Jumat, 14 Agustus 2020

CERITA LUCU DIHARI MINGGU

“Sing Penting adoh soko nyowo lan ora mengaruhi rekeningku, wis ora opo-opo, los gak rewel, nglamak sentak, lek perlu keplak,” Begitulah gaya mbak Pus, panggilan akrab Puspita Ningtyas Anggraini, menceritakan sesuatu yang seru.

Di ‘Lorong Café” milik Cak Alfin, minggu (9/8) siang, mbak Pus ditemani Ocha, menyempatkan diri mampir melihat kawan-kawan KTGD (komunitas tanggap gawat darurat) yang sedang berencana rapat menyusun program sekaligus kosolidasi ke dalam.

Siang itu mbak Pus bercerita tentang pengalaman mengikuti kegiatan Pos Gabungan Pencegahan Dukungan Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Jawa Timur. Katanya, semula hanya ingin menjadi peserta biasa, duduk diam mendengarkan dan mencatat apa-apa yang perlu dicatat.

Namun, karena diajak membantu panitia menyiapkan “Ubo Rampe” kegiatan yang berskala nasional, dan dia punya kemampuan untuk itu, maka Ketua RPBI (relawan penanggulangan bencana Indonesia) ini siap membantu sebisanya.

Sementara yang lain, seperti Cak nDaru, Pak Budi, Suneo, dan Alfin hanya senyam senyum menyimak cerita yang seru dan tidak semua orang mampu melakukan. Betapa tidak, dalam ceritanya, mbak Pus mengatakan sering kali menjadi tumpuan pertanyaan yang seharusnya bukan kapasitas dia untuk menjawab. Misalnya pertanyaan tentang berapa jumlah relawan yang hadir, siapa nara sumber yang akan mengisi materi dan bagaimana kesiapan konsumsi dan pertanyaan lain yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan.

“Pertanyaan datang bertubi-tubi dari segala arah. Dari kiri belum dijawab, sebelah kanan sudah bertanya. Semua saya layani secara proporsional, semampu saya. Kadang saya dibantu Ocha, begitu juga sebaliknya. Namun kadang Ocha nyebelin juga. Mosok Tanya, mulainya jam berapa mbak, tempatnya dimana mbak. Duh, kudu tak kruwes ae arek iki,” Katanya bersemangat, sambil sesekali ngremus es batu yang disuguhkan Cak Alfin. Sementara yang lain tertawa melihat gesture mbak Pus yang lucu.

Ocha pun tak ketinggalan berbagi cerita tentang seseorang yang minta jatah nasi kotak, padahal dia bukan peserta. Termasuk ada seorang Ibu cerewet minta dilayani. Sebagai relawan yang diperbantukan di kepanitiaan, maka Ocha pun menolak semua permintaan di luar prosedur.

“Saya dengan sabar dan sopan memberikan penjelasan terkait dengan permintaan itu. Tapi mereka masih menganggap saya tidak sopanlah, tidak bijak sanalah dan sebagainya. Nah, kalau sudah begitu maka langkah aman yang saya ambil adalah mempersilahkan menghubungi mbak Pus. Semuanya pasti klir,” Kata Ocha, yang disambut tawa peserta jagongan.

Masih kata Ocha, orang kalau ke saya masih nego-nego, tapi kalau sudah ke mbak Pus, langsung net. Jadi gak bisa ditawar lagi. Sementara si orang itu pasti mati kutu, kemudian berlalu meninggalkan tempat (mungkin sambil mengumpat gaya Suroboyoan, jancuk’an arek iki).

Terkait dengan masalahnya Ocha, mbak Pus mencontohkan, suatu saat ada orang yang mengatakan disuruh panitia untuk minta ‘souvenir’ dalam jumlah banyak. Puspita tidak banyak cingcong langsung telpun atasannya panitia dan berkata, jika praktek main belakang diperbolehkan maka semua akan rusak.

Setelah itu orang yang tadi belagu, berlalu begitu saja tanpa babibu (mungkin sambil mbatin kok tegas banget ya, dia itu orang BPBD apa BNPB ya). Namun, sebagai wanita, dia juga sambat bebannya begitu berat, namun ada Pak Budi yang setia memberi nasehat sehingga mbak Pus selalu semangat.

Yang jelas, dari cerita ngalor ngidul sambil ketawa ketiwi tadi,  banyak hikmah yang bisa dijadikan pembelajaran. Seperti, perlunya paham tentang pengelolaan sebuah acara atau kegiatan agar tidak kepothok’an dan keponthal-ponthal mencari personil yang siap. Jejaring kemitraan pun kiranya perlu diperluas agar semakin banyak relawan yang terlibat dalam sebuah acara.

Masalah komunikasi dan koordinasi juga perlu dipahami dan dilakukan sesering mungkin agar tidak terjadi miskomunikasi yang bisa membuat babak belur sendiri. Termasuk menyiapkan diri untuk menjadi nara sumber dadakan, jika diperlukan. Karena relawan itu harus bisa menjadi nara sumber dalam diklat kebencanaan. makanya harus mau belajar.

Sepertinya, semua personil yang mengikuti kegiatan ini pasti punya pengalaman tersendiri. Seandainya ragam pengalaman itu di tulis untuk kemudian di dokumentasikan ke dalam sebuah buku, agar kenangan indah itu tidak begitu saja berlalu, pastilah akan menjadi materi tersendiri yang bisa dibedah dalam acara arisan ilmu khas SRPB Jawa timur.  Salam Sehat, Salam Tangguh Bersatu Bersinergi Untuk Peduli. [eB]

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar