Seiring bertambahnya jumlah penduduk yang mengadu nasib
ke Kota, berebut pekerjaan, maka kebutuhan akan tempat tinggal menjadi problema
tersendiri. Khususnya masyarakat miskin yang nekat mengadu nasib tanpa dibekali
keterampilan yang layak jual.
Sehingga yang terjadi mereka menggelandang di sudut-sudut
Kota, bahkan di kuburan dan di kolong jembatan. Sudah menjadi bagian wajah Kota
jika daerah sempadan sungai kini berubah fungsi menjadi hunian kaum 4T (tempat
tinggal tidak tetap). Ya mereka terpaksa tinggal disitu karena tidak mampu
kontrak rumah (nge kos).
Walhasil bibir sungai dipadati oleh rumah liar. Karena
penghuninya sibuk dengan urusan perut, mereka tidak peduli dengan
lingkungannya. Sungai pun menjadi multi fungsi. Ya untuk mandi, mencuci, kakus
sekaligus tempat buang sampah. Segala macam sampah.
Disamping sampah rumah tangga dan barang bekas, sungai pun diam-diam juga dimanfaatkan oleh oknum sebagai
tempat pembuangan limbah pabrik. Yang terjadi kemudian adalah, sungai semakin
dangkal akibat cepatnya proses sedimentasi oleh aneka sampah, kualitas air
sungai rendah karena dicemari aneka limbah berbahaya, dan tentu saja merusak
keindahan Kota karena kumuh dan bau yang tidak sedap akibat onggokan sampah.
Tentu ekosistem sungai pun menjadi rusak karenanya.
Berbagai komunitas yang peduli terhadap lingkungan alam,
flora dan fauna, telah lama berteriak akan pentingnya menjaga alam, dan
melestarikan lingkungan. Bahkan mereka melakukan demo ke berbagai instansi yang
berwenang. Termasuk ke perusahaan yang diduga membuang limbahnya.
Mereka juga melakukan penelitian tentang lingkungan
sungai dan hasilnya dipublikasikan. Namun nyatanya belum banyak pihak (terutama
pemegang kebijakan) yang memperhatikan.
Gerakan bersih-bersih sampah domestik (plastik, popok dan
pembalut) juga dijadikan agenda bersama. Menyelamatkan sempadan sungai dengan
menanami tanaman pelindung untuk mencegah tumbuhnya pemukiman liar. Ada pula yang
mencoba mengedukasi masyarakat sekitar sungai agar tumbuh kesadarannya untuk turut menjaga
sungai agar bersih, sehat dan
nyaman.
Mengusir mereka ?. Tentu tidak semudah membalik kedua
telapak tangan. Karena banyaknya kepentingan yang bermain disana. Mereka juga manusia
yang punya hak untuk hidup di Kota. Di sini, yang diperlukan
adalah kepemimpinan
yang kuat untuk menegakkan peraturan daerah. Paling tidak, sekarang sudah ada beberapa
daerah yang berusaha menata pemukiman sekitar sungai agar tidak kumuh.
Apa yang dilakukan oleh berbagai komunitas itu merupakan
bentuk kepedulian terhadap upaya mencegah (mengurangi) tingkat pencemaran yang
mengakibatkan kerusahan alam.
Suara kepedulian itulah seharusnya ditangkap oleh
pemerintah untuk menata ulang sempadan sungai agar tidak dimanfaatkan
oleh oknum yang nakal demi kepentingannya. Sehingga konsep pembangunan berwawasan
lingkungan menjadi nyata.
Pertanyaannya kemudian, akan dikemanakan onggokan sampah
plastik, popok, pembalut dan lainnya yang berhasil dikumpulkan dalam acara bersih-bersih
sungai?. Cara praktisnya adalah dibakar sampai benar-benar habis terbakar. Tapi
ini bisa mengakibatkan
polusi udara dan sesak napas dan penyakit lainnya.
Salah satu yang sering dilakukan untuk mengoalh
onggokan sampah adalah menggunakan sistem 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle).
Reuse berarti
menggunakan kembali sampah yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama
ataupun fungsi lainnya. Reduce berarti mengurangi segala sesuatu yang
mengakibatkan sampah.
Sementara Recycle berarti mengolah
kembali (daur ulang) sampah menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat.
Sedangkan Reduce berarti kita
mengurangi penggunaan bahan-bahan yang bisa merusak lingkungan. Reduce juga
berarti mengurangi belanja barang-barang yang anda tidak “terlalu” butuhkan
seperti baju baru, aksesoris tambahan atau apa pun yang intinya adalah
pengurangan kebutuhan.
Mungkin inilah yang perlu dijadikan bahan edukasi kepada
masyarakat, khususnya yang mendiami sempadan sungai untuk memanfaatkan sampah
menjadi berkah. Konsep bank sampah juga perlu di sosialisasikan.
Namun, membangun kesadaran untuk hidup bersih dan tidak
membuang sampah sembarangan, itu bukan perkara mudah. Beberapa komunitas telah
melakukan itu dan berhasil, hanya dampaknya belum signifikan.
Yang jelas gerakan peduli alam dan upaya pelestarian
lingkungan itu akan terus bergaung, termasuk ajakan untuk tidak membuang sampah
di sungai, agar tidak semakin tercemar. Walaupun lirih, akan terus disuarakan oleh para pengabdi lingkungan tanpa kenal lelah dan menyerah.
Wallahu a’lam bisshowab. [eBas/JumatWage-21082020]
untuk para pegiat lingkungan alam
BalasHapusuntuk para pelestari flora fauna
untuk para pekerja kemanusiaan
tetap tabah jangan sampai lelah lalu menyerah
sungguh segala pernuatanmu, walau sepele
itu merupakan ladang pahala yang akan menyertaimu menuju surha-NYA