Rabu, 07 Agustus 2019

CERITA PAGI TENTANG KONSUMSI


Setiap ada  pagelaran yang mendatangkan khalayak dari berbagai komunitas, masalah konsumsi haruslah menjadi perhatian utama. Ini penting agar tidak mengecewakan semua yang terlibat, agar tidak memalukan penyelenggara.

Masalah makan minum itu sangat lekat dengan kebiasaan para peserta pagelaran. Ada yang selalu mengedepankan mumpungisme, mumpung gratisan sehingga perlu mengajak kroninya. Juga ada yang jaim, menikmati hidangan ala kadarnya sesuai porsi yang wajar sebagai manusia beretika. Ya begitulah masalah konsumsi memang rawan, dan itu tampaknya sudah menjadi tradisi dimana-mana, dalam acara apa saja.

Memang, konon pengelolaan konsumsi itu oleh sebagian orang sangat menggiurkan karena dananya bisa disiasati agar bisa untung besar namun konsumsinya cukup untuk memenuhi rasa lapar dan haus para yang terlibat dalam paagelaran ini. (bahkan berlebih dengan mengakali mutu menu). Biasanya konsumsi itu yang penting banyak, enak, dan mengenyangkan. Masalah kualitas variasi dan standar gizi sering diabaikan.

Kadang juga, mereka yang mengurusi konsumsi itu juga harus mengenal karakter mereka yang terlibat dalam pagelaran. Jika mayoritas pesertanya berkarakter Kerbau. Maka yang sering terjadi adalah, bila saatnya makan tiba, yang terjadi bukan sekedar antri tapi cenderung rebutan takut tidak kebagian. Crongohan koyo wong jarang mangan. Cirinya porsi makannya banyak, apa saja dimakan tanpa peduli kesantunan, tanpa menghormati hak teman.

Yang berlaku pada karakter kerbau adalah, Bal gedibal bal dudu suwal dudu bantal dudu terpal yo dudu aspal, kabeh diuntal. (siapa cepat dia dapat). Golongan karakter kerbau keparat inilah yang biasanya bikin pusing bagian konsumsi. Juga menimbulkan rasan-rasan diantara teman. Sungguh memprihatinkan.

Mereka akan kuwalahan menyiapkan konsumsi. Apa yang dihidangkan pasti habis tandas, bahkan ada yang tidak kebagian, atau harus mau koret-koret dapat kuah sayur dan secuil tempe daripada lapar. Disinilah perlunya ada manejemen konsumsi. Dimana pengelolanya harus pandai membagi konsumsi agar semua kebagian secara merata dan tidak terjadi rebutan yang mencerminkan kerakusan.

Pasti kita semua pernah mengalami bahkan tidak tertutup kemungkinan sebagai pelaku yang berkarakter kerbau. Itu wajar sebagai manusia yang punya rasa, punya nafsu. Namun hendaknya tetap harus belajar beretika agar ada perubahan dalam hidup yang lebih baik. Janganlah selalu jadi kerbau. Sungguh itu perilaku yang memalukan, tidak sesuai dengan ajaran moral dan agama. Tidak tahu lagi jika perilaku kerbau itu memang sudah watak yang harus disandangnya sesuai takdir, ya gak tahu lagi Wassalam, jangan lupa ngopi biar tidak salah jalan. [uztat koplak ora tepak njaluk di keplak]

   




Tidak ada komentar:

Posting Komentar