Kamis, 01 Agustus 2019

BNPB MENAWARKAN PENTAHELIX UNTUK SOLUSI PRB


Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo, menjelaskan penerapan konsep Pentahelex itu harus melibatkan lima pihak yakni akademisi (academician), pelaku bisnis (business), komunitas (community), pemerintah (government), dan media. Jika kelima unsur tersebut dapat bersinergi maka mitigasi risiko di Indonesia akan berjalan dengan baik.

"Kata kuncinya tetap sama: gotong royong yang merupakan implementasi dari sila Pancasila," katanya di puncak peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) 2019 yang di gelar di Sesko AU, Lembang, Jawa Barat, Jumat (26/4/201).

Letjen Doni Monardo seusai penanaman mangrove di Pantai Laguna Lembupurwo, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dalam rangkaian Ekspedisi Desa Tangguh Bencana (Destana) Tsunami 2019 pada Selasa (30/7/2019) mengungkapkan masyarakat pesisir agar segera mencari tempat yang aman apabila terjadi gempa skala besar.

Terlebih jika gempa terjadi dalam jangka waktu lama dan berpotensi menyebabkan tsunami. Ia juga mengungkapkan semua daerah tak punya alat deteksi dini tsunami.
"Ketika ada gempa tidak semua daerah mempunyai sistem peringatan dini, tidak semua masyarakat pakai Hp. (Maka) masyarakat diajari kalau ada gempa besar dengan waktu relatif lama tidak usah menunggu peringatan dini," kata Doni.

Doni menambahkan jika gempa dalam durasi lama maka secepatnya masyarakat di pesisir meninggalkan lokasi dan pergi menyelamatkan diri sejauh mungkin. Sebab masyarakat hanya diberi tenggat waktu tiga menit saja untuk menyelamatkan diri.

"Karena tidak semua daerah punya peringatan dini, kalau yang punya (sistem) peringatan dini alhamdulillah. Kalau yang tidak punya, otomatis kesadaran segera tinggalkan kurang dari tiga menit," ujar Doni.

Saat gempa dan tsunami di Palu, peringatan dini baru keluar pada menit kelima usai terjadinya gempa.

Dalam kesempatan itu Doni juga meminta para pemilik resort maupun hotel di kawasan pesisir agar membangun sistem keamanan demi keselamatan bersama saat gempa dan tsunami terjadi.

Doni lantas menuturkan agar tiap-tiap insan menyadari jika Indonesia rentan terjadi gempa dan tsunami. "Presiden dua minggu yang lalu mengatakan, sampaikan apa adanya," kata Doni seusai penanaman mangrove di Pantai Laguna Lembupurwo, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, dalam rangkaian Ekspedisi Desa Tangguh Bencana (Destana) Tsunami 2019, Selasa (40/7/2019).

Doni menyebutkan rentetan bencana gempa dan tsunami yang terjadi di masa lalu. Antara lain tsunami yang terjadi 19 Agustus 1977 di Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali dan Jawa Timur.

"1992 tsunami di Flores, korbannya sangat banyak. Kemudian 1994 kejadian di Banyuwangi. Kalau dilihat lagi, mendekati kemarin di Aceh tahun 2004, kemudian Nias, Mentawai, Enggano, Selat Sunda dan terakhir Pelabuhan Ratu," kata Doni.
Ribuan tahun yang lalu, lanjut Doni, juga pernah terjadi tsunami besar seperti di Aceh. Bahkan bencana tersebut tidak hanya terjadi sekali saja.

"Suatu saat akan terulang, karena alam mencari keseimbangan. Terjadilah gesekan, pergerakan lempeng, maka timbul pelepasan energi gempa lebih dari 8 skala richter," jelas Doni.(*sumber; Kompas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar