Kamis, 04 Januari 2024

JAMAAH LC DAPAT SURAT CINTA DARI KI REBO

    Konon, menurut penanggalan Cina, tahun 2024 ini bershio Naga Kayu, yang dipercaya membawa energi yang kuat dan dinamis. Naga Kayu juga dipercaya kreatif, fleksibel, penuh inovasi, bijaksana, cerdik dan adaptif.

    Semoga kawan-kawan komunitas yang ada di Jawa Timur, khususnya Surabaya, memiliki karakter yang dimiliki oleh Naga Kayu. Sehingga semua program  yang akan dilaksanakan selama tahun 2024 dapat dirasakan oleh banyak pihak.

    Begitu juga dengan Jamaah LC (Lorong eduCation), yang berharap keberadaannya semakin berdampak kepada para penerima manfaat. Paling tidak program-program yang pernah dilaksanakan, dapat menginspirasi program 2024.

    Di penghujung tahun 2023, Jamaah LC mendapat kepercayaan dari Asar Humanity, Jakarta untuk membantu secara suka rela mendistribusikan makanan ala korea. Seperti, Topokki, Pancake, Tepung Roti, Abon, dan bumbu masak. Jumlahnya banyak, dan tidak mungkin dikerjakan sendiri oleh Jamaah LC.

    Untuk itulah Jamaah LC menggandeng beberapa komunitas, diantaranya, LMI, RBES, INAVOR, BTI, dan SER, yang secara sukarela membantu membagikan kepada masyarakat yang layak menerima bantuan.

    Alhamdulillah, hari selasa, tanggal 2 Januari 2024, semua barang sudah terdistribusikan. Tinggal beberapa yang belum diambil karena kendala kendaraan yang belum siap. Sebuah kerja sama non profit yang mencerminkan nilai gotong royong, terjalin apik tanpa ada dusta diantara kita.

    Ki Rebo, petinggi Surabaya Emergency Respon (SER), yang berkunjung ke basecamp LC (Ki Rebo menyebutnya Posko), memberikan sebuah surat cinta untuk Jamaah LC. Dari deretan kata yang teruntai dalam kalimat, jelas tersirat pesan mendalam untuk keberadaan Jamaah LC ke depannya.

    Kurang lebih inilah isi surat cinta dari Ki Rebo;   Kemarin pagi, Selasa 2 Januari 2024. Saya sempat mengunjungi Posko LC untuk nyruput kopi ireng pait panas yang diudek sepenuh hati oleh saudaraku, Alfin.

    Kami berempat sekedar ngobrol dan mengingat-ingat kembali keberadaan posko dengan segala kegiatannya. Posko sebagai tempat berkumpulnya rekan-rekan seperjuangan di kerelawanan dan kemanusiaan. Dari sekedar tempat bertukar informasi, berbagi pengalaman dan mempererat silaturahmi, sampai membuat aksi sosial dan upaya peningkatan kapasitas relawan dalam upaya pengurangan risiko bencana dan penanggulangan bencana.

    “Memang naif aku bercerita ini, tetapi akan menjadi bagian sejarah hidup bahwa ada tempat yang selalu menjadi jujugan relawan untuk ngobrol dan ngopi (nyruput- kataku),” Kata Ki Rebo, yang nama aslinya Prijoko Utomo.

    Sambil menikmati sruputan kopi ireng pait panas, aku masih sempat ngobrol bareng Alfin dan Wahid, walau sesaat kemudian mereka berdua ijin keluar karena ada keperluan penting.

    Kini tinggal berdua dengan sesepuh LC, Pakde Ebas. Kami ngobrol bebas. Cerita demi cerita, meluncur tanpa struktur untuk berbagi pengalaman, dan banyak hal berkaitan dengan aktivitas relawan yang bergerak di bidang kemanusiaan. Termasuk menyinggung kemungkinan membuat kegiatan kolaboratif sepanjang tahun politik yang rawan konflik.

    “Posko LC jadilah saksi dan sejarah bagi teman-teman Relawan. Siapapun dia, untuk menerima ilmu, dan berbagi ilmu, apapun bentuk dan caranya. Terima kasih Mas Ebas dan teman-teman LC. Aku pulang,” Begitulah Ki Rebo memungkasi surat cintanya yang penuh makna. Tentu dalam memaknai surat cinta Ki Rebo akan sangat beragam, tidak mungkin seragam.

    Yang jelas, kita telah memasuki tahun baru. Tentunya masing-masing komunitas  akan menyusun rencana kegiatan yang disepakati bersama secara internal, maupun kegiatan kolaboratif lainnya dengan beberapa pihak.

    Sungguh tidak diduga, di awal tahun politik ini, ditandai dengan gempa Sumedang, serta banjir bandang, dan banjir Rohingnya di beberapa daerah di Sumatra. Tentu yang paling sibuk adalah pemerintah yang membidanginya, dibantu lembaga/yayasan/organisasi kemanusiaan yang punya duit no limit.

    Eh, apakah masalah manusia perahu dari rohingnya yang terdampar di berbagai pesisir Sumatra dan yang telah bertahun-tahun berdiam di rumah penampungan pengungsi  itu juga masuk ke ranah bencana?. Bagaimana penanganannya ?.

    Sementara, beberapa komunitas relawan dari berbagai daerah, baik yang punya anggaran sendiri, maupun yang digerakkan oleh instansi yang mau membiayai, telah beraksi di Sumedang. Bahkan ada yang berinisiatif memunculkan hashtag #SumedangMemanggil.

    Haruskah komunitas relawan dari daerah lain (yang jauh dari Sumedang), berbondong-bondong nyerbu lokasi untuk beraksi ?. Memangnya di Kota Sumedang dan sekitarnya, tidak ada komunitas relawan yang siap turun tangan membantu BPBD setempat ?. Atau, dikarenakan gempa itu sifatnya lokal, sehingga dianggap tidak perlu mendatangkan bala bantuan relawan antar lokal. Tidak tahulah, semua sesuai aturan pemerintah daerah setempat. 

    Disinilah pentingnya membangun koordinasi antara komunitas relawan dengan BPBD terkait dengan mobilisasi relawan untuk nyerbu lokasi bencana. Ingat,  dalam penanggulangan bencana, keberadaan relawan itu hanyalah pemain pembantu. Pemain utamanya ya pemerintah (dalam hal ini BPBD).

Sungguh, atas nama panggilan jiwa, pastilah semua relawan tergoda untuk pergi ke lokasi "mendharma baktikan tenaganya", menolong sesama yang terkena bencana. Namun apa daya jika “dompet” tidak mendukung. Artinya, relawan 'amatir' perlu dana untuk dapat ke lokasi bencana. Tanpa dana yang mencukupi, jelas relawan hanya akan gigit jari. Lain lagi dengan relawan 'profesional' yang tergabung dalam lembaga/yayasan/organisasi yang memiliki anggaran kebencanaan,     

Beberapa waktu yang lalu ada komunitas relawan yang dengan jumawa berteriak 'kami siap digerakkan kemana saja'. Eh ternyata, dibalik kata "digerakkan" itu adalah minta disediakan dukungan fasilitas untuk pergi ke lokasi bencana. Tanpa itu, jelas menolak dengan berbagai alasan. Yen ngunu yo akeh tunggale mas bro.

Mungkinkah surat cinta untuk Jamaah LC dari Ki Rebo ini ada kaitannya dengan kejadian di awal tahun ?. ya monggo saja dimaknai sendiri. Karena Ki Rebo hanya bilang bahwa di Basecamp Jamaah LC merupakan tempat berbagi ilmu. Ya, ilmu apa saja termasuk masalah koordinasi, komunikasi dan informasi.

Terimakasih Ki Rebo atas kiriman surat cintanya. Semoga anggota Jamaah LC dapat menterjemahkan surat Ki Rebo dalam rangkaian kegiatan di tahun yang bershio Naga Kayu. Nyuwun pangestunipun Ki. [eBas/KamisKliwon-04012024]

 

 

  

 

    

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar