Rabu, 31 Januari 2024

SERTIFIKASI PROFESI BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA APA DIPERLUKAN ?

    Dari berbagai cerita kawan-kawan relawan yang sering terlibat langsung di lokasi ketika terjadi bencana, belum pernah terdengar ada petugas posko induk (biasanya dari unsur BPBD) meminta relawan untuk mengumpulkan sertifikat kompetensi yang dimiliki sebagai relawan penanggulangan bencana.

    Misalnya sertifikat sebagai petugas shelter, petugas pengumpul data, petugas pertolongan pertama, petugas pencarian dan penyelamatan, petugas pendistribusian barang, dan lainnya.

    Selama ini, relawan datang ke lokasi hanya menyerahkan surat tugas dari organisasinya atau dari lembaga yang menugaskan ke posko induk (itupun kadang tidak diminta, karena ketidak tahuan petugas posko).

    Banyak juga yang langsung ke lokasi, gabung dengan relawan yang sudah dikenalnya dan berkegiatan mengerjakan apa saja yang dapat dikerjakan untuk membantu masyarakat yang terkena musibah. Nyatanya beres. Masayarakat (petugas setempat) merasa terbantu, dan relawan puas ketika harus balik kanan.

    Seandainya di setiap kejadian bencana, relawan yang datang kelokasi diwajibkan membawa dan menunjukkan sertifikat kompetensi, dapat dipastikan banyak relawan yang balik kanan dan penanganan korban bencana akan terhambat karena keterbatasan personil.

    Korban bencana akan semakin lama menikmati penderitaannya. Sementara yang sakit dan terluka pun semakin rentan menuju kematian karena kelaparan dan kesakitan. Semoga persyaratan serifikasi kompetensi tidak diberlakukan untuk situasi darurat.

    Beberapa hari yang lalu, ada sebuat Tempat Uji Kompetensi menginformasikan bahwa lembaganya akan menyelenggarakan sertifikasi profesi bidang penanggulangan bencana.

    Adapun skema kompetensi yang diujikan adalah sebagai petugas hunian, Pengumpul data, Kaji cepat, Pertolongan pertama, Pencarian dan penyelamatan, Pendistribusian bantuan, Operator air bersih, dan Operator pelayanan sanitasi. Biayanya RP. 3.000.000,- (terbacatiga juta rupiah). Cukup terjangkau oleh dompet (milik orang yang kelebihan uang).

    Dikatakan pula bahwa tujuan sertifikasi itu untuk memberikan pengakuan atas kemampuan, dan keahlian yang dimiliki melalui tahapan uji kompetensi. Maka bagi pelaku penanggulangan bencana, lisensi kompetensi ini merupakan pengakuan kompetensi yang dimiliki sesuai tuntutan professional penanggulangan bencana.

    Bagi sahabat tangguh pelaku bencana yang belum memiliki sertifikat segera siapkan diri Anda. Jangan lupa buat portofolionya, sekaligus berkas pendukung lainnya.

    Tanggapanpun beragam. Ada yang bernada ngeledek, sebagai bentuk ketidak berdayaan. Apakah sertifikat dapat digadaikan ?. mungkin si penanya itu juga mengajak berfikir panjang, untuk melihat kebermanfaatannya punya sertifikat profesi tersebut. Apakah bermanfaat dari segi ekonomi atau semata untuk pengakuan dan demi gengsi ?.

    Heru, seorang relawan senior, dalam komentarnya mengatakan bahwa, Dia ga sanggup ikut sertifikasi. Uang sebanyak itu mending gawe ngopeni lan nyukupi keluarga. Ga duwe sertifikat ga popo, tapi tetep berkarya dadi relawan

    “Tak dadi relawan di sela sela ngopeni lan nyukupi keluarga. Nek pas kejadian ono wektu iso budhal, yo budhal. Ga iso budhal. yo ndungake wae. Nek ning lokasi bencana di tolak mergo ga duwe sertifikat, yo ga popo. Nglakoni po sing iso dilakoni,” Katanya dalam bahasa jawa.

    Apa yang dikatakan Heru tampaknya mewakili suara dari banyak relawan, khususnya yang tidak tergabung dalam sebuah lembaga kemanusiaan (mereka yang bertugas sebagai pekerja kemanusiaan dan dibayar). Namun percayalah, walaupun tanpa sertifikat, semangat relawan membantu sesamanya, tidak pernah kendor.

    Selamat bagi mereka yang berkesempatan mengikuti sertifikasi profesi bidang penanggulangan bencana, mumpung ada yang “mbayari” dari kas lembaga, atau dicubitkan anggaran daerah.

      Tampaknya jika harus mengeluarkan kocek pribadi untuk sertifikasi, masih banyak yang harus berfikir dua belas kali, terkait dengan kebermanfaatannya sertifikat terhadap sesejahteraan dalam arti luas.

    Apalagi, banyak karyawan BPBD dan BNPB yang  belum ikut sertifikasi profesi karena berbagai alasan. Diantaranya takut di pindah ke lain kantor pasca sertifikasi, sehingga sertifikatnya tidak berguna di kantor barunya. Kalau begini, siapa yang akan bertenggungjawab ?.

    Makanya, cerdaslah menerima tawaran sertifikasi profesi bidang penanggulangan bencana. Kecuali ada kuota, ambil saja. Dulu banyak relawan yang ambil sertifikasi berbasis kuota, namun nyatanya tidak berguna. Entah kenapa. [eBas/KamisPon-01022024]  


 

 

 

 

 

 

 

2 komentar:

  1. kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
    Pengakuan atas kompetensi kerja dilakukan melalui sertifikasi kompetensi kerja, yaitu proses pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui uji kompetensi yang mengacu kepada standar kompetensi nasional dan/atau internasional
    lembaga sertifikasi profesi (LSP) membantu pemerintah memastikan para pelaku dan pelaksana penanggulangan bencana benar-benar berkualitas, berkompeten dan tersertifikasi;

    apakah relawan perlu tersertifikasi/disertifikasi ?.
    mungkin yang wajib itu adalah para pekerja kemanusiaan (relawan kemanusiaan)

    BalasHapus
  2. Sertifikasi profesi bidang PB itu sangat berbeda dgn sertifikasi profesi lainnya. Seperti conto sertifikasi guru yg sangat dinantikan dicari dan diharapkan guru bahkan guru mau bayar mahal karena ada dampaknya terkait dgn tunjangan kerja pangkat dan karier.
    Kalo sertifikasi profesi relawan ? Tdk ada dampaknya

    BalasHapus