Jumat, 16 Agustus 2019

SATUAN PENDIDIKAN AMAN BENCANA MASUK DIKLAT PAUD DIKMAS


Tahun 2019, yang bertepatan dengan shio babi tanah ini, BP-PAUD dan DIKMAS Jawa timur mempunyai terobosan baru dalam menggelar pelatihan untuk lembaga mitra. Kegiatan yang bertema “Peningkatan Kompetensi SDM melalui Bimtek (LKP, PAUD, PKBM), berlangsung di “Kampus Gebang Putih 10” Surabaya.

Terobosan baru itu adalah dimunculkannya materi tentang pengurangan risiko bencana, yang di dalamnya berisi Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB). Sebuah materi baru yang sebelumnya tidak pernah ada. Mengapa baru sekarang diadakan ?.

Seperti diketahui, sejak terjadinya gempa di Pulau Lombok yang meluluh lantakkan Kabupaten Lombok Utara, kemudian disusul gempa Palu (Sulawesi tengah) yang diberengi dengan tsunami dan likuifaksi (jenis bencana baru yang belum dimasukkan ke dalam UU 24 tahun 2007, sebagai salah satu jenis bencana).

Ke dua bencana yang melanda daerah yang berbeda ini belum selesai ditangani, sudah disusul gempa selat sunda yang memunculkan tsunami di pantai pangandaran dan lampung. Di susul dengan berbagai bencana di daerah lain dengan korban harta benda dan nyawa yang tidak sedikit.

Dari situlah kemudian muncul ‘himbauan’ presiden dan mendikbud agar pendidikan mitigasi bencana diajarkan di sekolah. Sayangnya himbauan itu kurang disambut serius dikarenakan ada anggapan materi pelajaran di dalam kurikulum sudah padat.

Bagaimana dengan satuan pendidikan nonformal (SKB, PKBM, PAUD, dan LKP) dalam menyambut himbauan presiden dan mendikbud itu?. Sama saja, setali tiga uang. Bahkan terkesan tidak ada yang peduli melakukan pengkajian untuk dijadikan program aksi sebagaimana yang dihimbaukan oleh presiden.

Padahal, sesungguhnyalah peserta didik dari satuan pendidikan nonformal itu kebanyakan berdomisili di desa yang masuk dalam kawasan rawan bencana. sehingga kalau terjadi bencana mereka akan menjadi korban pertama, sekaligus sebagai orang yang melakukan penyelamatan terhadap korban bencana, sebelum bantuan dari luar datang.

Dari situlah kemudian, sesuai dengan salah satu tugas BP-PAUD dan DIKMAS Jawa Timur, melaksanakan pengembangan mutu pendidikan anak usia dini dan pendidikan masyarakat. Sementara salah satu fungsinya adalah pengembangan program PAUD dan DIKMAS.

Maka pamong belajar BP-PAUD dan DIKMAS JATIM setiap tahun diwajibkan mengembangkan model. diantaranya model pembelajaran mitigasi bencana pada pendidikan multikeaksaraan. Sasaran dari model ini adalah masyarakat penyandang buta aksara yang baru menyelesaikan program keaksaraan fungsional. Tujuannya adalah sebagai upaya menjaga kemampuan keberaksaraannya agar tidak kembali buta aksara, sekaligus paham akan pentingnya melakukan mitigasi mandiri seperti dalam konsepnya pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat.

Kemudian model lain yang masih bersinggungan dengan masalah kebencanaan adalah pengembangan model pembelajaran sadar bencana untuk memperkuat karakter bagi peserta didik LKP. Saat ini model ini masih dalam tahab ujicoba.

Harapannya, setelah mereka menerima materi ini bisa memahami arti penting kesiapsiagaan menghadapi bencana serta mampu melakukan mitigasi untuk mengenali potensi bencana yang ada di daerahnya sebagai upaya mengurangi risiko bencana.

Seperti diketahui, mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Dengan kata laian, mitigasi bencana merupakan suatu aktivitas yang berperan sebagai tindakan pengurangan dampak bencana, atau usaha-usaha yang dilakukan untuk megurangi korban ketika bencana terjadi, baik korban jiwa maupun harta. 

Sedangkan Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU RI No.24 Tahun 2007). Kegiatan yang termasuk kesiapsiagaan itu seperti penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharan dan pelatihan personil. Bisa juga dikatakan bahwa Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda, dan berubahnya tata kehidupan masyarakat.

Sementara, untuk kegiatan bimbingan teknis kali ini, peserta diperkenalkan dengan konsep SPAB, dalam rangka penguatan kapasitas sekolah termasuk kepala sekolah, guru dan siswa tentang kesiapsiagaan agar mereka dapat selamat ketika terjadi bencana.

Dengan kata lain, SPAB sebagai bentuk antisipasi terjadinya bencana di lingkungan sekolah guna mengurangi risiko serta memberi pemahaman kepada pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik, terkait risiko bencana yang mengancam daerahnya dimana sekolah itu berada.   

Disamping itu, melalui SPAB peserta dapat turut membangun budaya siaga, budaya aman dan budaya pengurangan risiko bencana di sekolah, serta membangun ketahanan warga sekolah dalam menghadapi bencana secara terencana, terpadu dan terkoordinasi dengan pemanfaatan sumber daya yang tersedia dalam rangka memberikan perlindungan kepada peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan dan masyarakat di sekitar sekolah dari ancaman dan dampak bencana.

Dengan memahami SPAB itulah, diharapkan para pengelola satuan pendidikan nonformal bisa menerapkan konsep SPAB di daerahnya, tentunya dengan beberapa modifikasi sesuai dengan karakteristik budaya setempat. Paling tidak pengelolanya membangun kerjasama dengan relawan setempat untuk mensosialisasikan masalah kebencanaan kepada peserta didiknya.

Hal ini mengingat bahwa upaya penanggulangan bencana itu bukan hanya urusan pemerintah, namun urusan semua sesuai konsep pentahelix (pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia usaha, dan media), yang dikenalkan oleh Kepala BNPB beberapa waktu yang lalu. Dalam UU 24 tahun 2007, ada pasal yang mengatur tentang hak masyarakat untuk mendapat pelatihan tentang kebencanaan dan kewajiban untuk melakukan upaya penanggulangan bencana.

Semoga apa yang dilakukan oleh BP-PAUD dan DIKMAS Jawa timur bisa menginspirasi Balai lainnya untuk turut serta menyisipkan materi kebencanaan dalam kegiatan diklat maupun bimtek yang rutin dilaakukan dalam rangka upaya meningkatkan kompetensi sumber daya manusia pengelola satuan pendidikan nonformal, dalam rangka peningkatan dan penjaminan mutu program PAUD dan DIKMAS untuk mendukung jargon "menuju SDM unggul Indonesia maju" . Salam Literasi, terus menginspirasi, [eBas/Sabtu wage-17/8]









2 komentar:

  1. lembaga satuan pendidikan nonformal hendaknya juga memahami masalah potensi bencana yang ada di daerahnya. sehingga, saat pasca bencana lembaga satuan pendidikan nonformal bisa berkontribusi menggerakkan ekonomi masyarakat yang terdampak dengan memanfaatkan keterampilan yang telah dipelajari lewat lembaga satdik pnf.

    BalasHapus
  2. jika ada bencana di daerahnya maka hendaknya satuan pendidikan nonformal bisa ambil peran menolong para pengungsi dgn membuka layanan pendidikan vokasi yg bisa dijadikan alternatif matapencaharian para pengungsi yg kehilangan pekerjaan serta membuka layanan pendidikan darurat. baik dgn materi keterampilan, agama, motivasi dan pengetahuan umum lainnya. termasuk melayani anak didik sekolah formal

    BalasHapus