Selasa, 09 Februari 2021

RELAWAN ITU BERNAMA ALFIN

Memasuki  tahun 2021, bencana hidrometeorologi benar-benar menyapa beberapa daerah dengan meninggalkan duka. Tak lupa, kini banjir pun mendatangi beberapa daerah yang biasanya tidak pernah banjir. Sehingga menimbulkan kekagetan dimana-mana.

Konon penyebabnya adalah sampah yang menyumbat aliran sungai (juga got), cepatnya proses sedimentasi, penyempitan luasan sungai karna digunakan untuk pemukiman dan intensitas hujan yang tinggi sehingga sungai tidak menampung dan airnya melimpah kemana-mana.

Tentu masyarakat yang daerahnya terdampak banjir (dan longsor) sangatlah menderita. Mereka harus mengungsi karena rumahnya kebanjiran (rusak kelongsoran). Kondisi yang serba darurat ini sangat membutuhkan bantuan dari berbagai pihak. Misalnya, terpal. tenda, tikar, logistik, sarung, pempers, dan makanan bayi.

Beberapa komunitas relawan pun dengan cepat merapat ke lokasi untuk melakukan evakuasi. Mereka bergerak cepat membantu masyarakat, tanpa harus menunggu surat tugas seperti pegawai yang wajib taat aturan. Saking semangatnya, kadang tampak seperti berebut dan bersaing. Dulu-duluan di depan member bartuan.

Alfin, aktivis Forum PRB Jawa Timur bidang pengembangan kapasitas, adalah salah satu relawan yang bersemangat dalam menolong sesama yang tertimpa bencana. Dia tidak hanya pandai sebagai nara sumber Destana dan anggota Tim penilai IKD saja. Namun pria pemilik warkop ini juga cekatan di lapangan.

Hujan tetap diterjang, panas pun tetap trengginas. Terus bergerak membantu sesama dengan gembira. Membantu di dapur umum, pendataan pengungsi, dan distribusi logistik, adalah salah satu kesibukannya di lapangan.

Tidak lupa Alfin juga menghimbau kepada relawan yang datang untuk selalu berkoordinasi dengan BPBD di Posko Induk. Termasuk melaporkan perkembangan situasi secara berkala serta keluar masuknya aneka bantuan dari berbagai pihak.

Ini penting agar semua pergerakan relawan di lapangan membantu pengungsi terdata dan terpantau oleh BPBD. Hal ini diantaranya terkait dengan pemerataan distribusi bantuan agar tidak terjadi penjarahan. Artinya, dalam upaya penanganan bencana, BPBD adalah aktor utamanya yang mengkoordinir semua potensi relawan di lapangan dalam satu komando, bukan yang lain.

Apa yang dikatakan Alfin adalah fakta lapangan yang mengatakan bahwa banyaknya komunitas yang melakukan respon secara langsung ke lapangan (maksudnya langsung ke pengungsi), membuat kondisi di lapangan agak trouble. Termasuk banyaknya “Wisatawan Bencana” yang sulit diatasi.

Tidak kalah pentingnya adalah penanganan pengungsi yang haris diperbaiki agar semua terlayani. Kemudian manajemen logistik dan koordinasi dapur umum perlu dimaksimalkan dan terdata dengan baik untuk menghindari ketidak merataan perlakuan.

Fakta lapangan inilah yang perlu dijadikan bahan pembelajaran melalui seminar, sarasehan, lokakarya, lokalatih dan rapat-rapat yang melibatkan elemen pentahelix dalam arti sebenarnya.

Alfin, pria asli pulau garam ini selalu tampil prima membantu sesama di berbagai daerah bencana. Dia tidak hanya sekedar membantu, namun juga mengedukasi masyarakat terdampak akan pentingnya upaya pengurangan risiko bencana. Dia pun tidak pelit ilmu untuk berbagi dengan sesama relawan saat rehat melepas penat.

Begitulah sosok Alfin yang tidak pernah lelah dalam kegiatan kemanusiaan, menebar kemaslahatan untuk sasama, khususnya mereka yang terdampak bencana. Bersama mBah Dharmo dan Gus Yoyok, Alfin terus melangkah membawa semangat pengurangan risiko bencana yang saling menguatkan. Bukan saling melemahkan. Karena, sesungguhnyalah kerja-kerja kemanusiaan itu bukan sebuah kompetisi. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/RabuPahing-10022021]  

 

  

 

 

    

 

  

2 komentar:

  1. tetap semangat menebar kebaikan, berbagi ilmu dan pengalaman kepada anggota Jamaah LC.
    tetap sehat dan bahagia melangkah menebar virus pengurangan risiko bencana dengan konsep SDSB (sambang dulur sinau bareng), dimana di dalam SDSB ini semuanya berkedudukan sama saling memberi dan menerima saling mengajak merangkul dan menguatkan dalam bingkai kebersamaan. bukan diam-diam saling melemahkan dan meniadakan.
    ingat protokol kesehatan
    utamakan kesehatan dan keselamatan
    jaga jarak, cuci tangan dan memakai masker. sebisa mungki hindari kerumunan dan tidak keluar rumah jika tidak terpaksa.
    mari bersama jaga imun iman dan aman

    BalasHapus
  2. dalam kegiatan diskusi webinar yg dilakukan oleh Forum Diskusi Denpasar 12, edisi 44 mengambil tema Mitigasi Bencana di Tengah Pandemi tanggal 10 februari 2021, hari Rabu.
    ada beberapa hal yg menarik yg perlu dicatat. (siapa tahu suatu saat bisa dijadikan bahan diskusi)
    1. Saur Hutabarat (Jurnalis dan dewan redaksi Media grup, mengatakan bahwa Literasi Kebencanaan sangat perlu dilakukan oleh bnpb/bpbd. (termasuk oleh elemen pentahelix lainnya, mengingat bencana itu urusan bersama, red)

    2. Kata Maturudi (Jurnalis SIEJ) mengatakan bahwa seharusnya pejabat bnpb/bpbd adalah orang yg kompeten dalam bidang mitigasi bencana. untuk itu hendaknya bnpb bisa minta gubernur/bupati/walikota untuk mengganti pejabat bpbd yg tidak kompeten. Pertanyaannya, apakah bnpb punya protap ttg standar kompetensi yg harus dimiliki oleh pejabat bpbd ?

    3. Adnan Sembiring berkata, bagaimana bnpb dalam meningkatkan strategi mitigasi, khususnya kesadaran risiko bencana pada masyarakat.
    dimana, biasanya, kalau selesai bencana, lupa lagi atas bencana tsb. artinya rasa peduli bencana hanya jangka pendek/ sesaat saja yaitu ketika ada bencana).

    5. Ratna, bertanya, sejauh mana kesigapan pemerintah (bpbd) dalam menghadapi bencana ?. karena yg kita lihat sampai hari ini, pemerintah (bpbd) selalu kalah langkah lebih dulu dari kesigapan masyarakat, baik inisiatif organisasi maupun kelompok masyarakat peduli sesama.
    apakah pemerintah (bpbd) tidak berinisiatif untuk mengembangkan langkah-langkah kesigapan dalam setiap menghadapi bencana ?

    pertanyaan lumayan sulit untuk diwujudkan tapi mudah dijawab....hehehehe...

    BalasHapus