“Ingat
lho ya bahwa relawan itu bukan pemain utama di dalam penanggulangan bencana.
keberadaannya hanyalah pemain pembantu. Sedang pemain utamanya adalah
pemerintah daerah setempat,” Kata Pak dhe, mengingatkan teman-temannya yang
baru pulang dari lokasi bencana banjir di Kabupaten jombang. Mereka adalah
relawan yang menyumbangkan tenaganya untuk membantu warga setempat yang menjadi
korban banjir, dengan tetap mentaati protokol kesehatan.
Apa yang
dikatakan Pak dhe itu sesuai dengan Undang-undang nomor 24 tahun 2007, tentang
penanggulangan bencana. Pada pasal 5 jelas disebutkan bahwa pemerintah dan
pemerintah daerah menjadi penanggungjawab dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana.
Dengan
demikian keberadaan relawan hanyalah membantu atas nama kemanusiaan, serta
melaksanakan aturan main yang ditetapkan oleh Posko Induk sebagai pemegang
komando dalam penanggulangan bencana. begitulah amanat Undang-undang.
Malam itu
Jamaah LC jagongan di warung kopinya Cak Kin. Sambil ngopi, mereka bergantian berbagi
cerita tentang suka duka selama beraktiitas di lokasi banjir.
Agar tidak
salah paham, Jamaah LC itu adalah kumpulan relawan dari berbagai organisasi
yang sering ngopi bareng sambil ngobrol apa saja tanpa tema tertentu semua
berjalan alami, yang penting menambah wawasan dan informasi. Sepulang ngopi
bikin hati hepi, jauh dari iri dan dengki. Begitulah keberadaan jamaah LC yang
jarang bisa hadir semua karena kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan.
Konon, menurut
warga setempat, banjir tahun ini sangat besar, yang memaksa semua mengungsi
beberapa hari. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Hal ini terjadi, disamping
intensitas hujan yang tinggi, juga adanya tanggul jebol yang memperparah
keadaan.
“Saya di
dapur umum, membantu mengupas bawang dan brambang, juga kacang panjang. Sementara
yang lain menanak nasi dan menyiapkan lauk pauknya. Konsumsi itu akan dibagikan
ke penyintas, maupun kepada relawan,” Kata Cak Alfin.
Menurut
Ketua Jamaah LC ini, ternyata membungkus nasi itu perlu keterampilan. Jika cara
membungkusnya tidak rapi biasanya akan mengurangi selera makan para penyintas. Bahkan
jika lagi apes akan di paido banyak orang.
Makanya di
dapur umum itu diperlukan tenaga yang cukup banyak untuk membantu pengemasan konsumsi
sehingga cepet terdistribusikan. Ini penting agar warga yang sedang kena
musibah tidak resah. Jika dibiarkan berlama-lama akan mendatangkan marah.
Begitu juga
Cak nDaru, Ning Dinda, dan Pak Budi sibuk melayani keperluan penyintas
semampunya. Sementara Cak Probo bercerita tentang adanya oknum warga yang melakukan
pencegatan mobil yang membawa bantuan. Hal ini menyebabkan pos pengungsian yang
terpencil jarang mendapat bantuan. Sehingga diperlukan kemampuan berkomunikasi
agar bebas dari gangguan oknum.
“Banyak
baju layak pakai sumbangan dari berbagai pihak yang tidak terbagikan sehingga
menumpuk di pos yang didirikan relawan. Sukurlah ada relawan yang mau mengambil
semuanya untuk dimanfaatkan,” Kata Cak nDaru, sambil menikmati pisang goreng.
Ya,
banjir di Kabupaten Jombang telah mengundang berbagai komunitas relawan dari
berbagai daerah. Mereka mendirikan pos peduli sendiri, atau bergabung dengan
yang sudah ada.
Mereka juga
membawa bantuan untuk dibagikan ke warga yang terkena musibah. Diantaranya berupa
terpal, tikar, selimut, sarung, makanan bayi, pembalut, pempers, dan aneka
makanan cepat saji.
Di sisi
lain, banyak juga relawan yang langsung membawa bantuan ke pos pengungsian
tanpa laporan dulu ke staf BPBD yang ada di Posko Induk. Hal ini mejadikan
proses distribusi logistik dan bantuan lain ke warga tumpang tindih (agak semrawut).
Akibatnya ada yang mendapat banyak, ada pula yang terlambat mendapat.
Ada pula
rombongan dari kantor atau perusahaan tertentu yang datang hanya menyerahkan
bantuan sambil foto-foto kemudian pergi entah kemana. Begitu juga beberapa
pejabat datang, bicara dengan relawan dan warga di tenda pengungsian diserta
selfi sana sini untuk kemudian pamitan. Apakah yang dibicarakan itu akan
direalisasi atau hanya basa basi, kiranya sulit dipahami.
Semakin malam,
jagongannya semakin gayeng. Ceritanya pun beragam sesuai pengalaman
masing-masing aktor. Tak terasa mBak Pus sudah habis dua gelas es batu dan
segelas es the manis. Sementara Pak Heru baru pesan secangkir kopi untuk yang
ke dua. Begitu juga dengan gorengan dan kerupuk turut meramaikan suasana
jagongan.
Ketika disinggung
peran BPBD setempat dalam mengkoordinir relawan
di lapangan. Tidak ada jawaban pasti. Semua hanya saling pandang. Hal ini
dimungkinkan karena SKPDB kurang berjalan, Begitu juga rapat koordinasi yang
seharusnya digelar setiap malam di Posko Induk yang diikuti oleh berbagai pihak
(perwakilan pentahelix), tampaknya belum berjalan.
Sehingga yang
terjadi, semua komunitas mengambil inisiatif sendiri melayani dan membantu
masyaratkat di masing-masing pos pengungsian yang didirikan secara swadaya. Bahkan
ada yang bilang bahwa masyarakat lebih senang minta bantuan ke relawan dari
pada ke Posko Induk yang tempatnya agak jauh dengan penerapan prosedur yang
dinilai ribet. Sementara relawan “nyah
nyoh” ketika dimintai bantuan.
Malam pun
kian larut, mendung juga menggelayut. Sesuai aturan PPKM, warung harus segera
tutup. Peserta jagongan pun satu satu undur diri sambil berharap semoga BPBD
setempat tidak mengalami nasib seperti BPBD Sulawesi barat yang diduga
menggelapkan dana untuk korban bencana.
Sementara
itu ada pinta dari Pak dhe yang menggelayut di pundak Cak Alfin, agar obrolan yang
bermakna ini dijadikan bahan diskusi webinar. Dengan aplikasi zoom meeting,
bisa diikuti oleh seratus relawan ini temanya “mengkaji ulang praktek SKPDB”. Ini penting agar pelayanan satu
pintu dalam penanggulangan bencana itu nyata adanya. Salam Tangguh, Salam Sehat.
[eBas/SabtuPahing-20022021]
ada baiknya jika pengalaman relawan saat tanggap darurat "melayani" para penyintas dan berbagai kendala yang terjadi selama di lapangan itu dijadikan bahan masukan kepada pemangku kepentingan untuk bahan evaluasi dan menyusun kebijakan kebencanaan di masa yg akan datang. termasuk perlunya BPBD melakukan sosialisasi SKPDB agar komunitas relawan yang akan ikut berpartisipasi di lokasi bencana memahami pentingnya laporan ke posko induk, berkoordinasi dengan posko induk dan lainnya. begitu juga sebaliknya pposko induk benar2 bisa berfungsi setiap hari dengan keterlibatan SKPD seperti yang tercantum dalam dokumen renkon
BalasHapusPerlu adanya pengkajian dan pemahaman yang lebih tentang SKPDB, baik bagi pemerintah maupun relawan..
BalasHapusmungkin pengurus SRPB dan Forum prb bisa duduk bareng dengan bpbd merancang sebuah sarasehan yg membahas ttg materi SKPDB. sehingga semua paham. untuk kemudian saat ada bencana bpbd bersama instansi terkait dan relawan setempat langsung menerapkan SKPDB ... pasti nanti akan menjadi pembelajaran yang menarik untuk di duplikasi ke daerah lain saat terjadi bencana.
BalasHapusmemang tidak mudah tapi harus segera dilakukan agar tidak ruwet dan ruwet.
mungkin yg paling sulit menertibkan adalah para wisatawan bencana yg datang secara tiba-tiba tak terduga