Saya berdua Dariyanto, mendapat tugas menyapa Destana di
wilayah Kabupaten Blitar, bertempat di Balai Desa Tambakrejo, Kecamatan
Wonotirto. Dekat dengan Guest House Mitra Bahari, yang berada di komplek Pelabuhan
Perikanan Pantai Tambakrejo, milik Dinas Kelautan dan Perikanan, Provinsi Jawa Timur.
Selasa (01/11/2022).
Kegiatannya meriah. Dihadiri oleh Kalaksa BPBD Provinsi
Jawa Timur, yang didampingi oleh Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Kalaksa
BPBD Kabupaten Blitar, Kepala Desa Tambakrejo, babinsa dan babinkamtibmas serta
perwakilan dari beberapa F-PRB tingkat Desa dan organisasi masyarakat setempat. dalam kesempatan itu, diserahkan pula bantuan 3000 bibit mangrove siap tanam dari Kalaksa BPBD Provinsi Jawa Timur.
Peserta Sapa Destana antusias mendengarkan pemaparan dari
para pejabat yang datang. Mulai dari pentingnya menjaga lingkungan sekitar agar
bersih dari sampah, menanam pohon mangrove, cemara udang dan beberapa jenis pohon
pantai untuk mengurangi hempasan gelombang laut selatan. Serta upaya
mengembangkan destinasi wisata pantai Tambakrejo.
Terkait dengan upaya pengurangan risiko bencana,
diharapkan agar F-PRB Desa sebagai bentuk partisipasi masyarakat, hendaknya
aktif mengedukasi masyarakat akan adanya potensi banjir, longsor, gempa,
gelombang ekstrim, tsunami, dan antisipasi dampak pembangunan jalur lintas selatan. Serta pemasangan rambu-rambu evakuasi dan
menentukan titik kumpul yang bisa dijangkau dari berbagai arah.
Sambil menikmati snack yang disediakan, petugas Sapa
Destana mencoba membuka dialog untuk saling tukar pengalaman dalam “menghidupkan”
keberadaan forum, pasca program Destana, yang didampingi oleh Fasilitator Destana.
Dengan Sapa Destana, akan diketahui apakah materi yang pernah disampaikan oleh
Fasilitator itu, masih berjalan, atau sudah “mati suri” karena kehabisan
“amunisi”.
Jika aktivitas forum sudah berhenti, kira-kira ada
masalah apa dan bagaimana solusinya, termasuk bagaimana mendorong penggunaan
dana Desa untuk mendukung kegiatan forum dalam upaya pengurangan risiko bencana.
Dalam kesempatan yang terbatas itu juga diberikan informasi tentang Penilaian Ketangguhan
Desa.
Sukimin, salah satu pengurus F-PRB Desa Tambakrejo
menjelaskan program yang menjadi agenda forum adalah sosialisasi pengurangan
risiko bencana lewat kegiatan yang ada di masyarakat. Diantaranya, lewat tahlilan,
yasinan, dan arisan PKK, dan secara berkala melakukan gerakan anti sampah (Gratis),
agar lingkungan bersih dan saluran air tidak terhambat.
“Kami juga punya agenda Kopi Ratna, yaitu koin peduli
darurat bencana. Dimana setiap pertemuan, anggota forum secara suka rela
menginfaqkan sebagian rejekinya untuk dijadikan dana kelompok yang akan
digunakan dalam keadaan darurat,” Katanya bangga.
Konon, Kopi Ratna ini juga menjadi media mempererat tali
silaturahmi antar pengurus dan anggota. Dana dari Kopi Ratna juga bisa
digunakan untuk memberikan santunan kepada masyarakat yang memerlukan uluran
tangan. Tentunya berdasarkan kesepakatan.
Ya, istilah Kopi Ratna ini merupakan hasil kreativitas
pengurus forum setempat yang tentunya melalui proses yang panjang sebelum
disepakati sebagai upaya menggalang Susu Tante (sumbangan sukarela tanpa
tekanan).
Saya yakin, semua komunitas pasti punya istilah sendiri
untuk mengoptimalkan Susu Tante. Diantaranya Topi Terbang, Sodakoh Receh,
Bantingan, Kumpul Uwul, dan sebagainya. Disini yang terpenting adalah keterbukaan
agar tidak ada dusta diantara semua. Karena, seringkali uang itu bisa
menggoyahkan iman dengan berbagai istilah untuk kepentingan sendiri.
Semoga cerita tentang Kopi Ratna dari Tambakrejo bisa
menginspirasi pihak lain untuk mengadopsi, dalam rangka menggali dana secara
mandiri untuk opersionalisasi organisasi sekaligus keberlanjutannya. Ya, dengan
mengoptimalkan Susu Tante maka akan tercipta kemandirian finansial dari F-PRB
di semua tingkatan. Salam sehat, tetap waspada dengan isue Covid-19 dengan sub varian
XBB Omicron. [eBas/ndleming mingguLegi sore hari-06112022]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar