Indonesia sebagai negara kepulauan perlu untuk beradaptasi
dan mewaspadai gempa yang bahkan bisa diikuti tsunami. Widjo Kongko, pakar
tsunami sekaligus pejabat Balai Teknologi Infrastruktur Pelabuhan dan Dinamika
Pantai, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyatakan adanya
potensi gempa megathrust di pesisir Jawa. Pernyataannya menjadi perbincangan
masyarakat dan banyak pihak.
“Ada segmen-segmen megathrust di sepanjang selatan Jawa
hingga ke Sumba di sisi timur dan di selatan Selat Sunda. Akibatnya, ada
potensi gempa megathrust dengan magnitude 8,5 hingga 8,8,” ujarnya di
Yogyakarta pada Kamis (19/7).
Indonesia memang rentan mengalami gempa bumi. Apalagi letak
negara ini yang berada di lingkaran cincin api (ring of fire). Dalam satu
bulan, terjadi sekitar 400 kali gempa bumi di Indonesia. Sebab secara geologis,
wilayah Indonesia terletak pada pertemuan lempeng Benua Eurasia, lempeng
Samudra Indo-Australia, dan lempeng Samudra Pasifik.
Jika dirunut ke belakang, sebenarnya sejak tahun 1700an, BMKG
mencatat telah terjadi gempa bumi di Indonesia, sehingga ritme ini akan
berulang. Indonesia sebagai negara kepulauan perlu untuk beradaptasi dan
mewaspadai gempa yang bahkan bisa diikuti tsunami kapan pun. Sebab dalam 20
tahun terakhir, Indonesia telah kehilangan ratusan ribu nyawa akibat bencana
ini.
Penulis: Yosepha Pusparisa Editor: Aria W. Yudhistira
Manajemen Risiko
Bencana Berbasis Masyarakat
Salah satu penyebab semakin parahnya dampak bencana adalah
lemahnya strategi penanggulangan bencana, terutama karena prosesnya yang
berjalan dari atas ke bawah (top-down) dan mengabaikan potensi sumberdaya
masyarakat setempat. Pengabaian terhadap kapasitas masyarakat itu kadang juga
meningkatkan kerentanan masyarakat terhadap risiko bencana.
Karena hal tersebut di atas muncul manajemen risiko bencana
berbasis masyarakat (community based disaster risk management) yang pada
dasarnya menegaskan bahwa program manajemen risiko bencana perlu menggunakan
pendekatan berbasis komunitas.
Dalam hal ini masyarakat diberi kesempatan kesempatan lebih
luas dan peran lebih aktif dalam manajemen risiko bencana. Ini berarti
masyarakat dengan tingkat kerentanan yang tinggi akan dilibatkan dalam
perencanaan dan pelaksanaan manajemen resiko bencana.
Pelibatan masyarakat dilaksanakan dari tindakan pencegahan,
langkah-langkah kesiap-siagaan, tindakan tanggap bencana, serta tindakan
pemulihan setelah terjadi bencana. Pendekatan ini percaya bahwa bahwa
masyarakat yang selalu waspada dan siap menghadapi resiko bahaya yang mungkin
terjadi di lingkungan mereka, cenderung lebih tahan banting, serta mampu
meningkatkan ketahanan diri mereka sendiri.
Setiap individu, masyarakat akan terlibat aktif dalam
mengenali berbagai ancaman yang ada di wilayahnya, bagaimana mengurangi ancaman
atau bahaya dan kerentanan yang dimilki, serta meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam menghadapi ancaman.
Bahwa, masyarakat adalah elemen terpenting dalam pelibatan
kewaspadaan akan resiko bencana. Bahwa masyarakat harus di EDUKASI dengan
memperhatikan kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat.
Kondisi yang terjadi di lapangan, tidak semua masyarakat
paham dan mengerti apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana datang. Upaya2
dari stakeholder kebencanaan menjadi hal yang amat vital untuk duduk bersama
memikirkan dan melakukan aksi nyata dalam pengurangan resiko bencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar