“Sing Penting adoh soko nyowo lan ora
mengaruhi rekeningku, wis ora opo-opo, los gak rewel, nglamak sentak, lek perlu
keplak,” Begitulah gaya mbak Pus, panggilan akrab Puspita Ningtyas Anggraini,
menceritakan sesuatu yang seru.
Di ‘Lorong Café” milik Cak Alfin,
minggu (9/8) siang, mbak Pus ditemani Ocha, menyempatkan diri mampir melihat
kawan-kawan KTGD (komunitas tanggap gawat darurat) yang sedang berencana rapat
menyusun program sekaligus kosolidasi ke dalam.
Siang itu mbak Pus bercerita tentang
pengalaman mengikuti kegiatan Pos Gabungan Pencegahan Dukungan Percepatan
Penanganan Covid-19 Provinsi Jawa Timur. Katanya, semula hanya ingin menjadi
peserta biasa, duduk diam mendengarkan dan mencatat apa-apa yang perlu dicatat.
Namun, karena diajak membantu panitia
menyiapkan “Ubo Rampe” kegiatan yang
berskala nasional, dan dia punya kemampuan untuk itu, maka Ketua RPBI (relawan
penanggulangan bencana Indonesia) ini siap membantu sebisanya.
Sementara yang lain, seperti Cak
nDaru, Pak Budi, Suneo, dan Alfin hanya senyam senyum menyimak cerita yang seru
dan tidak semua orang mampu melakukan. Betapa tidak, dalam ceritanya, mbak Pus
mengatakan sering kali menjadi tumpuan pertanyaan yang seharusnya bukan
kapasitas dia untuk menjawab. Misalnya pertanyaan tentang berapa jumlah relawan
yang hadir, siapa nara sumber yang akan mengisi materi dan bagaimana kesiapan
konsumsi dan pertanyaan lain yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan.
“Pertanyaan datang bertubi-tubi dari
segala arah. Dari kiri belum dijawab, sebelah kanan sudah bertanya. Semua saya
layani secara proporsional, semampu saya. Kadang saya dibantu Ocha, begitu juga
sebaliknya. Namun kadang Ocha nyebelin juga. Mosok Tanya, mulainya jam berapa
mbak, tempatnya dimana mbak. Duh, kudu tak kruwes ae arek iki,” Katanya
bersemangat, sambil sesekali ngremus es batu yang disuguhkan Cak Alfin.
Sementara yang lain tertawa melihat gesture mbak Pus yang lucu.
Ocha pun tak ketinggalan berbagi
cerita tentang seseorang yang minta jatah nasi kotak, padahal dia bukan
peserta. Termasuk ada seorang Ibu cerewet minta dilayani. Sebagai relawan yang
diperbantukan di kepanitiaan, maka Ocha pun menolak semua permintaan di luar
prosedur.
“Saya dengan sabar dan sopan
memberikan penjelasan terkait dengan permintaan itu. Tapi mereka masih
menganggap saya tidak sopanlah, tidak bijak sanalah dan sebagainya. Nah, kalau
sudah begitu maka langkah aman yang saya ambil adalah mempersilahkan
menghubungi mbak Pus. Semuanya pasti klir,” Kata Ocha, yang disambut tawa
peserta jagongan.
Masih kata Ocha, orang kalau ke saya
masih nego-nego, tapi kalau sudah ke mbak Pus, langsung net. Jadi gak bisa
ditawar lagi. Sementara si orang itu pasti mati kutu, kemudian berlalu
meninggalkan tempat (mungkin sambil mengumpat gaya Suroboyoan, jancuk’an arek
iki).
Terkait dengan masalahnya Ocha, mbak
Pus mencontohkan, suatu saat ada orang yang mengatakan disuruh panitia untuk
minta ‘souvenir’ dalam jumlah banyak. Puspita tidak banyak cingcong langsung
telpun atasannya panitia dan berkata, jika praktek main belakang diperbolehkan
maka semua akan rusak.
Setelah itu orang yang tadi belagu,
berlalu begitu saja tanpa babibu (mungkin sambil mbatin kok tegas banget ya,
dia itu orang BPBD apa BNPB ya). Namun, sebagai wanita, dia juga sambat
bebannya begitu berat, namun ada Pak Budi yang setia memberi nasehat sehingga
mbak Pus selalu semangat.
Yang jelas, dari cerita ngalor ngidul
sambil ketawa ketiwi tadi, banyak hikmah
yang bisa dijadikan pembelajaran. Seperti, perlunya paham tentang pengelolaan
sebuah acara atau kegiatan agar tidak kepothok’an dan keponthal-ponthal mencari
personil yang siap. Jejaring kemitraan pun kiranya perlu diperluas agar semakin
banyak relawan yang terlibat dalam sebuah acara.
Masalah komunikasi dan koordinasi
juga perlu dipahami dan dilakukan sesering mungkin agar tidak terjadi
miskomunikasi yang bisa membuat babak belur sendiri. Termasuk menyiapkan diri
untuk menjadi nara sumber dadakan, jika diperlukan. Karena relawan itu harus
bisa menjadi nara sumber dalam diklat kebencanaan. makanya harus mau belajar.
Sepertinya, semua personil yang
mengikuti kegiatan ini pasti punya pengalaman tersendiri. Seandainya ragam
pengalaman itu di tulis untuk kemudian di dokumentasikan ke dalam sebuah buku,
agar kenangan indah itu tidak begitu saja berlalu, pastilah akan menjadi materi
tersendiri yang bisa dibedah dalam acara arisan ilmu khas SRPB Jawa timur. Salam Sehat, Salam Tangguh Bersatu Bersinergi
Untuk Peduli. [eB]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar