan dengan baik.
Sayangnya,
cerita indah di atas sulit di replikasi di tempat lain. Belum semua pemda
mendorong dan memfasilitasi kemandirian masyarakat dalam melawan covid-19. Tidak
sedikit pihak kelurahan masih menunggu petunjuk. Belum berani melakukan aksi
secara mandiri.
Dalam
Surat Edaran nomor 440/2622/SJ, tertanggal 29 Maret 2020, Poin 4, mengatakan
bahwa dalam hal perumusan kebijakan penanganan dampak penularan COVID-19, Pemerintah
Daerah dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Daerah harus melakukan: (f)
Melibatkan asosiasi profesi, tenaga professional yang bekerja di lapangan, pelaku
usaha dan masyarakat sipil untuk memastikan upaya penanganan sampai di level terbawah.
Akan tetapi,
sampai sekarang, kata Rurid Rudianto, pemerintah belum cukup memberikan ruang
partisipasi. Sehingga masyarakat berjalan sendiri berbuat sesuatu untuk
menolong sesama, serta menginisiasi penyusunan SOP penanganan Covid-19 ala
masyarakat sendiri.
Ya, mereka
dibiarkan berjalan sendiri dengan dana sendiri dan gayanya sendiri. Cuma, kadang
kala tenaganya dimanfaatkan tanpa imbalan (konon relawan itu bekerja dengan hati
dan tidak digaji, berhasil tidak dipuji, gagal dimaki, sakit salah sendiri, mati
tak ada yang peduli).
Ya begitulah,
keterlibatan masyarakat (relawan) masih sebatas bagian angkat-angkat sembako, Packing
paket sembako, distribusi sembako dan jaga posko. Belum dilibatkan dalam rapat
penyusunan kebijakan. Sementara media massa masih memberitakan tentang acara
seremonial terkait dengan peninjauan lapangan maupun rapat dan pembagian
bantuan.
Apa yang
disampaikan Rurid sipenjual kopi, sejalan dengan istilahnya Platform PRB, bahwa
masyarakat, secara mandiri telah berinisitif untuk mengorganisir dirinya dengan
melakukan perbagai upaya pencegahan dan penanganan Covid-19 di lingkungannya
dengan membentuk Gugus Tugas (Gugas) Covid19 Tingkat Desa/Kelurahan.
Mungkin tinggal
bagaimana menyelaraskan dengan kebijakan yang ada. Namun tampaknya belum banyak
dilakukan pemerintah. Entah kenapa, padahal sering dikatakan bahwa kemampuan
pemerintah itu terbatas. Sehingga perlu peran serta masyarakat, seperti yang
termaktub dalam Surat edaran di atas.
Sesungguhnyalah
jika masyarakat sebagai orang terdepan dan paham akan lingkungannya itu dilibatkan
dalam pendataan, pasti penanganannya akan
tepat sasaran. Apa kerena kurang melibatkan masyarakat, sehingga data penerima
BLT, Bansos, dan bantuan lain terkait covid-19 sering amboradul ya?.
Sebenarnya,
masalah ini sudah banyak dibahas di berbagai webinar. Seperti yang
diselenggarakan oleh Pujiono Centre, Planas PRB, Ombudsman, Kampus dan berbagai
profesi yang peduli covid-19.
Jawaban yang
sering muncul dari pejabat yang menjadi nara sumber adalah, “maaf itu bukan
bidang kami, itu ranahnya OPD lain. Nanti deh akan dipelajari untuk perbaikan
kedepannya,”. Entahlah yang dimaksud “nanti” itu kapan, tidak ada kejelasan. Sangat
normatif sekali.
Beberapa waktu
yang lalu, saat Pujiono Centre menggelar webinar, tercetus rencana untuk
berkoordinasi dengan kemensos, kemendes, BNPB dan lainnya dalam rangka ‘membentuk’
Gugus Tugas OMS yang akan bekerjasama dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan
Covid-19. Baik di tingkat provinsi, Kabupaten maupun kota.
Diceritakan
pula, bahwa di tingkat pusat, masing-masing klaster telah aktif berdiskusi
secara berkala. Namun tampaknya belum mengimbas sampai daerah. Mungkin masih
berputar di ranah penyusunan kebijakan. Sementara korban covid-19 telah
berguguran.
Dalam webinar
kali ini, Planas mengatakan bahwa Penanganan krisis pandemi Covid-19 yang
secara sistematis selama kurang lebih 3 bulan ini dilakukan oleh pemerintah,
baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga tingkat desa masih
dirasa kurang efektif
Untuk itulah
kegiatan ini diharapkan menjadi ruang diskusi online yang bertujuan untuk (1)
membangun bersama tentang bagaimana posisi, peran dan fungsi Platform/Forum PRB
penanganan Covid19 dan (2) menjadi ruang berbagi-tukar pengalaman dan
pembelajaran praktik pendukungan Platform/Forum PRB dalam penanganan Covid19 di
daerah, yakni dalam penguatan sistem dan kebijakan penanganan Covid 19 baik
nasional maupun daerah.
Berbagai pengalaman
dan informasi yang disampaikan oleh peserta webinar ini bisa dijadikan bahan
masukan untuk menyusun program maupun kebijakan terkait dengan upaya memberdayakan
Forum PRB serta membangun ketangguhan di tingkat komunitas dalam menangani
covid-19.
Alangkah eloknya
jika Planas melalui jejaringnya, bisa mengajak duduk bersama para pemegang
regulasi untuk berkoordinasi membangun kesepahaman antar aktor, sehingga
keberadaan Forum PRB benar-benar memerankan fungsinya. Tanpa itu sulit
melakukan komunikasi, apalagi koordinasi dalam rangka membentuk Gugus Tugas
Covid-19. [eBas/ndlemingSabtuWage-23052020]
Pendanaan yang diperlukan urrtuk keperluan Gugus Tugas
BalasHapusPercepatan Penanganan COVID- 19 Daerah yang dibebankan pada
APBD.
dana tersebut diantaranya bisa digunakan untuk membayar honor/uang lelah, sewa/beli/pengadaan barang, dan transportasi
jadi seharusnya relawan yg membantu (disuruh membantu) itu dapat diberi uang lelah. sementara ada pihak yg menganggap relawan itu tenaganya gratisan (paradigma ini yg kiranya perlu diluruskan)
Di Desa Pondokagung Kasembon Malang, respon Covid-19 yg digawangi FPRB Desa sudah menyusun Renkon dan protokol karantina dan isolasi sehingga memudahkan para pihak dalam melakukan upaya pencegahan maupun penanganan covid-19. Kegiatan di danai dari dana desa.
BalasHapusTrims Saya Syafri Nasution dari Medan bahwa saya sebenarnya tdk langsung ke Desa tp saya meng amati dari group Destana bahwa yg sangat mendukung melawan Pandemi Covid19 ini di Desa yg sdh terbentuk Destananya adalah para Pengurus Destana secara Ship sesuai ke arifan Lokal Desa masing2 dan hasilnya sangat menggembirakan yg ODP,PDP dan Positif Nol tp klau Desa/Kel tdk menggerakkannya maka disitulah yg Zona Merah yg banyak makanya Destna/Ketana adalah Garda Tedepan menghalau Covid19 diwilayahnya kemudian masalah insentif tidak adalah masalah kaena meteka terdaftar dalam sk dan teman2 relawan yg tdk terdaftar dlm sk pasti tdk dapat krn itu amanah peraturan mknya klau kita tinggal di desa supaya nama kita terdaftar tinggal pendekatan dg kades dan masalah bantuan kpd masyarakat yg bermadalah saya analisa pengurus destana tdk dilibatkan dlm penyaluran kpd masyarakat tp klau dilibatkan destana dlm penykutn bansos tdk ada masalah trims salam tangguh
BalasHapus